Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pertemuan Kami di Belantara Kota

24 Oktober 2018   21:29 Diperbarui: 24 Oktober 2018   21:31 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi oleh Gatot Tri

Beberapa kali bangkit dari ranjang membuat saya merasa lapar. Dengan malas, saya melangkahkan kaki ke kamar mandi dan membersihkan diri. Tidak ada makanan apapun di apartemen saya kecuali beberapa biskuit di dalam toples kecil berbentuk bulat di dapur. Kulkas hanya berisi makanan basi yang sudah saya simpan lama. Mungkin sejak jaman baheula. Sayuran sudah menguning. Pun buah-buahan sudah mengisut kering. Sepertinya memang waktunya keluar dari sarang.

Keluar dari lobi apartemen, saya menarik nafas panjang di trotoar. Ahhh...segarnya... Tidak ada polusi di hari Minggu. Rasanya lega menghirup aroma udara sisa hujan semalam. Matahari masih terhalang puluhan gedung-gedung jangkung di hadapan saya, membuat teduh trotoar. Hanya ada beberapa mobil yang lalu lalang di jalan raya.

Tidak banyak juga orang lalu lalang di trotoar sepanjang perjalanan saya menuju kafe Bali Bulan di ujung jalan. Bangunan kafe itu persis berada di tepi trotoar. Tetapi sebenarnya bangunannya masih merupakan bagian dari gedung perkantoran milik salah satu konglomerat ternama.

Jadi kafe itu memiliki dua akses masuk, satu dari trotoar, satunya lagi dari dalam gedung perkantoran itu. Karena hari Minggu gedung perkantoran tutup sementara kafe tetap buka, akses masuk hanya dibuka dari sisi trotoar.

Saya membuka pintu dan segera menyadari kafe itu penuh dengan orang yang sedang sarapan. Pandangan saya menjelajah mencari kursi kosong. Nah, itu dia. Satu meja kecil di ujung kafe dekat wastafel dengan dua kursi saling berhadapan. Tidak masalah buat saya.

Biasanya saya memesan nasi goreng dengan telur ayam ceplok setengah matang yang dibubuhi ekstra garam di bagian kuning telurnya. Tidak lama pesanan saya itu datang bersama satu mug kopi favorit saya, kopi robusta Lampung dengan pemanis buatan. Hmm.. aroma nasi goreng spesial pakai telur ceplok ditambah aroma kopinya sungguh tiada tara. Keduanya sudah ada di hadapan saya siap untuk disantap.

Bagian pertama yang saya sentuh adalah kuning telur yang creamy dengan rasa gurih cenderung asin yang saya padukan dengan butiran nasi goreng gurih berbumbu rempah. Di dalam mulut saya memunculkan sensasi rasa yang nendang. Sungguh lezat.. Jadi rindu dengan nasi goreng buatan ibu saya.

Sedang enak menikmati nasi goreng, seorang gadis berbaju kuning cerah tiba-tiba datang menghampiri saya.

"Maaf Mas, apakah saya bisa join duduk di sini? Semua kursi penuh." Kata gadis itu penuh harap. Ia membawa seplastik penuh belanjaan sayur mayur, buah dan entah apalagi didalamnya. Tas belanjaan ia letakkan di lantai menempel tembok.

"Oh tidak apa. Silakan Mbak. Tapi maaf saya sambil makan ya.." kata saya.

"Tidak masalah Mas.." katanya. "Tumben Minggu pagi ini ramai sekali sampai semua kursi penuh."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun