Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

[Kota Cerdas] Tangerang Selatan, Tak Hanya Akrab Teknologi (2)

19 Mei 2015   21:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:48 2619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adapun komposisi penduduk per kecamatannya, yaitu di Kecamatan Pondok Aren (341.416 jiwa), Pamulang (314.931), Ciputat (212.824), Ciputat Timur (193.484), Serpong (157.252), Serpong Utara (148.494), dan, Setu (75.002). Kepadatan penduduk Tangsel, mencapai 9.806 penduduk per kilometer persegi (km2). Kerumunan tertinggi penduduk ada di Ciputat Timur, dengan 12.539 penduduk dalam setiap km2. Untuk perbandingan, pada 2013, kepadatan penduduk Kota Semarang mencapai 3.864 jiwa per km2. Sementara kepadatan penduduk DKI Jakarta berjumlah 15.234 penduduk per km2. Memang, Tangsel belum sepadat DKI Jakarta, tapi dengan berbagai infrastruktur, sarana dan prasarana yang belum baik, keseringan menjadi petaka tersendiri yang mengiringi rutinitas keseharian penduduknya. Sudah begitu banyak keluhan mengenai jalan raya yang rusak disimak langsung oleh penulis.

[caption id="attachment_418663" align="aligncenter" width="365" caption="Tabel Penduduk Kota Tangsel Tahun 2013. (Sumber: BPS Kota Tangsel)"]

14320437101579011657
14320437101579011657
[/caption]

Isu wilayah dan perkotaan berikutnya adalah bencana banjir. Hingga 2013, Tangsel memiliki 31 titik rawan banjir. Langkah nyata penanggulangannya memang sudah dilakukan Pemkot Tangsel, misalnya, pembangunan tandon air, perbaikan saluran aliran, meninggikan posisi jembatan di perumahan Bukit Pamulang Indah (BPI) yang kerap menjadi langganan banjir. Selain itu, garis sempadan di Situ Sasak Tinggi (Ciputat) dan Situ Ciledug (Pamulang) juga sudah dibuat lebih tinggi dan tebal. Ini merupakan antisipasi agar tidak terulang kejadian sebelumnya, dimana luapan air situ akhirnya merendam jalan raya, dan rumah-rumah warga di sekitarnya.

Kenyataannya, kesadaran warga untuk bersama-sama menanggulangi lokasi rawan banjir itu belum seluruhnya terbangun. Faktanya, masih banyak warga membuang sampah di pinggir-pinggir jalan, bahkan yang lebih mengenaskan, ada pengembang yang dengan dalih memiliki sertifikat hak milik atas tanah, lalu melakukan pengurukan sebagian lahan perairan situ demi membangun perumahan. Luar biasa! Kini, kasusnya bergulir ke pengadilan. Pemkot Tangsel menyerahkan persoalan ini kepada pihak pengacara negara untuk memperjuangkan pengembalian kelestarian lahan situ, sebagai resapan air.

Belum lagi urusan pencemaran atau polusi lingkungan. Baru-baru ini, Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Tangsel merilis hasil survei yang mencengangkan. Ternyata, pada 2014 kemarin, tiga sungai yang melintas di Tangsel yakni Sungai Cisadane, Angke, dan Pesanggrahan, kondisinya nelangsa, sudah tercemar berat! Begitu pula dengan nasib sembilan situ yang ada, semuanya nyaris tercemar berat! Kecuali, Situ atau Bendungan Gintung yang tercemar sedang, berdasarkan metode skor STORET kelas III.

[caption id="attachment_418664" align="aligncenter" width="560" caption="Kondisi tercemarnya Sungai Cisadane, Angke, dan Pesanggrahan. Ketiga sungai ini melintas di Tangsel. (Sumber: BLHD Kota Tangsel)"]

1432043807427680844
1432043807427680844
[/caption]

[caption id="attachment_418665" align="aligncenter" width="560" caption="Kondisi pencemaran sembilan situ yang ada di Tangsel. (Sumber: BLHD Kota Tangsel)"]

1432043879469332310
1432043879469332310
[/caption]

Adalah Budi Hermanto, Kabid Pengawasan dan Pengendalian BLHD Kota Tangsel, yang pada akhir April kemarin memaparkan sejumlah isu strategis terkait lingkungan hidup di Tangsel. Pertama, rendahnya pelayanan pengelolaan sampah di TPA Cipeucang yang belum terpilah, dan air lindi yang belum terolah; kedua, meningkatnya pencemaran udara, tanah, air, limbah B3, dan B3. Sebagai contoh, kadar timbal atau pb di wilayah Serpong adalah tertinggi di Indonesia; ketiga, meningkatnya volume air limbah domestik dan industri; keempat, terjadinya inkonsistensi rencana dengan pemanfaatan tata ruang, contohnya seperti yang terjadi di Kompleks Pergudangan Taman Tekno; kelima, masih lemahnya penegakan hukum lingkungan dan partisipasi masyarakat; keenam, menurunnya kualitas dan kuantitas Sumberdaya Air Baku, baik itu Sungai, Situ, maupun Sumur; dan ketujuh, menurunnya daya dukung dan daya tamping lingkungan hidup.

Satu contoh lagi, urusan lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL). Dalam satu pertemuan dengan segenap tokoh masyarakat dan warga, 25 November 2014, Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany sempat menegaskan kebijakannya dalam menata lokasi PKL. Sebelumnya, seorang warga bertanya langsung kepada Airin tentang kemacetan di Pasar Serpong dan upaya penanganannya. Lugas, Airin menjawab, berdasarkan kajiannya selama tiga tahun, permasalahan kemacetan lalu-lintas yang terjadi di Pasar Serpong sebagai akibat PKL yang semrawut. Bila ditertibkan secara grusa-grusu, boleh jadi Pemkot Tangsel akan dituding tidak manusiawi. Meski begitu, Airin mengaku penuh percaya diri untuk melakukan penataan PKL tersebut. Alasannya, kebanyakan dari PKL itu justru bukan warga Tangsel, melainkan pendatang. Para pedagang dari luar wilayah ini menggunakan kereta api menuju Pasar Serpong, lalu berdagang di pinggir-pinggir jalan. Solusi sementara adalah membangun Posko, yang bersama Camat setempat menempatkan para petugas Satpol PP didalamnya. Intinya, untuk membuat lancar arus lalu lintas di Pasar Serpong, benang merahnya adalah menata lokasi PKL.

[caption id="attachment_418667" align="aligncenter" width="560" caption="Kondisi November 2014, pengurukan sebagian lahan Situ Ciledug di Pamulang, Tangsel, oleh pengembang. (Foto: Gapey Sandy)"]

1432043932467154579
1432043932467154579
[/caption]

[caption id="attachment_418668" align="aligncenter" width="560" caption="Kondisi Februari 2015, di lokasi yang sama, pengurukan sebagian lahan Situ Ciledug di Pamulang, Tangsel, oleh pengembang. (Foto: Gapey Sandy)"]

143204396356579389
143204396356579389
[/caption]

Terjawab toh, mengapa Tangsel sengaja penulis beri sinyal ‘lampu kuning’, untuk urusan konsep ketiga Kota Cerdas yakni Smart Environment, terutama dari sisi tata ruang dan pengelolaan lingkungan. Solusi agar kedepannya Tangsel lebih baik dalam menangani isu lingkungan, salah satunya dengan melakukan penertiban tanpa pandang bulu, misalnya terhadap mereka yang melanggar aturan garis sempadan sungai, sempadan situ, termasuk para pelaku penimbun lahan situ, dan pencemar lingkungan. Untuk bertindak tegas seperti ini, jajaran Pemkot Tangsel jelas perlu ‘amunisi’. Penerapan Perda Kota Tangsel No.13 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, per tanggal 1 Juni 2015 tentu bisa menjadi ‘amunisi’ sekaligus payung hukum. Seperti yang disampaikan Kepala BLHD Tangsel, Rahmat Salam, kepada penulis, di sini.

Salah satu isu krusial untuk menelisik Kota Cerdas adalah tata kelola pasokan energi demi memenuhi kebutuhan warga. Data statistik sepanjang 2013 menunjukkan, perumahan yang ada di seantero Tangsel, mayoritas menggunakan bahan bakar gas untuk memasak. Prosentasenya bahkan terus naik, dari 97,76 persen (2012), kemudian menjadi 98,23 persen (2013). Bandingkan dengan penggunaan minyak tanah yang terus merosot 1,37 persen (2012), menjadi 0,09 (2013). Fakta ini menegaskan, Tangsel membutuhkan sistematika dan pengelolaan pasokan gas yang terkoordinasi baik, termasuk untuk rumah tangga. Sebenarnya, pada Oktober 2014, melalui BUMD Tangsel yakni PT Pembangunan Investasi Tangerang Selatan (PITS), telah ditandatangani nota kerjasama dengan PT Perusahaan Gas Negara (PGN). Isi kerjasama tersebut, menurut referensi media, antara lain mengimplementasikan penyaluran gas ke rumah tangga.

Nota kerjasama PITS dan PT PGN ini menjadi keniscayaan bahwa Pemkot Tangsel semakin menebalkan keseriusan untuk mewujudkan Kota Cerdas, melalui pasok energi yang terkelola rapi, dan mengganti pemakaian energi bahan bakar fosil---yang tidak ramah lingkungan dan menurunkan kualitas hidup masyarakat---, menjadi berbahan bakar gas. Apalagi, berdasarkan paparan PT PGN dalam acara Kompasiana Nangkring bertajuk ‘Kotaku Kota Cerdas’, pada 25 April kemarin di Jakarta, disebutkan bahwa, ketersediaan minyak bumi Indonesia sungguh terbatas dan tidak dapat mengimbangi kebutuhan konsumsi. Selain itu, impor menjadi masalah dan beban bagi keuangan negara. Tambah lagi, ancaman polusi dan pencemaran lingkungan. Sehingga tak dapat dibantah lagi, perlu alternatif solusi yang menggantikan konsumsi minyak bumi, seperti misalnya, gas bumi.


[caption id="attachment_418670" align="aligncenter" width="342" caption="Statistik Perumahan Kota Tangsel pada Tahun 2013. Nampak mayoritas perumahan menggunakan bahan bakar gas untuk memasak. (Sumber: BPS Kota Tangsel)"]

1432044021205220755
1432044021205220755
[/caption]

Semakin meluasnya penggunaan gas bumi, menjadikan pengelolaan sumber energi ini layak menjadi salah satu kata kunci dalam mewujudkan Kota Cerdas. Artinya, konsep Smart City perlu direalisasikan dalam pengertian yang lebih luas dan mendasar, yaitu untuk meningkatkan kualitas hidup dengan ICT sebagai enabler untuk menciptakan efisiensi dalam pengelolaan sumber daya dan seluruh aspek lainnya. Pemanfaatan gas bumi, menjadi salah satu alternatif untuk penyediaan energi dengan smart, sebuah bentuk implementasi dari Smart Energy.

Alhasil, menjadi sangat tepat bila Pemkot Tangsel bekerjasama dengan PT PGN untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan gas bumi. Hal ini karena, pemanfaatan gas bumi domestik oleh PGN saat ini meliputi seluruh segmen pengguna, mulai dari rumah tangga (per 2014 mencapai 92.858 pelanggan), transportasi, komersial (1.752 pelanggan), industri sampai pembangkit listrik (1.439 pelanggan). Total pelanggan PGN, hingga 2014 kemarin, mencapai 96.049 pelanggan. Sedangkan penyediaan gas bumi oleh PGN meningkat 5 persen dibandingkan tahun 2013, sehingga menjadi 865 MMScfd (Million Standard Cubic Feet per Day), atau setara dengan 155.354 barel setara minyak per hari.

Meskipun demikian, praktiknya di lapangan ternyata mengalami sedikit kendala, yaitu infrastruktur kota untuk dijadikan sebagai lahan parkir Mobile Refueling Unit (MRU), atau mobil penyedia gas untuk memasok gas ratusan angkutan umum dan ratusan mobil pemerintah. Wow, andaikata nota kerjasama ini terlaksana, bisa dibayangkan, berapa banyak jumlah kendaraan dinas Pemkot Tangsel, dan angkutan umum yang akan beralih menggunakan energi gas bumi. Belum lagi, apabila dilanjutkan dengan penyediaan gas tersebut untuk kepentingan rumah tangga se-Tangsel. Banyak alasan rasional untuk bersegera mewujudkannya, mulai dari harga gas yang jauh lebih kompetitif dari harga minyak; emisi dari gas bumi yang jauh lebih bersih dari minyak; infrastruktur gas yang terus berkembang dan diperluas; serta, Indonesia yang memiliki cadangan gas bumi sebanyak 150 TCF (Trillion Cubic Feet).

[caption id="attachment_418671" align="aligncenter" width="518" caption="Kegiatan di Mobile Refueling Unit (MRU) terhadap kendaraan bajaj berbahan bakar gas oleh staf PT PGN. Emisi dari bahan bakar gas bumi jauh lebih bersih dibandingkan dengan bahan bakar minyak. Alhasil, kualitas hidup masyarakat juga menjadi semakin baik. (Foto: bumn.go.id)"]

14320440901393692084
14320440901393692084
[/caption]

Ya, mengutip paparan PT PGN ketika acara Kompasiana Nangkring itu, Smart Energy is delivering: the right energy, at the right time, to the right place. As efficient as possible!

Akhirnya, terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, Kota Tangsel memang terus berusaha mewujudkan dirinya sebagai Kota Cerdas. Perjuangan yang tidak mudah. Tapi dengan semangat kebersamaan untuk maju, antara warga, pihak swasta, dan jajaran Pemkot Tangsel, kiranya hal itu bukan sesuatu yang mustahil. Apalagi, Tangsel sudah punya slogan yang energik tersendiri. Slogan yang seringkali diteriakkan Walikota Tangsel Airin Rachmi Diany bersama segenap warga lainnya, dan sangat klop dengan semangat mewujudkan Kota Cerdas. Slogan tersebut adalah CMORE, kepanjangan dari Cerdas Modern Religius. (*)

o o o o o O o o o o o
Baca tulisan sebelumnya:

[Kota Cerdas] Tangerang Selatan, Tak Hanya Akrab Teknologi (1)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun