Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

"Forever Turned Around" dari Whitney, Ungkapan Patah Hati Pencerah Hati

17 September 2019   10:59 Diperbarui: 17 September 2019   20:51 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sedang patah hati karena ditinggal pergi kekasih? Atau sedang sendiri (baca: menjomblo lagi) sambil mengenang masa-masa indah yang rasanya sulit untuk kembali? Ada baiknya menghibur diri dengan lagu-lagu yang liriknya ngena, tapi mampu menghalau luka.

Album "Forever Turned Around" dari band Whitney mungkin bisa jadi pertimbangan. Yup, band asal Chicago, Amerika Serikat ini kembali lagi dengan album anyarnya yang resmi dirilis pada 30 Agustus 2019 lalu. Label Secretely Canadian merilis tiga format album tersebut secara bersamaan yaitu LP, CD dan digital.

Tema lagu dalam album "Forever..." kebanyakan tentang cinta dan patah hati, cinta yang kadang semudah itu datang tetapi juga semudah itu pergi. "Forever..." berisi 10 lagu dengan durasi masing-masing lagu dua hingga empat menitan saja. Harap dicatat bahwa tidak ada satu pun lagu mellow di sini.

Tema tersebut mirip dengan album debut mereka, "Light Upon the Lake" yang dirilis tahun 2016 lalu. Album debut tersebut mendapatkan apresiasi bagus, menjadi salah satu dari 50 album musik terbaik tahun 2016 versi, antara lain, The Guardian (nomor 33), NME (nomor 42) dan Paste (nomor 37).

Nampaknya mereka tidak mau berlama-lama untuk segera rekaman dan membuat album bagus lagi. Cerita cinta dan patah hati toh selalu dibagikan setiap hari. Belum dengan pengalaman pribadi. Jadi, mereka tak kekurangan inspirasi.


Jeda tiga tahun memang cukup lama. Nampaknya mereka belum sempat merekam materi baru karena disibukkan dengan tur musik sepanjang tahun 2017 lalu, menyusul sukses album "Light...".

Tetapi mereka juga ogah vakum merilis rekaman. Pada Maret 2017 mereka mengeluarkan album tunggalan berjudul "You've Got A Woman / Gonna Hurry (As Slow As I Can)" yang berisi dua lagu cover version yaitu "You've Got A Woman", lagu tahun 1975 dari band asal Belanda bernama Lion, dan "Gonna Hurry (As Slow As I Can)" lagu demo dari Dolly Parton.

Di bulan November 2017 mereka merilis album demo yang berjudul "Light Upon the Lake: Demo Recordings". Album tersebut mempresentasikan sound awal musik mereka. Kira-kira 80% materi album demo ini berasal dari album studio "Light..." dan dua lagu baru yang belum pernah dirilis dimasukkan ke dalam album ini.

Chemistry dedengkot band, Julian Ehrlich dan McMillen atau Max Kakacek semakin matang saja dalam manghasilkan karya musik apik. Sepuluh tahun mereka bekerja sama sejak bergabung di band Smith Westerns, lalu selesai, kemudian bersama lagi membentuk Whitney.

Tentang nama band mereka, Whitney, tidak ada sangkut pautnya dengan almarhumah Whitney Houston, diva pop/R&B wanita yang ngetop di tahun 1990an. Entah bagaimana mereka merasa klik saja dengan nama tersebut. Nama seorang mantan yang diabadikan? Tidak tahu juga.

Yang jelas, pasang surut hubungan persahabatan mereka serta kisah cinta dan putus cinta masing-masing personilnya menginspirasi lahirnya album ini. Tidak ada yang salah dengan membuat lagu cinta atau putus cinta. Bukankah hal itu selalu ada dalam fase kehidupan kita?

Materi awal album "Forever..." ditulis ketika mereka tur di Lisbon, Portugal. Ehrlich dan Kakacek saling bekerja sama menulis lirik dan membuat komposisi musiknya. Mereka juga saling menantang ketika sedang membuat musik.

Ehrlich masih dengan vokal falsetto-nya dan memainkan drum, sedangkan Kakacek menjadi lead guitarist. Mereka menggaet sejumlah musisi lain untuk mendukung album ini, yaitu Ziyad Asrar (gitar rhythm), Print Choteau (gitar), Josiah Marshall (bass), Malcolm Brown (keyboard), William Miller (trumpet/brass) and Lia Kohl dan Macie Stewart (strings).

Genre album "Forever..." adalah indie pop/indie folk/contemporary indie rock dengan sentuhan chamber folk, country soul dan soft rock. Oleh karena itu bisa dibilang musik mereka cross over. Meski dipengaruhi oleh sejumlah aliran musik, mereka punya formula khusus yang membuat album ini memikat.

Sampul album ini juga tak kalah memikat, sebuah lukisan cat minyak tentang sebuah hutan yang menghampar di bawah gemerlap bintang-bintang. Lukisan dibuat oleh pelukis Chicago, Sofia Macht.

Sampul album tersebut mengandung makna bahwa harapan penemuan cinta tidak hanya seluas desa, kota, kantor atau kompleks perumahan atau apartemen, tetapi seluas dunia dan semesta.

Sampul album
Sampul album
Lagu "Giving Up" membuka album dengan irama lembut. Lagu bertempo sedang ini bercerita tentang perpisahan dengan seseorang yang sangat diharapkan untuk kembali lagi walaupun kecil kemungkinannya. Sebuah anthem patah hati? Mungkin saja.

Sebagai informasi, lagu ini dirilis sebagai tunggalan pertama. Sambutannya cukup bagus kala itu, apalagi tiga tahun lamanya belum ada lagu baru dari Whitney. Lagu yang resmi dirilis awal Juni 2019 lalu itu lumayan hype di kalangan fans musik indie.

Entah Anda setuju atau tidak, rasa-rasanya pada bagian reffrain terdengar interpolasi dari bagian awal lagu "Doo Wop (That Thing)" dari Lauryn Hill namun dengan ketukan yang lebih lembut. Menit 1:45 hingga 2:20 adalah trumpet solo yang nyaman didengarkan. Sebuah lagu pembuka yang bagus.

Berikut lagu "Giving Up":


Tembang kedua "Used To Be Lonely" tampil lebih syahdu dengan alunan piano dan petikan gitar yang lembut sebagai pembuka. Lagu ini dirilis sebagai tunggalan ketiga pada 13 Agustus 2019 lalu.

Lagu ini bercerita tentang seseorang yang tiba-tiba datang di dalam hati kala telah terbiasa sendiri. Khawatir nanti patah hati lagi. Tetapi ya sudahlah, lebih enak dijalani saja dulu daripada sendiri.

Entah bagaimana nuansa lagu ini mirip dengan lagu "Bloom" dari The Paper Kites. Kedua lagu ini punya persamaan, sama-sama menggelitik kalbu. Siapapun yang mendengarkan dua lagu ini bakal larut dalam suasana.

"Used To Be Lonely" punya video musik apik yang disutradarai oleh Austin Vesely, seorang insan film multi talenta yang dikenal lewat karya film"Slice" (2018).

Video tersebut menampilkan sejumlah tempat favorit band di seputar Chicago, antara lain tepi danau Michigan, resto Bunny Hutch, Music Box Theatre, Novelty Golf dan taman ria setempat. Visualisasinya sangat menarik.

Sang model cantik dalam video musik tersebut bernama Janet Yuan. Aksinya natural, membuat video musik lagu ini mirip dokumenter yang menunjukkan sejumlah spot menarik di Chicago. Good job.

Berikut video musik lagu "Used to Be Lonely":


"Before I Know It" menjadi tembang ketiga dalam album. Lagu yang bernuansa country soul ini punya makna tentang undur diri dari sebuah hubungan yang suram dan tidak nyaman. Liriknya singkat, hanya dua verse sepanjang dua baris dan satu baris reffrain yang diulang-ulang saja, "I'll be gone.. I'll be gone...", sebuah pernyataan tegas bahwa "hubungan stop sampai di sini". 

Track keempat berjudul "Song for Ty". Hmm, siapakah Ty? Nampaknya seseorang di masa lalu. Teman masa kecil atau masa sekolah dulu? Sepertinya iya kalau dari liriknya. Kadang jodoh hanya beberapa meter dari pintu rumah, atau yang dulu sering bertemu di gerbang sekolah. Bisa jadi, sebagaimana lirik pada reffrain: "Anything could happen". Hmmm.. Bisa jadi...

"Valleys (My Love)" menjadi track kelima yang dilempar sebagai tunggalan kedua pada pertengahan Juli 2019 lalu. Perilisan tunggalan bersamaan dengan perilisan sebuah video musik yang disutradarai oleh Nicholas Woytuk.

Video musik lagu ini menggambarkan tentang kehidupan sehari-hari seorang pengemudi truk. Pemandangan dalam video merekam suasana di seputar kota Portland, Oregon.

Sejumlah footage mengandung gambar-gambar vintage dari rekaman film 8mm, membuat video ini semacam mesin waktu. Semacam visualisasi kenangan masa lalu sang sopir truk. Video musik yang tak hanya indah, tetapi juga menggugah hati.

Berikut video musik lagu "Valleys (My Love)":


"Rhododendron" adalah satu-satunya tembang instrumental yang menjadi interlude album Tembang bertempo sedang ini dibuka dengan gebukan drum dan gitar beberapa ketuk sebelum trumpet tampil mendominasi hingga penghujung lagu secara fade away.

Sebagai jeda setelah mendengar empat lagu yang membuka album, lagu ini mengantarkan kita dengan lagu-lagu berikutnya yang lebih personal. Bagian berikutnya ibarat sebuah kontemplasi untuk memandang diri sendiri.

Track ketujuh adalah "My Life Alone", tentang sebuah cinta yang hanya untuk seseorang yang memilih pergi. Lagu ini juga sebuah evaluasi diri yang memandang sikap terhadap masa lalu yang buruk.

Mungkin egoisme menguasai hati, mungkin mau menang sendiri, mungkin tidak saling menghargai. Sembari menanti kebersamaan kembali, maka perlu menata hati untuk lebih baik lagi, walaupun itu harus ditempuhi sendiri.

"Day & Night", komposisi kedelapan adalah sebuah lagu tentang hari-hari yang terpaksa dinikmati sendiri. Suatu pertikaian memicu perpisahan. Tetapi entah mengapa perpisahan itu terasa melegakan tetapi juga terasa aneh di waktu yang sama.

Lagu country soul ini dibuka dengan petikan gitar pedal steel satu nada, disusul dengan gitar akustik. Gitar pedal steel ini akan tampil lagi secara solo pada menit 1:22 hingga 1:48 dan penghujung lagu. 

Menjelang akhir album, masih saja ada lagu yang terdengar nyaman di telinga yang seakan memborbardir dengan jutaan kesan. "Friend of Mine", track kesembilan, sebenarnya adalah sebuah sarkasme lembut tentang seseorang yang tega menghianati cinta atau persabahatan, tetapi tidak akan pernah terlupakan, walaupun sekuat tenaga ia menjauh.

"Forever Turned Around", track terakhir, sepertinya terlalu bagus sebagai penutup album. Seperti masih ada lagi lagu yang hinggap di belakangnya. Tapi tidak, ini benar-benar penghujung album. Lagu penuh harmoni ini tentang evaluasi diri yang tiada henti. Bila hubungan terajut lagi, tetap selalu mengevaluasi diri.

***
Album "Forever..." bakal menghibur siapa saja yang baru saja didepak atau mendepak kekasih, mereka yang gagal menjalin persahabatan, mereka yang patah hati karena kasih tak sampai atau ditinggal kawin mantan kekasih yang lama tergantung, atau tidak melakukan apa-apa karena takut dengan cinta.

Lewat album ini, Whitney mencoba menggambarkan periode hidup anak muda yang kadang diliputi kekacauan, yang di satu masa menjadi suatu transisi agar selalu berbesar hati.

Memang pahit bila ditinggal pergi, tetapi lebih pahit lagi kalau hidup sendiri dan menutup hati. Ada baiknya sedikit membuka hati, siapa tahu sebuah cinta baru berlabuh lagi.

Tapi album ini juga pas buat semua orang yang ingin mendengarkan lagu-lagu indie folk yang easy listening buat menemani pekerjaan atau aktivitas apa saja karena semua lagunya enak, persis masuk ke gendang telinga yang merembet ke pusaran jiwa. Lega.

Rating album ini menurut saya 8,5/10. Album ini sukses melanjutkan ruh album pertama, bahkan rasanya lebih baik. Album ini punya atmosfer yang sama dengan album "Light...", mengusung tema yang serupa dan style musik yang senada, tetapi entah mengapa terdengar lebih kaya.

Tetapi sebenarnya tidak perlu berbeda di album kedua, karena Whitney tetaplah Whitney apa adanya. Ehrlich pernah mengatakan bahwa "ketika kami menulis lagu untuk Whitney, kami melakukan apa yang ingin kami lakukan, musik Whitney benar-benar membebaskan". Jadi proses kreatifnya ya mengalir saja.

Siapa tahu album ini bisa membuat suasana hati berseri walau kenyataanya telah sendiri karena ditinggal pergi. Tapi sebaliknya, siapa tahu ada yang mengapresiasi album ini secara berlebihan lantas berniat membangun cinta. Siapa tahu..?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun