Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Najwa Shihab ‘Keteteran’ Hadapi Ignasius Jonan

16 Januari 2015   16:25 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:01 19771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_391122" align="aligncenter" width="567" caption="Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, narasumber utama talkshow Mata Najwa bertema Jurus Jonan, edisi 14 Januari 2015. (Foto: metrotvnews.com)"][/caption]

Tayangan talkshow paling bermutu di MetroTV, Mata Najwa, edisi Rabu, 14 Januari 2015 kemarin, menampilkan narasumber tunggal di meja utama yakni Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Menampilkan judul tema eksentrik “Jurus Jonan”, talkshow ini menghadirkan pula empat narasumber lain, yang ditempatkan duduk pada barisan kursi penonton di studio, yaitu Sardjono Jhony (mantan Dirut Merpati), Aminarno Budi Pradana (Ketua DK Profesi Asosiasi Air Traffic Controller/ATC Indonesia), Tulus Abadi (pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia/YLKI), dan Gerry Soejatman (pengamat penerbangan).

Untuk yang tidak sempat menyaksikan tayangannya, silakan simak di sini, atau di sini.

Ada beberapa catatan yang bisa dikemukakan dari sisi sang bintang idola Najwa Shihab (akrab disapa Nana) sebagai host atau “tuan rumah” talkshow sekaligus interviewer. Biasanya, menyaksikan Mata Najwa, kita selalu “terhibur” dengan performance Nana yang cerdas, “nakal” ketika mengajukan pertanyaan, dan mumpuni dalam mengendalikan talkshow sekaligus penguasaan materi pembahasannya. Tapi entah mengapa, ketika menghadapi narasumber sekaliber Menhub Jonan, terlihat Nana justru sebaliknya, terkesan keteter alias kurang sanggup memposisikan diri sebagai pewawancara yang baik.

Satu hal yang paling bisa dijadikan alasan kurang ciamik-nya performance Nana adalah, karena tayangan talkshow “Jurus Jonan” dilakukan secara langsung (live). Artinya, tidak ada proses editing untuk “pertanyaan dan jawaban” yang terlontar sepanjang talkshow berlangsung. Alhasil, kelebihan Nana sebagai pewawancara sekaligus “tuan rumah Mata Najwa dapat mudah terlihat, sekaligus pula kelemahannya terutama terkait content pertanyaan yang diajukan.

Sepanjang talkshow berlangsung, setidaknya ada empat point yang dapat dijadikan penilaian atas lemahnya performance Nana yang seperti keteteran menghadapi Jonan. Pertama, tim riset Mata Najwa kurang teliti dalam menemukan, mengumpulkan, menggali fakta dan data terkait perkembangan terakhir, seputar kebijakan maupun gebrakan yang dilakukan Menhub Jonan. Padahal, fakta dan data ini penting ketika dijadikan sebagai paparan pembuka dari pertanyaan awal yang hendak diajukan Nana. Sayangnya, lantaran paparan awal yang diajukan Nana ternyata salah, maka berakibat, baru pembukaan talkshow, Nana sudah terlihat kikuk, “salah tingkah”. Apalagi ketika paparan yang salah itu kemudian justru dikoreksi oleh Jonan.

[caption id="attachment_391123" align="aligncenter" width="567" caption="Ketika talkshow Mata Najwa secara live. Menhub Ignasius Jonan dan host Najwa Shihab. (Foto: metrotvnews.com)"]

1421374531920374184
1421374531920374184
[/caption]

*****

Apa yang dilakukan oleh Anda dan teman-teman di kementerian, beberapa hari yang lalu, ketika 11 pejabat yang dimutasi (dari) berbagai eselon. Eselon I ada yang digeser … (langsung dipotong oleh Jonan).

Enggak ada eselon I, enggak ada.

Ada yang diganti. Bukan karena, itu kan, bukan?

Itu sudah kosong delapan bulan.

Itu pertama yang mau saya luruskan. Dianggap tidak perform dan diganti, itu salah?

Salah.

Mutasi, eh, pergantian biasa karena pensiun. Kebetulan saja ada kecelakaan di sektor itu. Kebetulan saja Pak?

Saya kira kebetulan karena proses pencalonan Dirjen Perhubungan Udara sudah berjalan sebelum adanya kecelakaan pesawat AirAsia, yang QZ8501.

Tidak ada hubungannya dengan upaya Anda beberes?

Enggak.

[caption id="attachment_391124" align="aligncenter" width="400" caption="Najwa Shihab sedang dress up sebelum memandu talkshow Mata Najwa. (Foto: metrotvnews.com)"]

14213746511549547970
14213746511549547970
[/caption]

*****

Kedua, entah mengapa, Nana yang biasanya smart dan tahu banyak hal (bahkan yang tersembunyi sekali pun), kali ini justru terkesan kurang menguasai materi talkshow. Simak saja pada sessi kedua, ketika talkshow baru akan mulai dilanjutkan, lagi-lagi paparan Nana salah, dan dibetulkan oleh Jonan. Ini terkait dengan lembaga tertentu yang mengeluarkan izin slot (penerbangan).

Pak Jonan saya mau bertanya soal lain, eh, tapi saya mau melanjutkan sedikit tadi, soal izin slot, dan kemudian rencana Anda untuk membubarkan lembaga yang selama ini berwenang untuk mengeluarkan izin slot?

Bukan. Enggak berwenang.

Tapi mengeluarkan izin, dia kan Pak?

Enggak. Itu yang mengeluarkan slot. Itu kayak, apa ya, tim adhoc itu, dibentuk oleh Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara.

Apakah lolosnya penerbangan yang hanya bermodalkan izin slot ini, bisakah menjadi dasar indikasi, bahwa memang mungkin saja ada kongkalikong kalau kita bicara soal izin dan rute penerbangan?

Bisa aja.

Apakah Anda menemukan ada indikasi lain, selain yang memang kita lihat itu, penerbangan yang bisa terbang hanya dengan bermodalkan (izin) slot saja?

Kalau menurut saya begini ya, kemungkinannya itu, ini pandangan pribadi (ada) dua. Satu, itu memang yang di lapangan itu tidak tahu bahwa izin slot bukan izin yang harus didapat. Tapi kok ya aneh sekali, kok enggak tahu. Nah yang kedua, ya memang sengaja. Itu aja.

*****

Kesan bahwa Nana kurang memahami materi yang tengah dibicarakan juga muncul, manakala pembahasan menyinggung masalah inspector yang mustinya mengawasi operasi penerbangan.

Jadi, inspector yang memeriksa kelayakan, yang memeriksa maskapai … (Jonan memotong)

Bukan, bukan. (Inspector) yang mengawasi operasi.

Yang mengawasi operasi itu(Jonan memotong lagi)

Itu harus pilot.

Harus pilot, dan dengan gaji Rp 3,5 juta, dan dia juga ada kewajiban untuk menambah jam terbang dan sebagainya, dan dia juga bekerja di maskapai(Jonan kembali memotong lagi)

Bukan kewajiban.

[caption id="attachment_391125" align="aligncenter" width="400" caption="Najwa Shihab behind the scene bersama tim kerjanya. (Foto: metrotvnews.com)"]

1421374714880428696
1421374714880428696
[/caption]

** ***

Ketiga, dalam talkshow Mata Najwa yang disiarkan secara live ini, Nana mengajukan pertanyaan langsung kepada Menhub Jonan tetapi tanpa menggiring atau mengarahkan hal-hal apa yang musti dijawab atau ditanggapi narasumber. Pertanyaan langsung yang baik, contohnya adalah sebagai berikut: “Bagaimana pendapat Bapak dengan birokrasi pendidikan saat ini?”

Faktanya, Nana melakukan blunder ketika mengajukan gaya pertanyaan langsung. Sehingga ujung-ujungnya, Jonan malah terlihat bingung sendiri, dan balik bertanya: “Apa yang mau saya tanggapi?”

Kejadian selengkapnya begini. Usai sessi talkshow, dimana tim Mata Najwa menampilkan testimoni dari seorang mantan pramugari dan mantan pilot maskapai bertarif rendah yang wajah dan suaranya disamarkan, Nana langsung menegaskan bahwa, tim Mata Najwa sudah berusaha meminta konfirmasi dari sejumlah maskapai bertarif rendah, tapi berujung pada penolakan. Selesai bicara begitu, tanpa ada jeda maupun “jembatan” (bridging) untuk menghubungkan kepada sebuah pertanyaan, Nana spontan meminta Jonan menanggapi testimoni yang baru saja ditayangkan. Kontan, Jonan dengan lugunya balik bertanya: “Apa yang mau saya tanggapi?”

Menyimak “pertanyaan dibalas dengan pertanyaan” seperti itu, Nana seperti “tidak suka” sekaligus “tidak siap” menerima pertanyaan balik dari Jonan seperti itu. Begini seutuhnya:

Pemirsa, saya harus sampaikan bahwa kami berusaha sangat keras untuk meminta konfirmasi dari AirAsia, dan dari beberapa maskapai bertarif rendah lainnya, tapi mereka semua menolak untuk memberikan komentar. Pak Jonan, saya minta Anda menanggapi testimoni tadi.

Apa yang mau saya tanggapi?

Eh, terkejut, tidak terkejut, sudah biasa, bukan hal baru, atau ada kaitannyakah seperti yang tadi kita dengarkan?

‘Kan saya katakan, transportasi itu ngurusnya harus logical, harus masuk akal, tidak bisa sentimental. Jadi, kalau harganya tiketnya itu terlalu murah, ya pasti penghematannya banyak. Menurut saya, itu.

*****

“Keluguan” Jonan yang balik bertanya kepada Nana, tentang apa yang musti dirinya tanggapi sebagai narasumber terhadap testimoni mantan pramugari dan mantan pilot maskapai bertarif rendah, adalah lumrah. Maklum, dalam testimoni tersebut banyak hal yang mengemuka, mulai dari penghematan biaya operasional maskapai bertarif rendah, tidak adanya kendaraan antar-jemput sehabis bekerja, waktu kesiapan pilot yang kurang cukup untuk mempersiapkan segala hal bertalian dengan penerbangan, dan sebagainya. Jadi, maklum apabila Jonan balik bertanya: “Apa yang mau saya tanggapi?”

Sebagai pemirsa yang cerdas, mustinya kita menyaksikan betapa Nana sebagai “wakil khalayak”---di layar kaca televisi---kurang matang dalam mengajukan pertanyaan langsung tersebut, sehingga berakibat munculnya pertanyaan balik dari Jonan. Alangkah lebih baik, bila pertanyaan langsung Nana adalah sebagai berikut: “Menyaksikan testimoni barusan, bagaimana tanggapan Pak Jonan, terhadap maskapai bertarif rendah yang akhirnya, terlalu melakukan penghematan termasuk biaya operasional?”

Terhadap blunder Nana dalam mengajukan “pertanyaan yang kemudian justru dijawab dengan pertanyaan balik” oleh narasumber, penulis yakin, andai saja talkshow bertajuk “Jurus Jonan” ini ditayangkan recorded (rekaman, atau tidak live), pasti blunder ini termasuk yang “wajib” disunting. Maklum, kejadian “pertanyaan pewawancara yang justru dijawab dengan pertanyaan lagi oleh narasumber” seperti ini, justru mencerminkan pewawancara yang kurang baik dalam mengajukan pertanyaan, dan terlebih lagi, mengendalikan wawancara.

Ironisnya, apa yang dilakukan Nana dan terjadi pada Jonan, justru diulangi lagi ketika Nana mengajukan pertanyaan langsung yang senada, kepada mantan Dirut Merpati, Sardjono Jhony. Lagi-lagi, narasumber yang ditanya harus bertanya balik dengan nada bingung, “Yang mana yang harus ditanggapi?” Dan untuk itu, Nana harus kembali mengulang bertanya sekaligus memperjelas kembali pertanyaannya.

Saya ingin melanjutkan tadi yang terputus sebelum Headline News adalah soal keputusan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan yang mengubah tarif batas penerbangan yang kemudian mendapatkan kritikan “kanan-kiri”, Pak Jonan. Sebelum Anda menanggapi, saya ingin ke Pak Sardjono Jhony, mantan Dirut Merpati yang juga mantan pilot, saya minta Anda menanggapi dong testimoni rekan Anda, kolega Anda.

Yang mana tadi, yang ... (Nana kemudian menjelaskan ulang pertanyaannya).

Yang soal bahwa, eh, kesimpulannya adalah karena memang low cost, karenanya mempengaruhi safety atau keselamatan. Anda sependapat dengan itu?

Eh, tergantung maskapainya ya. Jadi, memang ada misconception tentang low cost carrier. Tapi saya ingin mengomentari dulu, pendapat itu. Yang namanya route reserve itu tidak lebih dari tiga persen, jadi tidak akan berpengaruh sama penerbangan dan sebagainya. Dan saya rasa, Pak Jonan boleh bangga, enggak ada pilot di Indonesia yang akan accept, dipaksa terbang dibawah daripada requirement field on board. Itu sangat tidak mungkin. Karena itu nyawa pilotnya juga. Pasti dia akan menolak duluan. Itu dulu yang saya komentari … (dan seterusnya).

[caption id="attachment_391127" align="aligncenter" width="267" caption="Najwa Shihab sedang dress up sebelum memandu talkshow Mata Najwa. (Foto: metrotvnews.com)"]

1421374804181447742
1421374804181447742
[/caption]

*****

Keempat, meski secara keseluruhan Nana mampu menuntaskan talkshow secara baik, tapi ada beberapa bagian wawancara yang justru mempertontonkan bahwa, Wakil Pemimpin Redaksi MetroTV ini malah “bisa” diarahkan oleh narasumbernya, Menhub Jonan. Alih-alih ingin meminta penjelasan (mengenai pengawasan penerbangan) secara lebih detil, Nana justru disodori pertanyaan balik tak terduga oleh Jonan. Akibatnya fatal, host cantik kelahiran Makassar, 16 September 1977 ini seolah berbalik posisinya, dari pewawancara menjadi “narasumber”.

Okey, kalau kita bicara menyeluruh soal itu Pak Jonan, pengawasan, dan apa saja, eh saya tahu Anda sudah mengeluarkan sejak dua bulan ada setumpuk Peraturan Menteri yang Anda keluarkan. Semua hal, Anda keluarkan peraturan, eh apa lagi?

Ini, ngomong teori, apa ngomong fakta?

Fakta Pak.

Kalau fakta, begini, kan tadi katanya Pak Gerry, industri (penerbangan) ini tertutup. Kalau misalnya, pelaku dari industri ini, termasuk bandara dan sebagainya, yang tertutup ada 90, maka yang mau diawasi itu apa?

*****

Terus-terang, cukup sulit menghadapi narasumber dengan gaya bicara, pembawaan mimik wajah, dan body language seperti Menhub Jonan. Tipikal seperti ini tidak “meledak-ledak”, mampu mengontrol emosi, dan tetap tangguh untuk senantiasa “waspada” terhadap pertanyaan-pertanyaan “nakal”, kritis, menggiring, dan akhirnya “menelanjangi”, seperti yang biasa dilontarkan pewawancara ulung sekaliber Nana. Lebih sulit lagi, talkshow ini ditayangkan secara live, sehingga siapa pun pewawancara yang kurang siap, kurang berpengalaman, pasti akan menemui kesulitan mewawancarai tipikal narasumber seperti Jonan.

Jonan mampu berbicara layaknya birokrat yang “pelit ngomong”, “menyembunyikan” cerita dan berita, tetapi pada sisi lain, mampu “menyerang balik” dengan pernyataan yang tegas, dan tak jarang membuat pemirsa memberi apresiasi dengan spontan bertepuk tangan. Beberapa kali Nana kurang sanggup menggiring Jonan untuk berani bercerita lebih terbuka dan lebih banyak lagi. Misalnya, ketika Nana bermaksud mencecar pribadi Menhub Jonan yang konon adalah pemarah.

Usai mempertontonkan sejumlah foto Menhub Jonan dalam berbagai kesempatan, Nana berusaha untuk mencecar pribadi Jonan yang kabarnya suka marah-marah dalam konteks pekerjaan.

Kalau di foto-foto tadi sih, yang marahnya kayaknya sedikit sih. Sudah berapa kali marahin orang di Kementerian Pak, sebelum 100 hari? Mutasi, mindahin sudah, membekukan izin sudah. Apa lagi?

Lupa saya.

Lupa. Sangking banyaknya?

Saya kira, apa perlu dimarahi? Ini kan aparatur Negara itu direkrut, dididik, disumpah dan sebagainya. Masak perlu dimarahi. Enggak usah saya kira.

Tidak usah dimarahi?

Enggak usah.

*****

Atau, upaya Nana ketika berusaha mendesak Jonan, untuk mengorek jawaban lebih dalam, terkait upaya meningkatkan keselamatan pada moda transportasi darat, menyusul atau melanjutkan jawaban dari Tulus Abadi, pengurus harian YLKI. Disini, upaya Nana untuk mencoba membujuk dan mencecar Menhub Jonan bicara lebih banyak lagi, nyata-nyata berhasil “dimentahkan” Jonan. Tidak cuma itu, Jonan malah sanggup ‘menghempaskan” posisi Nana yang menunjukkan agresifitas dalam mencecar melalui pertanyaan yang memberondong.

Setelah menyimak jawaban Tulus Abadi dari YLKI, dengan tanggap Nana kemudian bertanya:

Pak Jonan ada tanggapan soal itu, singkat saja.

Itu, antar departemen ya. Saya lagi cari cara nanti, bagaimana partisipasi Kementerian Perhubungan itu untuk mengurangi angka kecelakaan di darat. Mungkin, kalau transportasi publik di darat, itu mungkin lebih mudah. Tapi, kalau transportasi private, nah ini, ini mungkin tidak mudah, menurut saya. Karena, ya tertib berlalu-lintas, kualitas jalan, apakah dia itu memiliki Surat Izin Mengemudi atau tidak, dan sebagainya, ini di luar Kementerian Perhubungan. Saya mau sih ngurusin, pasti mau. Coba nanti saya pikirkan caranya. Tapi, kalau saya tahu pun, saya enggak akan cerita malam ini.

Kenapa Pak?

Karena, saya enggak suka cerita rencana. Saya jalanin dulu aja, dan nanti kita lihat.

Takut ditagih?

Enggak juga sih, ya karena, Anda juga enggak bisa bantu. (Jonan tersenyum, sementara Nana tertawa).

[caption id="attachment_391128" align="aligncenter" width="567" caption="Suasana dibalik layar talk show Mata Najwa. (Foto: metrotvnews.com)"]

14213748621197761569
14213748621197761569
[/caption]

*****

Akhirnya, menjadi pelajaran berharga bagi semua pewawancara untuk “berhati-hati” menghadapi narasumber dengan tipikal seperti Menhub Jonan. Apalagi, kalau wawancaranya dilakukan secara live. Dalam satu kesempatan break talkshow Mata Najwa bertema “Jurus Jonan” itu pun, secara off air namun masih terdengar samar-samar, Menhub Jonan sempat bertanya kepada Nana, “Agak sulit ya mewawancarai saya. Karena jawabannya pendek-pendek?”

Tips menghadapi narasumber “rada sulit” seperti Menhub Jonan, adalah: (1). Mempersiapkan diri dengan daftar pertanyaan yang banyak, dan “bertingkat” atau disambungkan dengan pertanyaan lanjutan. Karena, Jonan sendiri mengakui, sebagai narasumber, dirinya kerap menjawab secara singkat, atau pendek-pendek. (2). Kuasai masalah. Kalau tidak mau terjebak pada kekikukan dan salah tingkah seperti Nana, maka kuasai materi bahasan yang akan disampaikan. Jangan sampai terjadi, narasumber mengoreksi dan membetulkan apa yang disampaikan pewawancara. (3). Waspada, karena narasumber dengan tipikal seperti Menhub Jonan tidak gentar menghadapi cecaran pertanyaan “nakal” dari pewawancara. Malah pada suatu saat, Jonan terbukti sanggup membalikkan posisinya sebagai “pewawancara” (bukan narasumber). Kalau ini sampai terjadi, maka point positif dari wawancara akan hilang, dan kemampuan pewawancara dalam mengendalikan wawancara dan mengajukan pertanyaan patut dipertanyakan. (4). Last but not least, lakukan riset fakta dan data secara aktual dan teliti. Hal ini untuk menghindari kesalahan pemaparan fakta dan data, yang berakibat justru dikoreksi oleh narasumber seperti Jonan. Maklum, terbukti sekali bahwa Jonan bukan saja tipikal narasumber yang perfeksionis, tapi selalu menyimak setiap pertanyaan yang diajukan pewawancara secara teliti.

Dalam bahasa Purnama Suwardi---mantan produser TVRI, yang kini menjabat Kepala Pusdiklat TVRI---dalam bukunya Panduan Wawancara Televisi, 2013:“Anda tidak layak melakukan wawancara jika tidak mempunyai persiapan yang cukup. Pewawancara yang baik dan sukses adalah pewawancara yang memiliki kesiapan diri yang prima. Kesiapan diri disini bukan sekadar kesiapan untuk tampil sebagai “mesin tanya” yang bekerja atas dasar masukan atau feeding dari produser acara saja, akan tetapi juga ditentukan oleh pemahamannya terhadap topik yang diwawancarakan”.

Kita berharap, Nana mengambil pelajaran dari talkshow “Jurus Jonan” ini. Karena terbukti, “jurus-jurus Jonan’ sebagai narasumber, beberapa kali berhasil membuat Nana sebagai pewawancara nyaris klepek-klepek.

Tetap semangat, Nana!


Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun