Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Berkunjung ke Rumah Tempe Indonesia

18 Oktober 2015   11:04 Diperbarui: 27 Mei 2018   07:21 4171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hingga kini, visi dan misi RTI sudah tercapai. “RTI dimanfaatkan oleh pengrajin dari Bogor dan Jawa Barat, bahkan pengrajin dari Aceh, Batam, Kalimantan dan wilayah lain sering berkunjung untuk mengikuti kelas pelatihan,” tutur Ridha.

Selain pengrajin yang memperoleh manfaat, ujarnya lagi, Pemerintah juga dapat manfaat, karena RTI juga memproduksi peralatan khusus untuk pengrajin. “Saat ini, bicara produksi tempe, banyak pengrajin yang memanfaatkan peralatan bekas, misalnya drum bekas oli yang sudah berkarat dan lainnya. Karena memang, belum ada peralatan standar dan khusus untuk mendukung proses produksi tempe. Nah, RTI membuat dan menjual peralatan tersebut, yang diantaranya mempergunakan bahan stainless steel dan sebagainya. Setidaknya sudah ada 16 provinsi/kabupaten yang memanfaatkan desain peralatan standar buatan RTI. Artinya, kalau Pemerintah menggulirkan bantuan sarana prasarana kepada masyarakat pengrajin tempe, tidak usah kesulitan spek mesin dan peralatan yang sesuai prosedur produksi tempe,” urai Ridha.

Proses laminating kemasan. (Foto: Gapey Sandy)

Muhammad Ridha, Kabag Pemasaran RTI (kiri) memantau proses pressing untuk membentuk kemasan tempe persegi panjang. (Foto: Gapey Sandy)

Adapun dari sisi konsumen, imbuhnya, jelas memperoleh keuntungan karena memiliki pilihan, dimana produk tempe RTI sudah masuk ke pasar. Konsumen juga bisa mendapatkan edukasi tentang bagaimana nutrisi, manfaat tempe dan sebagainya, termasuk melalui informasi yang termuat dalam situs RTI.

Kapasitas Produksi, Bahan Baku dan Produk

Produksi tempe RTI memang belum besar, rata-rata sekitar 200 kg per hari. “Alhamdulillah, saat ini, tepatnya hari ini (Selasa, 13 Oktober 2015 - red), kita sedang melaksanakan ekspor ke Korea Selatan. Untuk pengiriman perdana ini kita kirim sebanyak 3 ton. Kita kirim dulu ke gudang frozen, karena ekspornya dalam bentuk tempe beku. Jadi, tidak hanya merambah pasar dalam negeri, tempe produksi RTI juga berhasil tembus ekspor ke Korea Selatan. Ini dikarenakan dengan proses produksi tempe yang benar dan higienis, maka pasar tempe jadi makin terbuka,” jelas Ridha.

Ditambahkan, ekspor bukan hal mudah, proses penjajakannya cukup lama. “Kita harus mencari mitra yang tepat. Kualitas adalah persyaratan yang diminta oleh importir dari Korea Selatan itu. Bersyukur, kita sudah terjamin mutunya dengan lulus sertifikasi HACCP(Hazard Analysis and Critical Control Point), memiliki izin P-IRT (Pangan-Industri Rumah Tangga) dan sertifikat halal dari LP-POM MUI Provinsi Jawa Barat,” jelasnya.

Proses fermentasi dengan kebersihan dan suhu ruangan yang terjaga. (Foto: Gapey Sandy)

Ridha menjelaskan, pengrajin tahu dan tempe yang tergabung dalam Kopti Wilayah Jawa Barat ada sekitar 45 - 50 ribu pengrajin. “Ini yang ter-record Kopti Jawa Barat, karena banyak juga yang bukan anggota Kopti. Dari jumlah itu, untuk pengrajin yang ada di Kabupaten Bogor atau Kota Bogor saja, sudah sekitar 80% yang mengadopsi cara produksi tempe secara higienis seperti di RTI. Kita paham, sulit buat pengrajin untuk mengganti seluruh peralatan produksinya menjadi standar sepertiyang digunakan RTI. Tapi, setidaknya sudah banyak yang mulai mengganti peralatannya, seperti item untuk merebus kacang kedelai, yang dulu mempergunakan drum bekas, kini sudah diganti dengan drum atau dandang stainless steel. Ini sudah perubahan yang baik,” ungkapnya.

Berapa modal yang dibutuhkan untuk mengganti seluruh peralatan produksi tempe menjadi standar seperti yang digunakan RTI? “Ditaksir bisa mencapai sekitar Rp 20 – Rp 30 juta, tergantung kapasitas produksinya,” jawab Ridha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun