Mohon tunggu...
Garvin Goei
Garvin Goei Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog, Akademisi, Penyuka Budaya

Penulis buku Psikologi Positif yang diterbitkan oleh Kompas pada tahun 2021. Pengelola akun instagram @cerdasmental.id. Selain psikologi, suka mempelajari budaya dan mencoba makanan baru.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kenali Gangguan Obsesif Kompulsif (OCD)

26 November 2022   10:45 Diperbarui: 26 November 2022   19:55 778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Obsessive-Compulsive Disorder (OCD) merupakan gangguan psikologis yang dapat memengaruhi kualitas hidup penderitanya. Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Banyak orang berbicara tentang "Obsessive-Compulsive Disorder" (OCD) atau gangguan obsesif kompulsif, tetapi apakah yang masyarakat ketahui tentang OCD sudah benar? Silakan baca tulisan ini sampai habis untuk tahu jawabannya.

Seorang remaja berusia 15 tahun mengetahui bahwa muntah merupakan pertanda seseorang terserang penyakit. Suatu hari, ia mendapatkan kabar bahwa salah satu temannya mengalami muntah-muntah dan meninggal dunia. Sejak itu ia menjadi sangat takut dengan penyakit dan muntah. 

Ia akan menghindari teman-temannya yang tampak sakit di sekolah, seperti pucat atau lemas. Banyak temannya yang bertanya-tanya mengapa sikapnya seperti itu. Ia juga membawa hand sanitizer ke mana-mana dan tidak mau menggunakan toilet duduk di toilet umum. 

Ia juga tidak akan mengonsumsi makanan yang tidak ditutup dengan rapat, seperti jajanan pasar di pinggir jalan; bahkan ia juga membersihkan sendok dan garpu berulang-ulang ketika makan di restoran bersama keluarganya. Hal ini membuat orang tuanya bertanya-tanya apa yang terjadi dengan anak ini.

Kisah anak berusia 15 tahun tadi merupakan salah satu contoh OCD atau gangguan obsesif kompulsif. Sesuai dengan namanya OCD ini memiliki dua ciri, yakni obsesi dan kompulsi. Obsesi merupakan pemikiran, ide, atau dorongan yang tidak dapat dikendalikan dan terus-menerus muncul di pemikiran, sehingga menyebabkan kecemasan atau ketidaknyamanan psikis. Sedangkan kompulsi merupakan perilaku atau tindakan mental yang ia rasa harus ia lakukan.

Seseorang dapat terdiagnosa OCD bila memiliki obsesi, kompulsi, atau keduanya. Adapun kriteria DSM-V untuk Obsessive-Compulsive Disorder adalah sebagai berikut:

A. Kemunculan obsesi, kompulsi, atau keduanya

Obsesi dicirikan melalui poin (1) dan (2):

(1) Pemikiran, dorongan, atau gambaran yang muncul secara berulang-ulang dan menetap. Sifatnya mengganggu dan tidak diinginkan, dan biasanya menyebabkan kecemasan maupun stres.

(2) Individu berusaha untuk mengabaikan atau menekan pemikiran, dorongan, atau gambaran tersebut; atau berusaha untuk menetralkannya dengan pemikiran maupun tindakan lain (yakni dengan melakukan kompulsi).

Kompulsi dicirikan melalui poin (1) dan (2):

(1) Perilaku (contoh: mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau tindakan mental (contoh: berdoa, menghitung, mengulang kata dalam hati) yang berulang, di mana individu merasa terdorong untuk melakukannya sebagai respons dari obsesi atau aturan yang harus dipatuhi secara kaku.

(2) Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau meredakan kecemasan dan stres, atau mencegah kejadian / situasi yang menakutkan. Perilaku dan tindakan mental itu tidak realistis atau berlebihan.

B. Obsesi atau kompulsi menghabiskan waktu (misal, lebih dari 1 jam per hari) atau menyebabkan stres atau gangguan yang signifikan secara klinis dalam area sosial, pekerjaan, atau area keberfungsian penting lainnya.

C. Simtom obsesif-kompulsif bukan karena efek fisiologis dari zat (misal, penyalahgunaan zat) atau kondisi medis lainnya.

D. Keluhan tidak lebih baik dijelaskan oleh gejala gangguan mental lainnya (misal, bukan kekhawatiran berlebih dalam generalized anxiety disorder, atau terlalu memikirkan penampilan seperti dalam body dismorphic disorder, dan sebagainya).

Ingat bahwa jika Anda bukan psikolog atau psikiater, maka Anda tidak berhak mendiagnosa seseorang (termasuk diri sendiri) dengan gangguan psikologis apapun, termasuk OCD. Informasi ini saya berikan bukan untuk membuat seseorang menjadi psikolog dadakan, melainkan untuk membantu orang-orang untuk lebih sadar dan peka terhadap gangguan mental. 

Jika gejala-gejala A sampai D tadi muncul, silakan mencari psikolog atau psikiater untuk meminta penanganan. Sekali lagi, jangan coba-coba untuk membuat diagnosa jika Anda bukan psikolog atau psikiater.

Sumber gambar: pixabay.com
Sumber gambar: pixabay.com

Salah Kaprah Gangguan Obsesif Kompulsif (OCD)

Perlu diingat bahwa OCD bukan gangguan "suka cuci tangan" atau "suka memeriksa kompor", tolong jangan membuat gangguan mental menjadi remeh. Orang yang mencuci tangannya secara berlebihan bisa jadi mengalami OCD, tetapi itu belum tentu menandakan orang tersebut mengalami OCD. 

Maksudnya begini, pusing adalah gejala flu, tetapi pusing belum tentu flu, bukan? Dan juga jangan di balik, bila pusing adalah gejala flu, maka flu tidak selalu harus disertai pusing. Demikian kira-kira kaitan antara cuci tangan dengan OCD. Memang ada orang yang mengalami OCD menjadi terobsesi dengan cuci tangan, tetapi cuci tangan itu sendiri belum tentu OCD, dan OCD tidak harus sering mencuci tangan.

OCD itu ditandai dengan obsesi, kompulsi, atau keduanya. Jika ada orang yang memang bekerja sebagai koki atau pelayan, misalnya, yang harus menjaga kebersihan, dan ia sering mencuci tangan, kita belum tentu bisa mengatakan dia OCD. Atau karena ada pandemi, seseorang menjadi lebih sering mencuci tangan, itu juga belum tentu OCD. Kita harus melihat dulu, apakah ada obsesi atau kompulsi di sana, atau tindakan itu merupakan tindakan wajar dari kehidupannya?

Kemudian kriteria B pada OCD juga menyatakan bahwa obsesi atau kompulsi itu menyita waktunya atau menyebabkan gangguan yang signifikan dalam hidupnya. Jika ia adalah orang yang peduli dengan kebersihan dan rutin mencuci tangan, saya rasa tidak masalah. 

Tetapi jika aktivitas mencuci tangan itu membuat ia menjadi tidak mampu bekerja (contoh, bila 10 menit sekali tidak cuci tangan, ia akan merasa tertekan) atau beraktivitas dengan normal, maka kita bisa curiga ada masalah di sana.

Jadi jangan langsung mengaitkan mencuci tangan dengan OCD. Ini salah kaprah yang harus diluruskan.

Selain itu, kompulsi tidak hanya berbentuk aktivitas mencuci tangan. Ada juga penyandang OCD yang kompulsinya tidak pada mencuci tangan, melainkan pada memeriksa kunci rumah, memeriksa kompor, menghitung, dan sebagainya. Lagi-lagi, kita harus mempertimbangkan kriteria B; pertimbangkan, apakah aktivitas itu menghabiskan waktunya atau memberikan gangguan besar dalam aktivitasnya sehari-hari?

Ada orang yang memang waspada sehingga ia selalu memeriksa kunci rumahnya dengan teliti setiap hendak meninggalkan rumah, saya rasa itu wajar. Kita baru bisa menduga ada gangguan psikologis ketika orang itu 10 menit sekali harus memeriksa kunci rumahnya, atau gara-gara ia harus rutin memeriksa kunci rumahnya, ia menjadi sering terlambat kerja dan dipecat berkali-kali dari pekerjaan.

Kalau kita kembali ke cerita awal tadi, di mana si remaja berusia 15 tahun itu sangat terobsesi dengan kesehatan sampai-sampai menghindari toilet duduk di toilet umum, menghindari jajanan yang terbuka, bahkan mencuci alat makan berkali-kali; itu mungkin merepotkan hidupnya. 

Ia mungkin menjadi sulit bersosialisasi dengan teman-temannya, karena setiap melihat temannya sedikit pusing atau lemas saja, ia langsung menjauh. Bisa jadi ia dicap aneh oleh teman-temannya dan tidak memiliki kualitas hubungan yang baik. 

Atau ia bisa jadi menahan lapar hanya karena tidak menemukan tempat makan yang benar-benar bersih menurut standarnya, sehingga sakit maagnya kambuh; dan sebagainya. Ada obsesi di sana, juga ada kompulsi di sana. Ia terobsesi dengan kesehatan dan kompulsinya adalah menghindari hal-hal yang berpotensi merugikan kesehatan menurut versinya dan membersihkan sesuatu secara berlebihan.

Dalam tahap yang lebih ekstrem, ada juga yang harus beraktivitas sambil menghitung. Misal, sebelum mulai makan ia harus menghitung dari angka 1 sampai 10 terlebih dahulu, lalu untuk menyendokkan makanan ke mulut harus berhitung lagi, bahkan ketika hendak mengambil minum juga harus menghitung. Ini ada kompulsi, dan pasti membuat ia kesulitan dalam aktivitasnya sehari-hari.

Jadi, think smart. OCD tidak sesepele suka mencuci tangan.

Penyebab Gangguan Obsesif Kompulsif (OCD)

Mungkin pertanyaan selanjutnya adalah, mengapa seseorang bisa mengalami OCD?

Pengalaman tidak menyenangkan dengan kandungan emosi yang kuat bisa menjadi penyebab. Misalnya seperti remaja tadi yang mendengar kabar bahwa temannya meninggal setelah muntah-muntah. Bagi remaja berusia 15 tahun, kejadian tadi mungkin sangat emosional baginya; mungkin itu pengalaman pertama ia ditinggal meninggal oleh temannya, dan kasusnya adalah muntah-muntah. Hal ini kemudian membuat remaja itu menjadi terobsesi dengan kesehatan.

Tetapi kita tidak bisa serta-merta menyalahkan satu faktor tunggal untuk sebuah gangguan psikologis. Biasanya juga ada pemikiran yang irasional di balik obsesi maupun kompulsi. Dalam kasus remaja tadi, ia mungkin mengembangkan pikiran irasional bahwa sedikit saja tidak bersih akan langsung menyebabkan penyakit. Padahal tidak demikian. 

Memang betul bahwa kita harus menjaga kesehatan kita sebaik mungkin, tetapi bukan menjadi parno atau berlebihan. Tetapi pada remaja itu, mungkin ada pemikiran irasional yang hitam-putih tentang kebersihan dan kesehatan sehingga ia menjadi terobsesi dan kompulsif.

Selain itu, faktor kepribadian juga bisa terlibat dalam pembentukan OCD. Ada tiga alasan mengapa orang-orang yang mengalami OCD sulit menghentikan obsesi atau kompulsinya:

  • Mereka merasa terlalu cemas atau terlalu tertekan sehingga kejadian negatif yang kecil saja sudah dapat memicu pikiran mengganggu yang signifikan.
  • Mereka memiliki cara pikir yang sangat kaku, sehingga cenderung berpikir hitam-putih.
  • Mereka memiliki keyakinan bahwa mereka harus mampu mengendalikan seluruh isi pikiran mereka dan sulit menerima bahwa tidak semua hal bisa kita kendalikan 100%.

Jadi ada banyak sekali faktor yang bermain dan biasanya memang tidak satu faktor tunggal. OCD bisa terjadi sebagai gabungan dari kepribadian, pemikiran yang irasional, dan adanya kejadian yang mengandung emosi negatif kuat yang memicu kemunculan OCD.

Penanganan Gangguan Obsesif Kompulsif (OCD)

Selanjutnya kita akan berbicara tentang penanganan OCD. Kalau saya punya saran yang sangat sederhana: jika Anda memiliki kenalan yang Anda duga OCD, bawa atau sarankan mereka untuk berkonsultasi ke psikolog atau psikiater. Jangan menjadi psikolog dadakan yang mendadak memberikan saran ini itu yang belum tentu benar, tetapi bawa mereka ke profesional kesehatan mental. Di sana mereka akan mendapatkan penanganan yang tepat.

Apa yang biasanya akan dilakukan oleh psikolog atau psikiater? Kalau datang ke psikiater, kemungkinan Anda akan diresepkan obat untuk menurunkan obsesi dan/atau kompulsi. Tetapi obat-obatan bukan bukan penanganan akhir, karena sifatnya adalah menekan gejala, sedangkan akar masalahnya masih perlu ditangani.

Psikolog tidak meresepkan obat, tetapi bisa memberikan psikoterapi. Nah, baik psikolog dan psikiater akan memberikan psikoterapi untuk membantu penyandang OCD menyelesaikan akar masalahnya.

Ada banyak teknik psikoterapi, dan setiap psikolog mungkin punya preferensi yang berbeda-beda, tetapi pendekatan yang paling umum adalah terapi perilaku kognitif di mana klien akan diajari untuk menyadari dan mengenali pemikiran irasional mereka, kemudian juga diarahkan untuk memahami bahwa bila obsesi atau kompulsi itu tidak dituruti, hal yang buruk belum tentu terjadi.

Misalnya begini, psikolog mungkin akan mengajak klien untuk tidak menuruti obsesi dan kompulsinya, kemudian melihat efek yang terjadi. Seseorang yang terobsesi terhadap kebersihan tangan diajak untuk tidak cuci tangan selama 1 jam, apakah hal buruk yang ditakutkan itu terjadi? Ternyata tidak. Kira-kira seperti itu.

Tetapi lagi-lagi, jangan menjadi psikolog dadakan. Tindakan-tindakan ini tidak boleh dilakukan sembarangan dan harus terukur serta terencana. Psikolog dan psikiater sudah tahu perhitungan dan perencanaan yang tepat untuk menangani OCD, sehingga biarkan profesional yang menanganinya.

Pencegahan OCD

Bagian terakhir ini menurut saya paling penting, yaitu pencegahan. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Nah, setelah Anda mengetahui informasi tentang OCD, apa kira-kira yang bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari supaya mental kita lebih sehat?

Untuk mencegah dari obsesi dan kompulsi, kita bisa:

  • Belajar mengelola kecemasan dengan baik. Ingat, bukan ditekan, tetapi dikelola. Kadangkala kecemasan perlu diekspresikan, kadangkala perlu dikendalikan, kadangkala juga perlu diabaikan. Belajar untuk mengetahui cara menanggapi kecemasan dengan baik.
  • Belajar untuk lebih fleksibel dalam berpikir. Jangan terpaku pada satu cara atau satu ketentuan dalam menjalani hidup.
  • Terima bahwa tidak semua hal di kehidupan ini bisa kita kendalikan sepenuhnya sesuai kemauan kita. Ada hal-hal yang memang perlu kita biarkan berjalan apa adanya, karena memang tidak bisa kita kendalikan. Memaksa mengedalikan hal-hal yang tidak bisa dikendalikan justru hanya membuat kita frustrasi. Lebih baik gunakan energi kita untuk hal-hal yang dapat kita kendalikan.

Dan, terakhir, ingat bahwa gangguan mental itu bukan hal sepele dan bukan keren-kerenan. Hindari melabel diri dengan gangguan psikologis karena itu norak, tidak keren, dan justru menunjukkan bahwa kamu tidak peka terhadap kesehatan mental. Orang-orang yang mengalami gangguan mental tidak akan memamerkan gangguannya di media sosial, karena bagi dia itu sesuatu yang tidak membanggakan, dan ia sedang berjuang mengatasi gangguan mentalnya. Orang-orang yang sedikit-sedikit melabel dirinya dengan gangguan ini itu justru seolah tidak peduli dengan mereka yang sedang benar-benar berjuang dengan permasalahan mentalnya.

Jangan malu juga untuk membicarakan permasalahan psikologis yang kamu alami dengan orang-orang terdekat, dan minta bantuan dari profesional kesehatan mental jika kamu tidak dapat menyelesaikannya sendiri.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun