Mohon tunggu...
Politik

Apakah Kita Akan Menuju Orde Baru Versi Modern?

20 Desember 2018   22:54 Diperbarui: 21 Desember 2018   01:33 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demokrasi bergerak dengan cara yang misterius. Sebagai bentuk pemerintahan selalu berubah, dengan beberapa negara membuat transisi dari kediktatoran dalam seketika, sementara yang lain membuang sistem di negara lain.

Tidak ada jaminan bahwa setelah suatu negara mencapai demokrasi, suatu negara akan tetap dalam permainan ini untuk selama-lamanya. Demokrasi yang kita tahu adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Tapi apakah kita sebagai rakyat sudah merasakan demokrasi pada negara ini atau kemunduran pada demokrasi?

Demokrasi kita kembali ke belakang secara lebih frontal. Kita sudah tahu mengenai kontroversi atas revisi UU MD3. Sedangkan kita tahu bahwa salah satu pilar dalam demokrasi adalah kesempatan bagi rakyat untuk melakukan pengkritikan terhadap pejabat negara, selama kritik tidak mengandung unsur pribadi yang menyinggung pejabat tersebut maka sebenarnya kritikan diperbolehkan. 

Dalam revisi UU MD3 pasal 122k memuat perihal penghinaan terhadap parlemen berisi tambahan peraturan yang memerintahkan Mahkamah Kehormatan Dewan untuk mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

Sedangkan demokrasi di Indonesia sangat membutuhkan penguatan dalam partisipasi publik terhadap permasalahan negara, tetapi DPR malah membuat revisi UU MD3 pasal 122k yang membuat masyarakat tidak bisa berpendapat. 

DPR malah memperkuat imunitas politiknya, hal ini membuat DPR menjadi antikritik dan kebal akan hukum sehingga ini merupakan upaya kriminalisasi terhadap praktek demokrasi. Pilar kedua dalam demokrasi ialah kebebasan dan terakhir adalah transparansi dalam pengelolaan negara. Kebebasan akan menghilang dan berimbas pengelolaan pemerintah yang transparan dan akuntabel. Sehingga terciptanya pemerintahan yang bersih akan sulit tercapai.

Revisi UU MD3 ini telah menyalahi prinsip rule of law, merusak makna sistem check and balances, dan juga bertentangan dengan Mahkamah Konstitusi yang sebagai penegak hukum. Sehingga DPR menambah kekuasaanya sebagai lembaga legislatif dengan kekuasaan penegakan hukum dan ini melampaui kewenangan penegakan hukum. Penerapannya adalah bentuk konsentrasi kekuasaan dengan melompati aturan yang sudah ada, sehingga sudah melanggar sistem trias politika. 

Sedangkan kita tahu bahwa trias politika merupakan pembagian kekuasaan agar tidak adanya pelimpahan kekuasan terhadap orang yang sama sehingga dapat dihindari penyalahgunaan kekuasaan. Dalam trias politika telah dibagi lembaga-lembaga negara yang mempunyai tugas masing-masing. Dengan begitu tidak ada lagi penyelewengan kekuasaan, selain itu rakyat juga bisa menyampaikan pendapatnya melalui lembaga legislatif.

Proses legislasi yang sangat ekslusif tanpa partisipasi masyarakat telah membuktikan bahwa revisi UU MD3 ini dibuat untuk memperkuat proteksi dan memenuhi kepentingan diri anggota DPR. Sedangkan revisi UU MD3 telah melanggar UUD 1945 pasal 27 ayat 1 yang isinya "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya."

Sangat ironis negara kita bisa disebut sebagai negara demokrasi sedangkan rakyat dipersempit ruang geraknya dan dituntut untuk bungkam. Apakah ini yang disebut orde baru versi modern? Hanya saja pada masa orde baru kekuasaan hanya di pegang oleh satu orang dan sekarang kekuasaan di tangan DPR.

Mahkamah Konstitusi telah membuat putusan MK yang membatalkan ketentuan pada Pasal 73, 122 dan 245 pada UU MD3. Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan putusan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3). Meskipun Mahkamah Konstitusi telah membatalkan revisi tersebut kita sebagai rakyat tidak boleh diam saja, Kita sebagai masyarakat harus membiasakan untuk berbuat sesuai dengan aturan main atau hukum yang berlaku. Kemudian bertindak secara demokratis bukan otokrasi atau tirani. Menyelesaikan persoalan dengan musyawarah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun