Kedua, memasyarakatkan terus pentingnya menyiapkan ransel "UGD" bencana. Minimal satu kepala keluarga, di setiap rumah, punya ransel "UGD" itu. Setiap saat bila ada bencana, tinggal angkat dan bawa seraya mencari tempat perlindungan.
Ketiga, bencana nasional COVID-19 mengajarkan kita betapa pentingnya piranti teknologi mitigasi bencana.
Kementerian Kominfo merilis aplikasi "PeduliLindungi" di sistem android. Aplikasi ini merupakan penyelenggaraan tracing, tracking dan fensing in dengan infrastruktur sistem dan aplikasi telekomunikasi.
Aplikasi ini membantu memutus mata rantai penularan virus korona. Caranya, mengidentifikasi orang-orang yang pernah berada dalam jarak dekat dengan orang yang dinyatakan positif COVID-19, Pasien Dalam Pengawasan (PDP), dan Orang Dalam Pemantauan (ODP).
Itu untuk bencana wabah virus korona. Untuk bencana lain kita belum punya seperti yang sudah dikembangkan Jepang.
Setiap telepon pintar di Jepang dilengkapi sistem peringatan dini gempa dan tsunami. Hanya hitungan detik, peringatan itu akan dikirimkan ke smartphone pengguna. Pengirimannya sebelum bencana terjadi. Ingat ya, SEBELUM BENCANA TERJADI. Sehingga masyarakat bisa cepat mencari tempat perlindungan.
Lha, di Indonesia bagaimana? Jangankan membenamkan sistem peringatan dini bencana melalui smartphone, bahkan alat pendeteksi tsunami (buoy) di lautan lepas saja bisa ada yang mencuri. Selain tidak berfungsi.
Pencuri paham benar. Alat sensor yang ada di buoy, harganya lumayan melangit kalau dijual sebagai barbeku, barang bekas berkualitas. Duhhhhh ...
Yuk Indonesia mulai bebenah tentang sistem peringatan dini bencana. Sekali lagi, ingat lho, tekankan pada SEBELUM BENCANA TERJADI. Targetnya, hitungan per detik seperti sistem teknologi yang Jepang miliki.