Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Claudia, Suara Indonesia yang Berjaya di Jerman

13 November 2019   17:14 Diperbarui: 14 November 2019   21:21 5003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tampilan Audy dalam final (Dok.Screenshot Sat1)

Beberapa hari sebelum final, saya ngobrol dengan seorang desainer lurik dari Indonesia yang tinggal di Berlin, Lina Berlina. Kami sepakat untuk menanyakan pada Claudia Emmanuela Santoso (Audy), apa ia mau dibikinin baju yang ada kesan Indonesia untuk final nanti.

Jawaban peserta "The Voice of Germany" itu mengejutkan, katanya ia nggak mau dengan alasan tidak mengizinkan.

Jangan salah sangka, nggak boleh su'udzon. Rupanya sebelum kami menanyakan, sudah ada desainer Indonesia juga yang mau endorse. Claudia nggak ambil karena tidak ada izin dari tim. Wah, ketat sekali peraturannya, ya.

Persaingan Ketat dalam "The Voice of Germany"
Soal ketat rupanya juga terlihat dari persaingan TVoG 2019 kali ini. Dari awal Claudia sudah meyakinkan juri yang tak jemu memuji "Kamu calon juara", "Suaramu Bagus", "Kamu penyanyi terbaik sedunia", "Kami nggak ragu mengirimmu langsung ke final", "Darimana suara emas itu muncul?", "Suaramu menakjubkan" dan masih banyak pujian yang mengalir pada gadis yang rupanya takut kucing itu.

Walaupun demikian, empat peserta final memiliki kemampuan khas, yang nggak boleh diremehkan pula. Sebut saja Lucas, pria yang benar-benar membuat saya geleng kepala. Betapa tidak, ia adalah peserta yang serba bisa.

Dipasangkan dengan artis kondang siapa saja, jenis musik apa saja, mantul. Tidak hanya jenis pop atau Rock and Roll saja yang ia bisa. Penampilannya pun sudah menandakan ia pantas naik panggung kapan saja dan di mana saja alias sudah matang dari pohon.

Pria klimis yang selain nyanyi, bisa main harmonika, main piano dan entah main apalagi itu memang multitalenta. Kata orang, biasanya kalau terlalu bisa ini, itu, anu, ia nggak bisa fokus dan nggak berhasil menjadi jawara. Benarkah?

Atau lihatlah Fidi, perempuan yang mengingatkan saya pada kemolekan Monalisa. Wanita berwajah ramah itu memiliki suara yang mirip dengan Silbermond, grup Jerman yang sudah kondang duluan sejak 1998 dan memiliki lagu dalam album-album yang mengharu-biru. Penyanyi perempuannya itu, lho.

Kalau mata saya tutup, saya barangkali nggak bisa bedain, mana yang dari Stefanie dari Silbermond, mana Fidi dari Voice of Germany.

Sayang, waktu final, Fidi nggak main cello. Padahal menurut saya, itu faktor penting bagaimana ia bisa merampas hati simpatisan untuk mendonasikan vote. Gesekan mautnya itu, lho. Jadi ingat sama WR. Supratman yang main biola. Teriris sudah.

Barangkali peserta yang paling gemes adalah Erwin. Binaan coach Rea, yang sebenarnya dari audisi Blind off sudah meminta Claudia untuk masuk timnya itu harus cukup puas sebagai runner up doang, dengan jumlah vote yang terpaut sangat jauh seperti pacar ketinggalan kereta.

Yakin sekali penampilan pria blonde itu nggak mengecewakan, ia pun mampu meluluhlantakkan pemirsa dengan suaranya yang mendayu, romantis, bukan rokok makan gratis. Ah, ia memang sedang naas karena votenya nggak keburu.

Ketika Vote Berbicara
Saya ingat betul berkali-kali juri seperti Alice, Sido, atau Mark mengatakan, "Sungguh beruntung bahwa yang menentukan kemenangan peserta adalah penonton." 

Penonton di studio maupun di rumah, boleh mengirim SMS di nomor 444111 atau HP 013797878 sebanyak-banyaknya dalam waktu yang ditentukan. Jadi, bukan hanya apa, siapa dan bagaimana si peserta tetapi juga dukungan dari orang di sekitarnya.

