Melihat dari material sampah yang terdiri koran bekas dan botol bekas terdpaat sebuah perbedaan. Koran bekas, dan kardus Nampak di sobek dan di potong, namun tidak dengan botol yang meskipun telah rusak tetap tidak pecah. Diatas kerangka bambu. Hal tersebut merepresentasikan jika kertas merupan sampah yang bisa diurai lagi oleh tanah (bumi) namun tidak dengan plastik. Kemudian jika melihat lingkaran diatas yang terbuat dari tutup panci bekas, mengigatkan kita pada bentuk parabola, yang berfungsi sebagai penangkap sinyal, atau jika melihat jauh dibelakang parabola digunkaan pada robot sebagi penagkap sinyal, sehingga robot dapat dikendalikan oleh penciptanya.
Pesan yang tersimpan dan mungkin tidak terfikirkan, jika sampah instalasi tersebut ingin menunjukkan bahwa sesungguhnya sampah juga dapat bermandaat dan dikendalikan dengan baik asalkan menggunakan cara yang tepat, seperti yang dilakukan oleh Paguyuban Sidji, sesungguhnya mereka menjadikan intalasi tersebut sebagai boneka mereka untuk menunjukkan pesan tentang bahaya sampah bagi kehidupan, haltersbut menunjukkan mereka memanfaatkan sampah menjadi sebuah senjata mereka untuk menyampaikan pesan.
Hal yang serupa pernah pula terjadi pada mitos Yunani kuno, yakni kita dapat melihat bentuk dari instalasinya yang menyerupai bentuk mahkluk yang mengerikan dan menjijikkan“Siklop” dari mitologi Yunani, yang bertubuh raksasa, bermata satu, dan juga bertanduk. Mitos sendiri ialah sebuah cerita yang memberikan pedoman dan arah tertentu pada sekelompok orang” (van peursen 1988, 37 ).
Dikisahkan siklop memanglah makhluk mengerikan penyebar ancaman yang membunuh dan memakan manusia. Karena menakutkan, menjijikkan dan tak berguna, mereka dipenjarakan oleh Uranus (Dewa Yunani), namun karena dewa-dewa membutuhkan pasukan untuk berperang melawan Titan, yang hendak membinasakan seluruh langit dan dewa-dewa serta kehidupan bumi, maka siklop dilepaskan oleh Zeus, dan diperbantukan untuk membantu peperangan dan membuat senjata. Dan akhirnya mereka bisa melwan Titan, dan menjaga kelangsungan kehidupan di bumi. Hal tersebut menjadi makna tersendiri dari instalasi tersebut secara konotatif.
Mengingat Makna konotasi melibatkan symbol-simbol, historis, dan hal-hal yang berhubungan dengan emosional - Arthur Asa Berger (Semiotika Komunikasi, 2013 : 263 ), maka terlintaslah cerita tersebut ketika mencari makna dibalik intalasi tersebut, mengingat tujuan pembuatan karya ini adalah menciptakan karya seni yang dapat menyadarkan para pelaku-pelaku pembuang sampah untuk memunculkan rasa “takut-takut” membuang sampah sembarang, mengingat jika melihat tinggi intalasi yang melebihi tinggi manusia dan ada simbol mulut yang terbuka pada bagian kepala instalasi, seolah memberikan wejangan atau pesan pada kita tentang kekawatiran jika suatu saat akan terjadi pembludakan jumlah sampah bahkan meninggi melebihi kuasa manusia untuk mengendalikannya. Sehingga ada sebuah pesan dari instalasi ini agar menjaga kelestarian kehidupan dihilir dengan tidak membuang sampah dengan tidak bertanggung jawab, yang melewati lahan pertanian, dan perairan yang nota bene merupakan sumber kehidupan.
Sampah yang dianggap tidak penting dan dipandang menjijikan sesungguhnya dapat digunakan sebagai media kreatif dan ciamik untuk sarane kampanye tentang bahaya sampah bagi kehidupan di hilir. Pemanfaat sampah menjadi kampanye menyadarkan kita jika sesungguhnya kitapun bisa menjadikan sampah ini bermanfaat, sebelum bahaya sampah tersebut nantinya akan Mateni (membunuh) kehidupan kita, karena sampah menjadi mukti atau bebas tak terkendali.
Daftar Pustaka
Buku
Sobur, Alex. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Internet