Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Larangan Truk Beroperasi pada Hari Sabtu dan Minggu di Jerman

19 Januari 2020   07:38 Diperbarui: 19 Januari 2020   09:02 3116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambaran truk Jerman (Dokumentasi Gana)

Waktu masih SMA, saya kaget sekaligus ngeri mendengar berita dari orangtua bahwa salah satu kakak kami mengalami kecelakaan di daerah Semarang atas. 

Ceritanya, kakak naik motor dan terlindas sebuah truk. Dia harus dirawat berbulan-bulan disangkal putung sampai sembuh, sepedanya remuk.

Saya tidak tahu secara jelas siapa yang salah, tetapi memang seram sekali jalanan di Indonesia. Bus dan truk kencengnya seperti "kesetanan". Pengemudi yang naik motor atau mobil di sebelahnya bisa deg-deg-duerrrr, nervous dan bisa saja kaget hingga celaka jikalau tidakhati-hati. 

Human error
Dari sejak itu sampai hari ini, saya yakin kecelakaan truk di tanah air masih tinggi. Tidak asing kalau berita di koran, media online, dan radio masih rajin memberitakan kasus kecelakaan seperti berikut ini:

"Rem blong, truk tabrak warung bakso, dua orang tewas."

"Bermain HP, sopir truk tabrak tiga becak."

"Balita terlempar 5 meter diseruduk truk, gara-gara sopir ngantuk."

"Truk nyemplung di parit, gara-gara sopir melirik cewek seksi."

"Truk bermuatan 500 bebek terguling di tanjakan Gombel."

"Hujan lebat, truk terperosok ke jurang, sopir nyungsang di pohon."

Artinya sebagian besar penyebab kecelakaan truk adalah human error. Kesalahan manusia yang entah sengaja atau tidak sengaja dapat memicu terjadinya kericuhan di jalan raya.

Jika dibandingkan dengan Jerman yang cari SIM-nya susah dan super mahal (pengalaman saya habis 2000 atau 30 jutaan), rambu-rambu di sana juga terbilang banyak dan warga di sana sangat disiplin. Namun terlepas dari itu, ternyata masih ada yang harus dibenahi. Iya aturannya!

Dokumentasi Gana
Dokumentasi Gana
Truk dilarang beredar di jalanan pada Sabtu dan Minggu
Jika Anda jalan-jalan ke Jerman pada hari Sabtu dan Minggu, tidak akan ada truk yang sliwar-sliwer. Nyaman rasanya berkendara. Sebab di hari tersebut, truk dilarang lewat di jalanan Jerman, entah tol, jalan raya maupun jalan kecil. 

Truk tersebut hanya bisa dilihat di Rastplatz atau tempat istirahat bagi para pengendara kendaraan bermotor sekaligus pemberhentian truk atau juga di toko dan restoran kecil. 

Aturan itu dituangkan dalam UU lalin di Jerman, yang mana jika truk tetap beroperasi di hari Sabtu dan Minggu, maka akan dikenakan denda sebesar 1800 atau Rp 27.000.000,00. Hukuman yang terbilang "mantab" bagi orang yang melanggar Wochentliche Ruhezeit atau masa tenang mingguan yang sudah dari dulu berlaku.

Menurut saya, mayoritas warga Jerman yang merupakan Katolik Roma. Meski tidak semua religius, tapi mereka ini sangat memegang tradisi bahwa hari Minggu adalah sakral untuk beribadah, selain itu akhir pekan merupakan hari yang penting untuk meluangkan waktu bersama keluarga.

Jadi tidak heran, banyak rencana yang dibuat oleh keluarga Jerman untuk quality time. Itulah mengapa pemerintah ingin melindungi penduduknya supaya nyaman memakai jalan, namun tetap aman dari bahaya truk besar. 

Oleh karena itu, untuk meminimalisir kecelakaan truk terjadi, maka polisi sering mengecek uji kelayakan truk dan kondisi supir di daerah perbatasan atau di tempat parkir. Itu merupakan upaya yang bagus supaya kendaraan dan supir tetap fit di jalanan.

Oh, iya. Beberapa kali lewat di Rastplatz, melihat jajaran truk yang parkir pas weekend, saya geleng kepala meski bukan orang India. Hehehe. Ngapain saja mereka selama dua hari di dalam truk? Mau ke desa atau kota terdekat dengan jalan kaki, kan tidak mungkin, pasti kakinya bisa mbledos saking jauhnya. Hehehe. 

Nah, saya percaya Tuhan memang memiliki banyak malaikat. Mengikuti keputusan hari-hari tenang itu, komisi Eropa sedang menggodog wacana supaya para supir yang parkir dua hari di tempat peristirahatan itu tidak tidur di kabin truk, tapi nantinya para supir itu akan diberi penginapan macam motel atau lainnya. 

Murmer tidak apa-apa, asal tempat menginap ditanggung perusahaan. Manusiawi, bukan? Bayangkan kalau supir dari Polandia harus nyetir 7 jam antar barang sampai Jerman, atau dari Kroasia ke Jerman yang bisa menghabiskan 10,5 jam, pasti capeknya tidak kebayang. Kalau sudah kayak gitu, jangan hanya pengusaha saja yang untung dan sejahtera. Bawahan juga butuh itu. Win-win solution.

***
Pemerintah Indonesia pasti sudah menempuh banyak upaya demi mengurangi angka kecelakaan akibat truk. Misalnya dengan jembatan timbang agar truk tidak kelebihan muatan dan menyebabkan kecelakaan. Serem kan kalau melihat truk njempalik di depan mata karena kebanyakan muatan dan jalan menanjak. Lebih kasihan lagi, jikalau si supir bingung berada di sebuah ketinggian, karena tidak bisa turun.

Begitu pula dengan larangan pada jam-jam tertentu di beberapa titik daerah termasuk jalan tol Indonesia. Sudah ada. Namun, ada baiknya apa yang berlaku di Jerman dapat ditiru di Indonesia. Truk jangan ada di jalanan pada Sabtu dan Minggu. 

Saya pikir, biar seluruh rakyat pada semangat dan merasa aman weekend keluar rumah, jalan-jalan bersama keluarga tanpa takut terjadi apa-apa di jalan karena tersenggol truk, terseruduk atau tercyduk. Selain itu, supir truk juga manusia. Ia boleh bekerja dan mencari uang tapi butuh istirahat. Setidaknya 45 jam/minggu di akhir pekan seperti di Jerman. Setuju tidak setuju dikumpulkan. Selamat pagi. (G76).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun