Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kurasi Artikel Ekonomi Hilman Fajrian, "Rhenald Kasali"-nya Kompasiana

12 Januari 2018   14:34 Diperbarui: 13 Januari 2018   12:03 1846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Screenshot tulisan Hilman Fajrian di Kompasiana.

Anda ingin berdagang kuliner dan merasa resep rahasia sayur lodeh nenek buyut anda begitu dahsyatnya. Maka anda ingin bangun restoran. Anda tak mau kecil-kecilan dulu, maunya langsung besar (gengsi dong kalau kecil). Minimal 10 meja. Anda perlu modal besar yang tak anda miliki. Maka anda pergi ke bank dan 'menyekolahkan' sertifikat rumah. Restoran berdiri, pengunjung sepi, setahun tutup, rumah hilang. Terdengar familiar?

Hilman punya cerita tentang kisah sukses sahabatnya. Begini.

Saya punya teman sejak SMA, Umy Novita namanya. Dulu ia bekerja sebagai staf di sebuah sekolah internasional di Balikpapan. Suatu hari ia keluar karena ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluarga dan memulai usaha sendiri. Umy pandai membuat kue.

Ia menerima banyak pesanan kue yang dipromosikan dari mulut ke mulut atau media sosial. Ia tak punya toko kue, semuanya dikerjakan di rumah dan dibantu oleh keluarga. Kue yang ia buat hanya berdasarkan pesanan. Merk usahanya bernama Bakul Wadai (Bahasa Banjar: kue).

Tiba hari dimana Umy melakukan lompatan: menjual burger sebagai produk khas. Merknya Burger "Si Lamak" (Bahasa Banjar: gemuk). Usahanya tetap home kitchen dan memproduksi sesuai pesanan. Sampai suatu saat pesanan begitu banyaknya dan konsumen makin menuntut adanya kios. Akhirnya dia menyewa sebuah kios kecil di sentral kuliner di Balikpapan.

 Dari hanya 1 menu burger, kini Umy punya beberapa model burger yang ia hadirkan secara bertahap. Bisnisnya ramai. Dan kini Umy meningkatkan lagi usahanya dengan usaha roti di luar burger, tapi masih home kitchen. Umy memang belum bisa beli mobil sport 7 buah dari hasil usahanya. Tapi Umy sukses menumbuhkan usaha kreatifnya secara sehat dan punya daya tahan.

e. Mulai Dari Yang Sederhana

Apa yang dilakukan Umy mencontohkan, memulai bisnis dengan produk yang sederhana, tapi bisa memecahkan masalah dasar. Namun produk dasar itu bisa terus dikembangkan secara bertahap. Orang ingin burger, ya dikasih burger. Tidak neko-neko. Tidak diberi kemasan mahal nan cantik berharga mahal. Tidak pakai bendera burger.

Tidak pakai kartu nama. Tidak pakai segala yang tidak perlu untuk memecahkan masalah dasar akan kebutuhan burger yang enak. Dengan demikian ia bisa menekan biaya yang otomatis mendapatkan laba yang baik. Produk seperti ini dinamakan minimum viable product (MVP); produk yang bisa memecahkan masalah dasar dan bisa terus dikembangkan. Tujuan utama MVP adalah memulai proses belajar, bukan mengakhirinya.

Metode ini juga kontra intuitif karena biasanya pencipta ingin barangnya langsung sempurna ketika sampai di pasar. Pengusaha punya visi yang membayangkan produknya berkualitas begitu tingginya hingga bisa mengubah dunia, buka coba-coba. Padahal, produk yang ia anggap sempurna itu belum tentu berhasil di pasar. Tak hanya itu, membuat produk sempurna akan membutuhkan waktu, tenaga dan uang sangat besar. Yang ketika gagal, bayangkan pemborosan yang dihasilkan.

f. Banting Setir

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun