Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Hari Kesiapsiagaan Bencana, Bagaimana Bersahabat dengan Bencana?

26 April 2020   10:20 Diperbarui: 26 April 2020   15:45 1139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Infografis Gempa Bumi M7,2 Halmahera Selatan. (Sumber: bnpb.go.id)

Tersebut dalam Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana itu adalah "penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana".

Sepertinya, ini yang kurang di negeri kita. Acapkali ada bencana kita selalu gagap. Lalu tergopoh-gopoh menyelenggarakan penanganan bencana. Padahal ingat kan tadi, kita punya badan penanganan bencana sudah sejak 1945.

Indonesia baru merdeka, lembaga penangananan bencana sudah siap. Hebat bukan? Tapi soal gimana kinerjanya, silakan nilai sendiri-sendiri saja.

Topi Tim Medis Bantuan Bencana Jepang. (Foto: REUTERS / Toru Hanai)
Topi Tim Medis Bantuan Bencana Jepang. (Foto: REUTERS / Toru Hanai)

Bencana alam yang mematikan di Jepang. (Foto: phys.org)
Bencana alam yang mematikan di Jepang. (Foto: phys.org)

Mitigasi bencana di Jepang bisa kita contoh. Pertama, melibatkan ibu-ibu rumah tangga.


Jangan anggap remeh kaum ibu di Jepang lho, kalau sedang ada bencana. Mereka ini sudah terlatih cekatan mematikan aliran listrik dan gas di rumah bila ada gempa. Mengingatkan anak-anak dan anggota keluarga lainnya untuk berlindung. Juga selalu aktif mempersiapkan ransel gawat darurat bencana.

Ransel "UGD" bencana itu berisi lampu senter, logistik untuk maksimal tiga hari, obat-obatan (P3K), power bank, uang saku, kartu identitas, peluit, masker dan lain sebagainya.

Indonesia bisa menirunya. Tak usah membentuk komunitas ibu-ibu rumah tangga tanggap bencana. Cukup maksimalkan yang ada saja. Misalnya dengan memainkan peran lebih banyak kepada ibu-ibu juru pemantau jentik (nyamuk DBD). Alias, para jumantik!

Mereka - "jumantikers" itu - sudah ada di struktural kabupaten, kota, kecamatan, kelurahan sampai ke tingkat RW dan RT. Kerja mereka juga sudah terbukti. Teruji. Jangankan bak mandi warga, bahkan tatakan air dispenser rumah kita pun tak luput turut diperhatikan. Dicatat. Dilaporkan!

Nah, para kader jumantik bisa meneladani apa yang dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga di Jepang, dalam memitigasi bencana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun