Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Batik Etnik Tangsel Menuju Go Internasional

24 Maret 2017   16:07 Diperbarui: 24 Maret 2017   16:15 983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Batik Etnik Tangsel motif Badak Bercula Satu. (Foto: Gapey Sandy)

“Membatik itu ada ruhnya. Tidak asal sekadar menorehkan malam menggunakan canting di atas selembar kain saja.”

Kalimat sarat falsafah itu meluncur dari Nelty Fariza Kusmilianti, salah seorang pengrajin Batik Etnik Tangerang Selatan (Tangsel) ketika dijumpai komunitas Ketapels --- Kompasianer Tangsel Plus --- di lobby Hotel Santika, Bintaro, pada pertengahan Maret kemarin.

Pertemuan sengaja dilaksanakan untuk membicarakan rencana menggelar talkshow & workshop#KetapelsMembatik bertajuk ‘Saatnya Batik Etnik Tangsel Memegang Kendali Menuju Go Internasional’. Perhelatannya sendiri bakal dilangsungkan Sabtu, 25 Maret 2017 (09.00 – 14.30 wib) di Galeri Sekar Purnama, Pondok Aren, Tangsel.

Merek batik ‘Sekar Purnama’ itu sendiri memang erat kaitannya dengan Nelty. Maklum, perempuan kelahiran Cianjur, 8 September 1962 ini tak lain dan tak bukan adalah sang pemiliknya.

“Saya mulai menekuni usaha kerajinan membatik sejak tahun 2004. Waktu itu, Batik Etnik Tangsel belum ada, karena Kota Tangsel sendiri pun belum lahir. Meski begitu, motif batik etnik sudah mulai saya kembangkan sejak pertama terjun ke dunia membatik,” kenang Nelty yang menetap di Villa Bintaro Regency, Pondok Aren, Tangsel.

Pilihan Nelty untuk serius membuka usaha kerajinan batik etnik ternyata tepat! Karena, pada tahun-tahun berikutnya, 2005 – 2006, Nelty berhasil membawa marwah dan kebanggaan batik etnik hingga ke mancanegara, dalam hal ini Jepang. Ketika itu, Nelty --- yang kini masih menjabat sebagai Ketua Bidang Event Organizer Ikatan Kartini Profesional Banten, Indonesia (IKAPRI) periode 2014 hingga 2019 ---, sukses menggelar pameran batik etnik di Negeri Matahari Terbit itu. Sekaligus pula Nelty mendulang banyak pundi-pundi Yen Jepang karena berhasil mencatatkan angka penjualan batik etnik yang mencengangkan.

Bagaimana enggak? Asal tahu saja, ketika di Tokyo itu, batik etnik Banten yang sengaja dibuat dan dipamerkan Nelty, ludes diborong pengunjung yang banyak diantaranya merupakan jajaran diplomat asing. Termasuk, coba tebak siapa ayo? Ya betul, keluarga istana kekaisaran Jepang pun tertarik demi melihat keindahan desain juga motif batik etnik Banten. Mereka pun ikut membelinya.

Acara #KetapelsMembatik. (Sumber: Kompasiana)
Acara #KetapelsMembatik. (Sumber: Kompasiana)
Sukses menaikkan gengsi Batik Etnik Banten di Jepang, Nelty yang tak pernah berhenti menciptakan berbagai kreasi batik mulai mengembangkan Batik Etnik Kabupaten Tangerang. Sebut saja namanya, Batik Benteng Tangerang. Jerih payah Nelty rupanya begitu diapresiasi petinggi wilayah. Malah tidak tanggung-tanggung, peluncuran Batik Banteng Tangerang dihelat secara khusus di HUT ke-65 Kabupaten Tangerang yang jatuh pada 27 Desember 2008. Hadir dua tokoh sentral ketika itu, Bupati Ismet Iskandar dan Ketua DPRD Kabupaten Tangerang Endang Sudjana.

“Menariknya, motif etnik dari Batik Benteng Tangerang justru mencerminkan percampuran budaya yang melekat dari sejumlah wilayah yang begitu kuat pengaruhnya. Misi saya adalah untuk mengangkat nilai positif dari akulturasi budaya masyarakat. Diantaranya, masyarakat Tionghoa yang ada di Tangerang dimana mereka dikenal dengan sebutan Cina Benteng. Dengan motif Batik Benteng ini saya berharap orang juga tahu, bahwa ada akulturasi budaya dari unsur masyarakat Tionghoa di Tangerang. Bahkan tidak hanya sekadar tahu, tapi saya berharap siapa saja akan mengerti bahwa masyarakat Cina Benteng bahkan pernah ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Motif Batik Benteng misalnya, saya mengangkat tentang faunanya seperti gambar Ular Naga, juga warna batiknya yang kontras dengan dominasi warna merah dan kuning keemasan,” tutur anggota Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) pimpinan Ketua Umum Elza Syarief ini.

 Tak hanya itu, ada juga motif Ondel-ondel Betawi, dan motif geometris Al-Bantani yang terinspirasi dari tokoh ulama Banten bernama Syekh Al Bantani. Tak cuma itu, motif Gerbang Tigaraksa pun pernah juga menjadi sumber inspirasi Nelty berkreasi.

Nah, ketika Kota Tangsel lahir pada 2008 lalu, Nelty yang sudah cukup pengalaman membuat batik etnik dengan mengangkat kearifan lokal tak mau menyia-nyiakan kesempatan. Ia pun turut menjadi salah seorang pengrajin yang melahirkan Batik Etnik Tangsel.

“Ketika Tangsel lahir, akhirnya saya juga membuat Batik Tangsel, karena memang toh saya juga bermukim di Tangsel. Apalagi saya sudah mengawali usaha batik ini dengan membangun market. Ini penting karena jangan sampai sementara ‘dapur’ kita melakukan produksi, tapi ‘ngebul’-nya malah tidak terjadi. Jadi, saya awali usaha membatik ini dengan membangun pasar sampai ke mancanegara,” ujar Nelty yang mengaku baru belajar membatik sejak 2002.

Pengerjaan Batik Etnik Tangsel di Galeri Sekar Purnama. (Foto: Gapey Sandy)
Pengerjaan Batik Etnik Tangsel di Galeri Sekar Purnama. (Foto: Gapey Sandy)
Begitulah, nampaknya Batik Etnik Tangsel memang terlahir bukan dari ‘rahim’ sosok tertentu. Ia lahir dan besar lantaran perkembangan masa menyusul kelahiran Kota Tangsel. Barulah dari sini kemudian para pengrajin batik etnik --- termasuk Nelty --- mengembangkan inovasi dan kreasi sendiri-sendiri. Meski begitu, kearifan lokal tetap menjadi prioritas utama, termasuk memunculkan kekayaan alam lingkungan sekitar beserta potensi kewilayahan yang ada.

Menurut Nelty, salah satu motif yang tidak bisa dilepaskan adalah Bunga Anggrek van Douglas yang berwarna ungu. “Memang, selalu diusahakan untuk mengangkat kearifan budaya lokal diantaranya dengan memilih ikon flora dan fauna. Nah, karena di sejumlah wilayah Tangsel masyarakat ramai membudidayakan Anggrek Ungu jenis Van Douglas, maka motif Anggrek biasanya selalu muncul pada setiap desain dan motif Batik Etnik Tangsel. Apalagi, Walikota Airin Rachmi Diany sempat berharap agar Anggrek van Douglas menjadi lambang Kota Tangsel,” urai Nelty.

Motif lain? Tentu saja terus dikembangkan oleh para pengrajin Batik Etnik Tangsel yang jumlahnya masih terbatas hitungan jari. “Kami coba untuk mengangat potensi dan kearifan budaya lokal seperti misalnya Stasiun Sudimara di Jombang, Tangsel yang ternyata apabila dituangkan menjadi motif batik memiliki karisma yang luar biasa. Bahkan, ada juga motif Kacang Kulit Sangrai Keranggan. Seperti kita tahu, wilayah Keranggan di Kecamatan Setu, Tangsel, menjadi sentra produksi kacang kulit sangrai yang sudah begitu masyhur,” tutur Nelty mencontohkan.

Eh, asal tahu saja, belum lama ini, Walikota Airin Rachmi Diany dalam satu kesempatan kerjanya pun mengenakan busana Batik Etnik Tangsel bermotif Kacang Sangrai Keranggan. Luar biasa!

Batik Etnik Tangsel dengan motif Kacang Sangrai sebenarnya baru diluncurkan pada Oktober 2016 melalui ajang Batik Fashion Lunch bertajuk Batik Tangsel The Everlasting Heritage di salah satu hotel di bilangan Bintaro. Ajang ini sekaligus wujud kepedulian Nelty bersama sejumlah pengrajin dan desainer demi memperingati Hari Batik Nasional yang jatuh pada 2 Oktober. “Saya gemas, karena peringatan Hari Batik Nasional khususnya di Tangsel kurang semarak,” kesal Nelty.

Alat cap batik dengan motif Anggrek van Douglas. (Foto: Gapey Sandy)
Alat cap batik dengan motif Anggrek van Douglas. (Foto: Gapey Sandy)
Nelty sendiri memperkenalkan motif Batik Etnik Tangsel yang diberi label “Sekar Jagat”. Sesuai namanya, “Sekar Jagat” mengangkat kearifan budaya lokal, semisal tanah-tanah nan subur di Tangsel, budidaya Anggrek van Douglas, motif geometris Al Bantani, beberapa ikon warisan peninggalan Kesultanan Banten, Bendungan (dulunya disebut Situ – red) Gintung, golok jawara Banten, termasuk pesona Gunung Krakatau.

Ada juga motif pesona Krakatau yang dipadu-padankan dengan Anggrek van Douglas. Hasilnya? Sangat mempesona. “Kami inginnya punya batik etnik yang selalu menampilkan ciri khas kearifan lokal. Letusan Gunung Krakatau itu sudah menjadi fenomena dunia yang luar biasa, dari sinilah kami mengapresiasikannya menjadi motif Batik Etnik Tangsel yang ada di Provinsi Banten, dengan dilengkapi sentuhan motif Anggrek van Douglas,” jelas Nelty.

Tapi, bukankah Gunung Krakatau tidak berada di Tangsel? Anak kelima dari tujuh bersaudara ini pun berkilah bahwa motif pesona Krakatau semata menampilkan pemandangan indahnya yang bisa disaksikan dari kawasan Anyer, Banten.

“Benar, Krakatau tidak berada di Tangsel. Tapi dari wilayah perairan di Anyer, kita bisa memandang pesona Krakatau yang begitu luar biasa indah dan fenomenal. Nah, jadi yang kami tampilkan secara motif adalah Pesona Krakatau yang ada di Banten dan menjadi kebanggaan Kota Tangsel yang juga bahagian dari Provinsi Banten. Jadi, cara pandangan Krakatau ini lebih kepada view-nya yang mempesona,” tandas Nelty.

Untuk lebih mengetahui khasanah motif Batik Etnik Tangsel, berikut sejumlah motif yang sudah memasyarakat:

Batik Etnik Tangsel motif Kacang Sangrai. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Etnik Tangsel motif Kacang Sangrai. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Etnik Tangsel motif Bendungan Gintung. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Etnik Tangsel motif Bendungan Gintung. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Etnik Tangsel bawahan dengan motif Anggrek van Douglas. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Etnik Tangsel bawahan dengan motif Anggrek van Douglas. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Etnik Tangsel dengan tiga motif sekaligus: Anggrek van Douglas, Rumah Blandongan, Ondel-ondel. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Etnik Tangsel dengan tiga motif sekaligus: Anggrek van Douglas, Rumah Blandongan, Ondel-ondel. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Etnik Tangsel bermotifkan Pesona Krakatau dan Golok Jawara Banten. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Etnik Tangsel bermotifkan Pesona Krakatau dan Golok Jawara Banten. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Etnik Tangsel motif Kipas Istana Kesultanan Banten. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Etnik Tangsel motif Kipas Istana Kesultanan Banten. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Etnik Tangsel motif Badak Bercula Satu. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Etnik Tangsel motif Badak Bercula Satu. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Etnik Tangsel bawahan dengan motif Pesona Krakatau. (Foto: Nelty Fariza/Sekar Purnama)
Batik Etnik Tangsel bawahan dengan motif Pesona Krakatau. (Foto: Nelty Fariza/Sekar Purnama)
Bagaimana? Ciamik kan, Batik Etnik Tangsel. Memang, ikon lokal terus digali, sembari tidak melupakan motif asal (leluhur) dimana Kota Tangsel berada di wilayah Provinsi Banten. Sekadar catatan aja, sejak tahun 2000, Banten bukan lagi termasuk Provinsi Jawa Barat. Ia menjadi provinsi tersendiri dengan mempunyai 8 kabupaten/kota: Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, Kota Cilegon, Kota Serang, Kota Tangerang, dan Kota Tangsel.

Okelah, untuk Kompasianer semua, kalau ingin lebih tahu tentang Batik Etnik Tangsel, bisa ikuti acara yang digagas Kompasianer Tangsel Plus (Ketapels). Formatnya talkshow & workshop yang bertema Saatnya Batik Etnik Tangsel Memegang Kendali Menuju Go Internasional. Diselenggarakan pada Sabtu, 25 Maret 2017 (jam 09.00 – 14.30 wib) di Galeri Sekar Purnama, Jalan Raya Pondok Pucung No. 8 RT 1 RW 1 Pondok Aren, Bintaro – Tangsel (seberang Pasar Modern Bintaro dan Bintaro Trade Center/BTC).

Tentu saja, acara #KetapelsMembatik ini bakal menghadirkan Nelty Fariza Kusmilianti selaku pembicara utama bersama dengan pihak Bank Danamon. Paparan Nelty akan ‘menyihir’ para peserta semua betapa sulitnya membangun entitas bisnis, membuka ceruk pasar hingga ke mancanegara dan yang paling utama adalah membedah apa dan bagaimana Batik Etnik Tangsel itu sendiri. Eiiitttsss … tak ketinggalan, sesuai judulnya yaitu Workshop, maka seluruh peserta juga akan belajar cara menorehkan canting berisi malam di selembar kain. Praktik membatik lhoya, namanya juga #KetapelsMembatik ‘toh?

Bagi yang tak sempat hadir langsung ke tekape, acara yang diselenggarakan Kompasiana dengan Ketapels dan didukung sepenuhnya oleh Bank Danamon ini akan disiarkan secara langsung (live report) melalui streaming di: https://www.facebook.com/DanamonIndonesia/   

Batik Etnik Tangsel motif Gerbang Tigaraksa dan Al Bantani. (Foto: Gapey Sandy)
Batik Etnik Tangsel motif Gerbang Tigaraksa dan Al Bantani. (Foto: Gapey Sandy)
Kompasianer juga bisa simak status di media sosial tentang pelaksanaan acara dengan mengikuti tagar #KetapelsMembatik melalui Twitter (@ketapels_), Instagram (ketapels) dan juga Facebook (Ketapels – Kompasianer Tangsel Plus).

Selain itu, simak juga acara talkshow & workshop ini melalui akun media sosial resmi Bank Danamon yaitu Twitter (@danamon), Facebook (Bank Danamon), dan Instagram (MyDanamon).

Oh ya, sebelumnya, pada Kamis, 23 Maret kemarin, sudah juga dilaksanakan Bank Danamon Ngobrol Bareng Komunitas Kompasianer Tangsel Plus (Ketapels) melalui akun Twitter @danamon. Kompasianer masih bisa click untuk membaca tweet-tweet chatting-nya melalui tagar #saatnyapegangkendali atau bisa juga di #KetapelsMembatik. Jangan lupa juga, follow @danamon.

Ayo cintai dan terus lestarikan Batik.

Bukankah sejak 2 Oktober 2009, UNESCO sudah resmi mengakui Batik Indonesia sebagai Warisan Budaya Milik Indonesia. Jadi, kalau kemudian muncul batik etnik-batik etnik dari berbagai wilayah di Indonesia, sungguh suatu hal yang patut disyukuri dan kita musti andil aktif mengembangkannya. Termasuk, Batik Etnik Tangsel ini.

Saatnya Pegang Kendali! Batik Etnik Tangsel Go Internasional!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun