Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Seni Artikel Utama

Batik Cirebon, Jangan Asal Sebut Mega Mendung

18 Juli 2022   15:12 Diperbarui: 19 Juli 2022   02:50 2931
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Motif "Wadasan" ada juga di Gapura Kutagara Keraton Kasepuhan Cirebon. (Foto: keratonkasepuhan3[dot]blogspot[dot]com)

Usia motif Batik Mega Mendung khas Cirebon, Jawa Barat, saya perkirakan lebih dari 440 tahun. Bagaimana mendapatkan penjelasannya? Sederhana.

Pergilah ke Keraton Kasepuhan Cirebon (KCC) di Jalan Kasepuhan No.43 Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Cirebon. Di sana, kunjungi Museum Pusaka KCC. Kita akan bisa menemukan ukiran kayu karya Panembahan II (Panembahan Girilaya) yang diberi judul "Ganesha Naik Gajah".

Perhatikan seksama ukiran kayu yang dibuat tahun 1582 itu. Diantara keseluruhan ukiran, kita akan temui bentuk ukiran awan berarak. Sama seperti motif Batik Mega Mendung yang saat ini semakin mendunia!

Beberapa Kain Batik Motif Mega Mendung. (Foto: @batikmoon)
Beberapa Kain Batik Motif Mega Mendung. (Foto: @batikmoon)

Hingga 2022 ini, ukiran kayu itu sudah berusia 440 tahun. Artinya, sketsa  Mega Mendung sudah ada, minimal sejak sejak 44 dasawarsa silam. Benda kuno bersejarah yang luar biasa. Selama ratusan tahun motif Mega Mendung berhasil "diabadikan" di ukiran kayu itu.

Lantas, apakah itu berarti Panembahan II pulalah yang menciptakan motif Mega Mendung? Walllahu'alam. Jawabannya bisa "ya" dan "tidak". "Ya", karena Panembahan II itu yang mengukir motif Mega Mendung di papan kayu. Nampak sekali, awan (mega) itu menjadi latar belakang sisi atas dari Ganesha yang sedang naik gajah.

Tapi, jawabannya juga bisa "tidak". Karena mungkin saja, Panembahan II mengukir motif Mega Mendung dengan mengikuti sketsa awan (mega) yang sebelumnya sudah terkenal sebelum tahun 1582. Periode dimana terjadi akulturasi dan asimilasi budaya antara "made in lokal" dengan "made in pendatang". Dalam hal ini, yang sering disebut-sebut sebagai "made in pendatang" adalah dari China.

Ukiran Kayu Ganesha Naik Gajah (1852). Sebelah kiri dan kanan ada motif Wadasan. Di atas gajah ada motif Mega Mendung. (Foto: Gapey Sandy)
Ukiran Kayu Ganesha Naik Gajah (1852). Sebelah kiri dan kanan ada motif Wadasan. Di atas gajah ada motif Mega Mendung. (Foto: Gapey Sandy)

Dari jawaban "tidak" itu juga, kita bisa mengira, Panembahan II mengukir motif Mega Mendung berdasarkan pengaruh seni China yang menguat di Cirebon. Memangnya seberapa kental "ke-China-an" itu merebak di Cirebon? Wah, ya jelas saja sangat mengental. Karena bukankah Syekh Syarief Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati (1448-1568) saja memperistri Putri Ong Tien Nio, putri dari Kaisar Hongi Gie dari Dinasti Ming di Negeri Tar Tar.

Kehadiran Ong Tien Nio sebagai istri Sunan Gunung Jati sudah tentu kian membuat akulturasi dan asimilasi budaya "Cirebon dan China" makin gebyar di lingkungan dalam Keraton Cirebon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun