Dari perincian Pasal 28 ayat (2) UU ITE tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menghasut, mengajak, atau mempengaruhi sehingga menggerakkan orang lain yang dilakukan melalui sarana Informasi elektronik, dan/atau dokumen elektronik bisa dipidana.
Â
Putusan MK Ubah Delik Pasal 160 KUHP
Dalam Pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) disebutkan, "Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah."
"Menghasut" artinya mendorong, mengajak, membangkitkan atau membakar semangat orang supaya berbuat sesuatu. Dalam kata "menghasut" tersimpul sifat "dengan sengaja". Menghasut itu lebih keras daripada "memikat" atau "membujuk", akan tetapi bukan "memaksa".
Maksud hasutan itu harus ditujukan supaya dilakukan suatu peristiwa pidana (pelanggaran atau kejahatan) atau semua perbuatan yang diancam dengan hukuman, melawan pada kekuasaan umum dengan kekerasan, tidak menuruti pada peraturan perundang-undangan, atau tidak menuruti perintah yang sah yang diberikan menurut undang-undang.
Pada 2009, Mahkamah Konstitusi yang kala itu diketuai Mahfud MD melalui putusan Nomor 7/PUU-VII/2009 telah mengubah rumusan delik penghasutan dalam pasal 160 KUHP dari delik formil menjadi delik materil. Putusan MK itu menyatakan delik penghasutan dalam Pasal 160 KUHP sebagai konstitusional bersyarat atau conditionally constitutional.
Artinya, jika sebelum keluar putusan MK pelaku perbuatan penghasutan bisa langsung dipidana tanpa melihat ada tidaknya akibat dari penghasutan tersebut, setelah putusan tersebut pelaku penghasutan baru bisa dipidana bila timbulnya akibat yang dilarang seperti kerusuhan atau perbuatan anarki lainnya atau akibat terlarang lainnya.
Dengan demikian, pasca Putusan MK Nomor 7/PUU-VII/2009, maka jaksa harus bisa membuktikan adanya hubungan kausalitas antara perbuatan penghasutan dengan timbulnya akibat yang dilarang.
Â
SKB Pedoman Implementasi UU ITE Â Sejalankan Pasal 28 UU ITE dengan Putusan MK Nomor 7/PUU-VII/2009
Dalam konteks Pasal 28 ayat (2) UU ITE, Â Jaksa harus bisa membuktikan adanya hubungan kausalitas antara perbuatan penghasutan dengan timbulnya akibat yang dilarang yang disampaikan melalui sarana elektronik.Â
Karenanya dalam  (SKB) Pedoman Implementasi UU ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik menyebutkan aparat penegak hukum harus dapat membuktikan bahwa pengiriman konten tersebut mengajak atau menghasut masyarakat memusuhi individu atau kelompok dari Suku Agama Ras dan Antar Golongan tertentu.