Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Skenario SBY Ghosting Moeldoko (Sebuah Spekulasi)

9 Maret 2021   11:12 Diperbarui: 9 Maret 2021   11:54 1891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SBY (Sumber: ngopibareng.id)

Skenario SBY dalam drama "The Good, The Bad, and The Ugly" sudah sampai scene KLB Demokrat. Dalam kongres luar biasa yang lebih populer dengan sebutan "kudeta" itu, Kepala Kantor Staf Presiden Jenderal (Purn) Moeldoko secara aklamasi terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Skenario ini dirancang sendiri oleh SBY. 

SBY yang kini menjabat sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat telah menginjak usia 71 tahun. Namun, di usianya itu, SBY masih memiliki beban, yaitu memperjuangkan ambisi mendiang istrinya, Ani Yudhoyono, yang menginginkan putra sulungnya, Agus Harimurti Yudhoyono, menjadi Presiden RI. Untuk itulah SBY merancang sebuah skenario.

Skenario "The Good, The Bad, and The Ugly" ala SBY

Dalam menjalankan skenarionya, SBY tidak bermain sendiri. Mantan Kasospol ABRI di masa Orba itu melibatkan sejumlah tokoh partai yang benar-benar dipercayainya. Tokoh-tokoh partai yang dilibatkan SBY inilah yang dalam skenario SBY berperan sebagai penentang kepemimpinan AHY.

Dari skenario inilah timbul pro dan kontra di internal Partai Demokrat. Ada kader yang mendukung pembelotan. Ada pula yang menyatakan tetap loyal kepada AHY. 

Dengan timbulnya pro dan kontra inilah SBY dapat membaca peta politik di internal Partai Demokrat. SBY menjadi tahu mana kader yang loyal dan mana yang tidak. Selebihnya, SBY juga tahu kekurangan AHY dalam memimpin partai. 

Karena salah satu tujuannya untuk mendalami persoalan partai dan loyalitas kader, SBY hanya membicarakan skenarionya kepada tokoh-tokoh partai yang memainkan peran sebagai penentang AHY. AHY sendiri sama sekali tidak mengetahui skenario yang tengah dimainkan ayahandanya.

Tapi, skenario SBY tidak berhenti sampai pada pembersihan partai. Selanjutnya, SBY menyasar target utamanya: AHY Presiden Republik Indonesia.

Saat ini tingkat popularitas AHY sudah tembus 70 persen. Sebuah angka yang terbilang lebih dari sekadar bagus seorang tokoh yang baru empat tahun terjun ke dunia politik. 

Tetapi, tingkat elektabilitas yang tinggi tidak menjadi jaminan bagi seorang tokoh untuk mendapat tiket capres. Tingkat elektabilitaslah yang lebih memberikan jaminan. Rhoma Irama, misalnya. Tingkat popularitas Rhoma mencapai 98 persen. Tetapi karena tingkat elektabilitasnya cuma di bawah 5 persen, tidak satu pun parpol yang melirik Rhoma.

Dalam rangka mendongkrak tingkat elektabilitas AHY yang masih berkutat di angka 5 persen itu, SBY dan Demokrat memainkan skenario drama "The Good, The Bad, and The Ugly". 

AHY, dalam skenario SBY, memerankan tokoh "The Good". Untuk menjadikan AHY sebagai "The Good", harus ada tokoh yang "di-The Bad-kan" dan "di-ugly-kan. Dengan perannya ini, AHY mendapatkan simpati. Simpati membuahkan sentimen positif. Dan, ujung-ujungnya, mendongkrak tingkat elektabilitas AHY.

Dengan skenario yang dirancangnya ini, SBY menjadikan AHY sebagai "band utama", bukan "band pembuka". Sebagai "band utama", AHY memiliki panggungnya sendiri. Itulah alasan Partai Demokrat tidak ikut meributkan UU Omnibus Law, tragedi Tol KM 50 dengan segala keturunannya, kasus korupsi Bansos, dan isu-isu nasional lainnya.

Selanjutnya, nilai AHY sebagai "The Good" lebih powerfull bila berhadapan dengan kekuatan yang jauh lebih besar. Karena itulah SBY memilih orang di lingkaran kekuasaan untuk memerankan tokoh "The Bad". Tentu saja, tokoh yang dijadikan "The Bad" ini tidak menyadari bila ia dijerat untuk masuk ke dalam skenario SBY.

5 Alasan Moledoko Jadi Sasaran Ghosting Skenario SBY

Sebagai mantan presiden dua periode, SBY dipastikan masih memiliki aset di lingkungan Istana. Dari mata dan telinga asetnya itu, SBY mendapatkan informasi tentang orang-orang Istana yang sesuai dengan kebutuhannya. Informasi yang masuk itu kemudian diolah oleh sebuah tim profiling. Dari tim itulah muncul nama Moeldoko sebagai prioritas utama untuk direkomendasikan kepada SBY.

Ada sejumlah pertimbangan yang membuat SBY menyetujui Moeldoko sebagai orang dalam Istana yang diseret masuk ke dalam skenarionya.

Pertama, Moeldoko merupakan perwira TNI yang karirnya melesat di masa SBY menjabat sebagai Presiden RI. Dengan begitu, SBY dapat menarasikan sikap Moeldoko terhadap AHY sebagai orang yang lupa kacang akan kulit. Narasi ini sangat diperlukan SBY untuk menciptakan sentimen positif bagi AHY.

Kedua, Moeldoko merupakan tokoh yang dikenal sebagai petualang politik. Moeldoko masuk Istana sebagai Kepala KSP pada 17 Januari 2018 dengan status sebagai Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Hanura. Dengan kata lain, Moeldoko terpilih sebagai representasi Hanura yang mendukung Jokowi-Kalla pada Pilpres 2014. Namun, pada awal Juli 2018, Moeldoko mengundurkan diri dari Hanura.  

Ketiga, Moeldoko diketahui dua kali diusulkan sebagai wakil presiden untuk Jokowi, pertama pada Pilpres 2014 dan kedua pada Pilpres 2019. 

Soal usulan Moeldoko sebagai cawapres Jokowi pada 2014 ini tidak banyak yang mengetahui. Moeldoko yang ketika itu masih menjabat Panglima TNI diusulkan oleh Ketua Umum Persatuan Purnawirawan dan Warakawuri TNI dan Polri (Pepabri), Agum Gumelar.

Jelang Pilpres 2019, nama Moeldoko masuk dalam bursa cawapres pendamping Jokowi. Bahkan pada awal Agustus 2018 atau jelang pendaftaran bakal capres-cawapres, Moeldoko diisukan mundur dari KSP.


Keempat, nama Moeldoko kerap disebut-sebut dalam sejumlah rilis survei bertemakan Calon Presiden 2024-2029. Sayangnya, sekalipun namanya sudah sering masuk bursa, elektabilitas Moeldoko masih nol persen. 

Tentu saja, dengan tingkat elektabilitas yang hanya sekelas dengan Zulkifli Hasan dan Grace Natalie itu, Moeldoko tidak mungkin sanggup mendapatkan tiket Capres.

Kelima, Moeldoko sangat identik dengan kekuasaan karena menjabat sebagai Kepala KSP. Sebagai Kepala KSP, Moeldoko merupakan tangan kanan Presiden Jokowi. 

Inilah alasan SBY dalam videonya menyebut "seorang pejabat tinggi negara" dan berulang-ulang mengatakan sekaligus menegaskan frasa "KSP Moeldoko" dalam konpresnya yang digelar setelah Moeldoko terpilih sebagai Ketum Demokrat dalam KLB. 

"Memang banyak yang tercengang, banyak yang tidak percaya bahwa KSP Moeldoko yang bersekongkol dengan orang dalam benar-benar tega. Dan dengan darah dingin melakukan kudeta ini," kata SBY sebagaimana dikutip oleh Liputan6.com.

Dengan sedikitnya lima pertimbangan itu, Moeldoko merupakan sosok yang tepat untuk dimainkan dibanding tokoh-tokoh lainnya, seperti Gatot Nurmantyo, Erick Thohir, Ridwan Kamil, Tri Rismaharini, dan lainnya.

Gatot Nurmantyo hanya dipasang sebagai pemain cadangan apabila SBY tidak bisa mendapatkan Moeldoko. Gatot hanya memenuhi empat dari kelima syarat yang dipertimbangan SBY karena Gatot bukanlah orang dalam lingkaran kekuasaan.

Ujung Skenario SBY

Skenario SBY sudah bekerja. isu KLB Demokrat sebagai panggung bagi AHY sudah terhampar. Pemeran "The Good" dan "The Bad" kini tengah saling serang. 

Seperti yang diinginkan SBY dalam skenarionya, publik memandang negatif pada perilaku Moeldoko yang dianggap merebut kursi Ketum Demokrat lewat KLB yang dinilai ilegal, abal-abal. Predikat "The Bad" pun distempelkan kepada Moeldoko yang disebut-sebut sebagai "begal".

Kini SBY tinggal memainkan ritme dari skenario yang dirancangnya. Seperti musik yang diusung Metallica, isu perseteruan "The Good Vs The Bad" antara AHY dan Moeldoko sewaktu-waktu dimainkan kencang, di waktu lain melambat. 

Tidak ada skenario yang tanpa akhir. Setelah target tercapai, SBY pun akan menyudahinya. Perseteruan antara AHY dan Moeldoko akan diakhiri. Tokoh-tokoh Demokrat yang menjalankan peran sebagai penentang AHY akan menarik diri dari konflik. Ketika itulah SBY meng-ghosting Moeldoko.

Secara istilah, ghosting adalah situasi atau keadaan di mana seseorang tiba-tiba menghilang begitu saja tanpa penjelasan. Pelaku ghosting menghilang dengan menutup semua akses komunikasi dengan korbannya.

Para tokoh Demokrat pro KLB Deli Serdang menjauh dari Moeldoko yang secara aklamasi mereka tetapkan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Tidak ada lagi komunikasi di antara Moeldoko dan para tokoh Demokrat pro KLB.

Sebagai sebuah spekulasi, tentu saja, skenario SBY dalam artikel ini memiliki sejumlah kelemahan, bahkan mungkin juga cacat logika. Karenanya, artikel ini dapat dengan mudah dibantah.

Menurut "Wahyu Topeng Waja" Begini Akhir Petualangan Moeldoko di Demokrat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun