Mohon tunggu...
ganjar sudibyo
ganjar sudibyo Mohon Tunggu... -

itulah nama asli saya, bila di facebook Anda akan mendapatkan nama panggilan saya Ganz (pecandukata)....blog yang saya kelola: penyairpadipecandukata.blogspot.com Status saya masih sebagai mahasiswa fak.psikologi Universitas Diponegoro Semarang. selain itu juga berstatus sebagai penyair yang sedang belajar keras dalam bersajak. kegiatan yang dicintai dan mencintai hidup saya. alamat email saya: rumahkatakata@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sajak-sajak A Ganjar Sudibyo

31 Januari 2010   19:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:09 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

SIAPA KAMI DI DALAM DOADOA ITU: APAKAH KAMI MEMULIAKAN DIRI KAMI SENDIRI ATAU DIA?
:ibunda

engkau tahu sumbersumber airmata yang memataair di kedua mata doa
kami. engkau tahu keluh-kesah yang tak habis tersulam di jahitan
puisipuisi kami. engkau adalah ibunda kami yang mengerti bahwa
penghujan pasti akan tiba di tanah tandus dan doadoa akan tetap sampai
kepada arah yang kami tuju. hanya saja, kami masih belum yakin pada
kemanusiaan kami pada nurani kami pada kesalahan yang membuat kami
lupa siapa kami di dalam doadoa itu: apakah kami memuliakan diri kami sendiri atau Dia?

2010


BERITA TV: TRAGEDI ANAK

rupanya, ada pepatah baru bagi kami untuk masa yang haru-baru: kasih bapak dan ibu tiri kami seumpama lecutanlecutan sadis dari algojo majikan kepada hambanya. demikian?

nurul, bocah sd si pendiam itu; akhirnya memilih berteduh di kantor polisi. dibawanya pecahanpecahan cerita kepada bapak polisi. “bapak-ibu tiri
saya telah menganiaya saya. bahkan, tubuh juga tangis mungil tak mampu
meredam setiap pukulan sapu ibu setiap lemparan sepatu bapak setiap
kata amarah bapak-ibu. dan gunting pun senang hati memangkas gerai
rambut saya. maafkan saya, pak polisi. saya tidak bisa jadi anak angkat yang patuh dari bapak-ibu tiri yang sampai kini masih berdiam pada memarmemar tubuh-kepala-wajah saya.
maaf.”


2010

BERITA TV: GEMPA HAITI

skala ritcher tibatiba muncul. di bumi kami. di terra kami. di
desa-kota kami. haiti kami. sembi-pilu jadi sampul desa-kota kami. gedunggedung. rumahrumah. bangunanbangunan. semua telah menciumi tanah yang menyertai mereka berdiri tegak. namun, rumah sakit masih
berdiri sehat di kepala kota kami. kami bersyukur. bersyukur.

awanawan kelam mengarak ribuan lebih handai-taulan kami yang
terkakukaku sehabis kejatuhan reruntuhan kakikaki bangunan. hujan
bantuan pun datang untuk kami untuk tunawisma yang berwajah
pengemis ini. sayang, perut dan tenggorokan kami yang semakin sepi ini
semakin tak tahan. hingga sebagian dari kami menjadi penjarahpenjarah
yang ulung. dan yang sebagian lagi hanya bisa menahan derita -mungkin
mencintainya lebih- lalu memendamnya dalam doa: tuhan kami telah
memberkati gempa di kediaman kami. kami bersyukur. bersyukur.

2010

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun