Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kawin Kontrak di Jerman

4 April 2014   23:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:04 1584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13966034271559590880

Kawin kontrak tidak hanya terjadi di Indonesia. Alasannya hampir sama, untuk mendapatkan ijin tinggal lebih lama dan tentu, urusan bisnis. Ternyata oh ternyata, ini juga terjadi di kota kami di Jerman. Semoga ini menjadi pelajaran berharga.

[caption id="attachment_330035" align="aligncenter" width="448" caption="Wani piro?"][/caption]

***

Seorang kenalan dari negara Asia sedang mengikuti training satu tahun di Jerman. Sepertinya, ia merasa nyaman dan bahagia berada di negeri modern yang disiplin dan sejahtera ini. Ditilik dari negara tempat dia berasal, yang kurang memberikan fasilitas dan kehidupan seperti di Jerman (seperti kebanyakan negara berkembang lainnya), saya bisa memahaminya. Di Jerman, ia akan lebih ’dihargai’. Hingga suatu hari ....

“Gana, bagaimana caranya untuk mencari suami kontrak?“

“Hah? Maksudmu?“

“Aku butuh untuk memperpanjang visaku? Kamu sudah lama di sini. Pasti punya kenalan orang Jerman yang mau sama aku. Aku sanggup bayar, kok, maksimal 10.000 euro, tapi tidak sekaligus ya?“

Saya manggut-manggut lalu terdiam. Saya sangat menyayangi kenalan ini, tetapi untuk tujuan yang melanggar ketentuan hukum di Jerman? Haduh, takut. Selama tinggal di sini, saya memahami Jerman negara eksak; harus benar, harus bersih, harus lurus, harus sesuai aturan, harus tepat .... Sebenarnya, kalau saja ia meminta saya untuk mencarikan jodoh untuk hidup benar-benar bersama, saya bersedia. Mosok kawin, kok kontrak? Kayak rumah atau kos-kosan saja. Tapi ini tak mudah, karena kawan saya itu tak mau mengkhianati pacar yang menunggu setia di negeri asalnya. Ooooobegitu ... I know, I know.

Saya tahu sebabnya, dia ini sudah dirasuki racun dari seorang pemilik butik di kota kami yang pernah ia temui pada suatu hari. Seorang lelaki dari India yang tokonya ramai, dikerubuti gadis-gadis blonde (dari Jerman, Rusia dan Turki). Selain modelnya unik menarik, memang jarang ada di Jerman (maklum, desain Asia), harganya bersaing pula. Pas dengan kantong anak muda! Saya pernah membeli tas, sepatu dan baju dari sana. Barangkali karena buatan Asia, enak dipakai dan ukurannya tak gedhe-gedhe amat seperti ukuran orang Jerman. Di negeri Angela Merkel ini, saya biasa beli baju dari anak umuran remaja, bukan untuk ibu-ibu.

Nah, lelaki bermata tajam itu memang pernah menikah dengan seorang wanita berpaspor Jerman. Iya, kawin kontrak! Perjanjiannya terjadi kira-kira 10 tahun yang lalu. Sebelum menikah, wanita yang dikenalnya lewat internet itu mematok 8000 euro. Entah itu hitungan per bulan apa per tahun, tak jelas. Yang pasti kontraknya selama 2 tahun saja. Dan ternyata, setelah menikah di Standesamt di Rathaus (balaikota setempat), mereka tidur di rumahnya masing-masing. Waduh, apa tidak takut kalau ada petugas kontrol? Ini Jerman, bung!

Pernikahan di kantor balai kota, biasanya hanya dihadiri pasangan pengantin dengan pakaian seadanya, sangat jarang yang memakai gaun menjuntai atau berdandan ekstra. Biasanya di Jerman, hanya di gedung pernikahan atau gereja saja yang ekstra wah tampilannya. Jadi di kantor itu, hanya dihadiri barang 2 orang sebagai saksi dan staff pemda yang mencatat dan saksinya, sudah.

Nah, selama mereka menikah itulah, si pengusaha baju dimanfaatkan si wanita. Dengan embel-embel ancaman dilaporkan ke polisi karena kawin kontrak, si pria mau juga diperas. Berapa duit yang diminta, tetap diberi. Boros. Namanya juga usaha. Kalau ketahuan, ia bisa dipulangkan. Tidak bisa jualan. Ya, sudah, nyerah. Lunas. Namanya juga kontrak, kalau ada yang bocor, yang rusak bagiannya, yang kurang benar ... pasti keluar dana renovasi.

Untuk menikah ia mendapatkan 3 bulan visa. Kemudian mendapat perpanjangan 1-2 tahun. Setelahnya, ada kesempatan mendapat visa permanen (Niederlassungerlaubnis). Sekarang ini, ada ketentuan harus memiliki sertifikat bahasa Jerman dasar dan integrasi. Bersyukur bahwa kontrak mereka selesai dan si lelaki India sudah mendapatkan permanent resident. Merekapun bercerai baik-baik, jadi jatuhnya tak mahal di pengadilan. Saat ini, kalau Kompasianer jalan-jalan di alun-alun dan bertemu dengannya. Mukanya sudah sumringah. “Ich bin frei“, ia memang telah bebas.

Kalau saja si mantan istri melancarkan terornya, dengan melaporkan siasat kawin kontrak itu ... pasti pemda tak segan-segan mencabut visa dan mendeportasinya. Mungkin karena di Jerman sudah banyak kawin campur, perkawinan mereka tidak dicurigai. Jerman memang multi kulti. Orang Jerman tidak hanya menikah dengan orang Asia, tapi juga sesama EU, Afrika, Amerika dan Australia ... lima benua lah. Atau karena si wanita sudah menemukan pria yang bersedia menggajinya dari perjanjian kawin kontrak? Entahlah.

Semoga ini menjadi pelajaran berharga bagi siapa saja yang berniat menikah dengan sistem kontrak di Jerman. Kalau si India ini bisa bebas dari jeratan hukum dengan kawin kontraknya dan happy ending, barangkali kalau ada yang mencoba lagi ... apes. Ho ho ... ingin mencoba menikah kontrak dengan wanita asli Jerman? Wani piro? (G76)

PS: Saya tidak tahu apakah kawin kontrak jamak di seantero Jerman. Cerita ini terjadi di negara bagian Baden-Württemberg.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun