Setelah belajar bernarasi. Aku lupa caranya memenggal kalimat. Pesan terlalu sesak dan tak punya ruang. Ruang terlalu gaduh untuk disinggahi. Ruang terlalu lebay untuk dikagumi. Tiba-tiba narasi tak punya tempat. Harga sewa mahal. Diobral gak laku. Lantas kita mulai berpesan melalui pesan pendek. SMS.
Seperti TTS. Penuh tanya. Banyak titik. Banyak jawab. Â Itupun masih disingkat. Dengan bualan diancuk dari penguasa dan penjilat. Eh, bukan. Mungkin lidah kita sendiri. Â Memberi ruang sembunyi pada kata singkat yang luar biasa mbludak maknanya. Cari alibi. Belingsatan. Pelinthat-pelinthut. Kusak-kusuk. Toh kembali dengan narasi.
Kurang ajar, saya dibodohi kata-kata!
(solo, 28 Maret 2017)