Kemudian, dari 21 korban kekerasan seksual di SPI Batu (sejumlah media menyebut 25 korban), berapa jumlah korban yang bertemu dan berdialog dengan Kak Seto pada 2015?
Pertanyaan di atas penting, sebab semakin besar jumlah korban yang ditemui Kak Seto pada 2015 dan kesemuanya tidak menunjukkan tanda-tanda adanya kekerasan seksual, maka semakin berbahaya pula terdakwa Julianto.
Dan, jika mendengar langsung pengakuan korban dan kesaksian Kak Seto, bisa diambil kesimpulan bila pengaruh dan kemampuan terdakwa Julianto lebih dari sekadar memanipulasi psikologi para korbannya yang berjumlah 21 orang, melainkan juga memanipulasi lingkungan korban.
Karena kemampuan terdakwa Julianto dalam memanipulasi jiwa dan lingkungan itulah kekerasan seksual dan eksploitasi ekonomi dapat berlangsung selama bertahun-tahun.
Lebih dari itu, jika Kak Seto sebagai guru besar psikologi dan aktivis anak saja tidak melihat adanya tanda-tanda kekerasan seksual pada siswa SPI Batu yang ditemuinya, berarti kemampuan terdakwa Julianto dalam memanipulasi psikologi korban-korbannya bisa dikatakan sangat sempurna. Â
Hal tersebut mengindikasikan bahwa Julianto Eka Putra merupakan sosok yang berbahaya bagi anak-anak yang berada di lingkungannya. Karena itulah sangat janggal apabila majelis hakim tidak menahan terdakwa. Terlebih terdakwa telah dijatuhi dakwaan 15 tahun penjara.
Data Terdakwa Kekerasan Seksual di SPI Batu yang Diabaikan
Ketika sidang berlangsung, Kak Seto ditanya oleh tim pengacara terdakwa Julianto terkait data tunggal yang hanya bersumber pihak korbanKekerasan Seksual di SPI Batu, Terdakwa Berpotensi Dihukum Ringan Halaman 1 - Kompasiana.comÂ
Menurut Kak Seto, data tunggal dalam kasus kekerasan seksual yang terjadi di SPI Batu tidak lengkap karena tidak ada data pembanding. Data pembanding itu misalnya data hasil pemeriksaan orang-orang di sekitar korban, seperti orang tuanya. Atau hasil tes psikologi terhadap pelaku.
Pertanyaannya, jika tes psikologi terhadap terdakwa Julianto Eka Putra dibutuhkan, kenapa penyidik tidak melakukannya?
Walaupun tidak menutup kemungkinan tes psikologi terhadap Julianto sudah dilakukan, Tetapi, karena beberapa faktor, Â hasilnya tidak digunakan sebagai data dalam persidangan.
Namun, sesuai penjelasan Kak Seto, tidak ada hasil tes psikologi terhadap terdakwa dalam kasus kekerasan seksual yang terjadi di SPI Batu. Dengan demikian, ketidakadaan hasil tes ini justru mengindikasikan adanya keabaian dalam proses hukum terhadap terdakwa. Dan keabaian tersebut mengindikasikan adanya upaya untuk membebaskan terdakwa dari tuntutan, bukan sekadar meringankannya.