Itulah barangkali sebabnya, Claudia yang telah berhasil mencabik-cabik hati kita dengan suara baladanya; Mata dibuat sembab, air mata dibuat jatuh, hidung merah, dan ingus keluar membuat hati manusia ambyarrr berkeping-keping dan serasa wajib mengirim dukungan lewat nomor-nomor tadi.

Pastinya bukan hanya dari Indonesia saja yang mendukung peserta berusia 18 tahun itu. Nomor tersebut dibuka untuk publik Jerman, Swiss dan Austria!!! Hebat, kan. Claudia dengan 46,39%, Erwin 17,36%, Lucas 14,33%, Fidi 12,51% dan Freschta 9,41%. Dukungan kita pada Claudia tak berhasil dikejar lawan-lawannya. Jauh sekali, seperti barat dan timur.

Di channel Youtube, banyak sekali youtuber dan coach penyanyi dari berbagai dunia yang memberi komentar; betapa Claudia itu luar biasa. Nggak ayal, mereka-mereka pula yang telah menyumbangkan suara hingga membuat prosentasi vote Claudia menjulang dan juara. Tetapi tentunya, teman-teman diaspora khususnya yang ada di Jerman sangat memberikan sumbangsihnya.

Iya... saya ingat pukul 20.15 malam itu, memulai gerilya di facebook grup-grup komunitas diaspora Indonesia di Jerman. Reaksi spontan dan positif dari mereka kembali didulang. Luar biasa. Terima kasih, teman-teman. Claudia, jangan lupa kami.

Terima kasih sudah mengharumkan nama Indonesia. Menorehkan sejarah yang belum terpecahkan di Jerman, bahkan sebelum 10 tahun usia acara tahunan Jerman itu, luar biasa. Kesannya, suara dari Jerman atau The Voice of Germany seolah pantas berganti dengan suara dari Indonesia atau the Voice of Indonesia. Dahsyat.

Dukungan diaspora di Jerman (dok.Gana)
Dukungan diaspora di Jerman (dok.Gana)

Vote untuk Claudia meroket (dok.Screenshot Sat1)
Vote untuk Claudia meroket (dok.Screenshot Sat1)

Tidak Ada yang Instan Dalam Hidup Ini
Begitu pula dengan perjalanan musik Claudia. Memulai dari belajar musik sejak kecil di Cirebon. Audy, panggilan kecil Claudia berlatih khusus sejak umur 4 tahun. Putri Indra Gunawan Santoso dan Christin Gunawan itu pernah menyanyi lagu yang sama dalam audisi The Voice of Germany, "Never Enough" dalam acara di SMA BPK Penabur Cirebon.

Sayang sekali, para penonton kurang hikmat dalam menikmati suara emasnya. Penonton rame seperti pasar karena sibuk buka chanel radio sendiri-sendiri. Ngobrol terus, nggak asyik.

Beda sekali dengan penampilannya di Jerman; semua orang takjub, semua orang diam seribu Bahasa. Apakah harus ke luar negeri supaya dihargai orang? Jangan tanya saya. Datanglah ke luar negeri, kemudian tampil pentas dan alami sendiri perbedaanya.

Dan ia telah menuai jerih payah kerja keras selama ini. Juara dalam lomba TVoG, dapat mobil, ikut tur konser mereka keliling Jerman, punya album perdana dan masih banyak lagi yang akan bertubi-tubi diraihnya. Itu tak dibuat secara instan melainkan melalui perjalanan, proses dan formalitas tetek bengek yang sangat banyak nan panjang.

Nilai budaya Indonesia yang dibawa Claudia dalam TVoG
Sejak pertama kali muncul dalam TVoG, perempuan yang katanya pengen punya sekolah musik sendiri itu murah senyum. Anak kami ada yang pakai kawat gigi. Katanya nggak nyaman dan bicaranya juga nggak selancar kalau gigi bebas.

Nyatanya, justru Claudia menunjukkan kehebatan teknologi kawat gigi Jerman. Itu seperti yang diulas dalam beberapa surat kabar yang salah fokus karena menyentil soal kawat giginya. Lho, berarti saya ikut gagal fokus? Tolong jangan balang saya pakai sandal, ya.

Lihatlah dalam dokumentasi. Bahkan Claudia tak enggan untuk tertawa lebar. Satu yang menjadikan orang tahu bahwa salah satu ciri orang Indonesia padanya; menutup mulut waktu tertawa, dengan salah satu telapak tangan.

Bukan karena gigi atau kawatnya lepas tetapi karena memang seperti saya waktu kecil, diajarkan untuk begitu supaya lebih sopan. Nggak asyik juga kalau terlalu lebar lalu ada lalat masuk, bias keselek, kan?

Hal itu pula yang diperbincangkan murid-murid saya yang orang Jerman. Dalam whatsapp grup, saya minta mereka untuk mantengin TV dan vote SMS. Kata mereka,"Benar katamu, Gana, orang Indonesia kalau kok, ditutupi."

Mereka ingat cerita saya di kelas, saat mempertontonkan foto seorang perempuan tua dari suku Dayak yang tertawa lebar waktu dipotret. Ia menutupi gigi-giginya yang merah karena sirih, dengan salah satu telapak tangannya. Bagaimana dengan Anda? Semoga budaya malu masih ada sampai anak-cucu. Bukan hanya suka malu-maluin.

Memang hanya perempuan yang bisa mengerti (dok.Screenshot Sat1)
Memang hanya perempuan yang bisa mengerti (dok.Screenshot Sat1)

Memilih Tim Alice karena Sesama Perempuan
Alice adalah satu-satunya juri atau coach TVoG yang berjenis kelamin perempuan. Meskipun Jerman bebas gender, tidak membedakan laki dan perempuan, namun tetap saja bagi Claudia, memilih Alice adalah pilihan tepat. Women, yes we can.

"Karena saya rasa kalo sesama perempuan jadi bisa lebih ngerti kebutuhan di panggungnya kayak gimana," jawab Claudia saat saya tanya langsung lewat Whatsapp. Keingintahuan saya terjawab sudah. Tadinya, saya bertanya-tanya sendiri.

Bukankah Rae yang pertama kali buru-buru menekan tombol merah saat lagu baru 1/3 dan langsung membalikkan badan untuk melihat siapa di balik suara emas yang didengar dalam studio itu.

Sedangkan Alice, sebenarnya justru baru yakin bahwa Claudia pantas diberi kesempatan maju ke babak berikutnya, setelah tombol kedua berbunyi oleh rekan sebelahnya. Ia ketinggalan. Begitu pula dengan 2 juri lainnya. Ikut-ikutan tekan tombol dan membalikkan kursi menatapi sosok langsing di panggung.

Baiklah, alasan yang dikemukakan Claudia masuk akal. Ditambah, Alice dan Claudia adalah dua orang asing di Jerman yang hijrah ke Muenchen. Mereka merasa sehati, senasib, sepenanggungan dan sejenis kelamin ... itu sesuatuh.

***

Dari kisah Claudia mencapai puncak di The Voice of Germany ini banyak yang bisa kita pelajari. Pertama, menemukan minat dan bakat memang harus sedini mungkin. Lalu berjuang keras untuk menjadi terbaik di bidang yang sudah ditemukan adalah mutlak. Mengasah bakat supaya tajam. Sudah menemukan bakatkah kita?

Kedua, dukungan orang-orang terdekat dan tercinta sangat dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan lewat bakat yang dimiliki. Tanpa mereka, kita akan menjadi titik yang nggak kelihatan di mana jatuhnya dalam sebuah kalimat.

Siapakah mereka itu, dalam kehidupan kita? Ketiga, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Kalau sudah berusaha sekuat tenaga, doa tidak boleh ditinggalkan. Doa yang dipanjatkan sendiri dan ditebarkan orang-orang di sekeliling, akan menjadikan tangan-tangan kecil tapi kuat demi mengamini kehendak-Nya. Sudahkah kita berdoa hari ini?

Indonesia memang gudangnya penyanyi. Namun masih banyak bakat-bakat keren dari tanah air yang nggak kalah seru. Ada mengukir kayu, memahat batu, menari tarian tradisional, membatik, menyongket, melompat batu atau kemahiran lain yang di negara lain nggak jamak.

Semoga, talenta-talenta itu akan dibawa generasi muda Indonesia ke seluruh dunia. Meledak seperti letusan gunung Krakatau yang debunya ke seluruh dunia. Jangan hanya Jerman, deh. Bumi itu bulat. Salam hangat untuk semua. (G76)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun