Mohon tunggu...
Gabriel Pramana Pradnyamurti
Gabriel Pramana Pradnyamurti Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Seminaris

Hallo sayangg

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Melihat Keheningan

23 Maret 2024   09:53 Diperbarui: 23 Maret 2024   09:56 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


          "Iya Nak, ibuk tahu menerima suatu hal baru yang nggak kamu suka itu pastilah amat berat, apalagi kebutaan yang permanen seperti ini. Ibuk sendiri juga nggak bisa bayangin kalau Ibuk sendiri yang ngalamin. Ibuk sudah memaafkan kamu, sekarang kamu harus berdamai dengan dirimu sendiri dan ibuk akan selalu berada di sisimu, ibuk akan selalu menemanimu dalam proses itu." Jawab ibunya dengan sepenuh hati.


          Terbuka, lega sudah hati Abel. Kini ia menyadari bahwa penyebab dari segala masalah yang ia hadapi adalah ketika ia belum dapat berdamai dengan dirinya sendiri. Ia sadar bahwa ketika ia tidak dapat berdamai dengan dirinya sendiri, rasa kesepianlah yang muncul dan mendominasi dirinya. Rasa kesepian itulah yang hanya dapat ia lihat dalam kegelapan yang menyelimuti matanya. Chelsea adalah buktinya. Chelsea bukanlah sebuah nama orang, Chelsea hanya buah dari kesepian Abel, dengan menciptakan Chelsea dalam pikirannya Abel kira itu dapat menjadikannya teman dalam sepi. Namun tidak, faktanya yang terjadi adalah sebaliknya. Abel semakin merasa kesepian dan Chelsea itu sendiri yang membuktikan seberapa dalam rasa kesepian pada hati Abel.


          "Terimakasih banyak ya Buk. Berkat Ibuk yang selalu sabar menghadapi diriku ini, sekarang Abel sadar bahwa pertama-tama aku harus damai dengan diriku sendiri sebelum berdamai dengan orang lain dan Abel benar-benar bersyukur akan keberadaan Ibuk dalam hidupku yang hingga kedepannya Ibuk masih mau mendampingiku dalam prosesku berdamai dengan diriku sendiri." Kata Abel pada ibunya dengan mantap.


          "Iya Nak, Ibuk juga berterimakasih karena sekarang kamu sudah mau mencoba untuk berdamai dengan dirimu sendiri dan terimakasih karena kamu mau menerima ibuk sebagai temanmu dalam proses itu." Kata ibunya.


          Dengan begitu tulus sang ibu merangkul putrinya itu dan pada saat yang sama sang putri langsung membalas pelukan ibunya. "Yaudah sekarang ayo sarapan dulu ibuk udah masak tadi." Kata ibunya.


          "Iya Buk." Jawab Abel dengan perasaannya yang masih sedikit canggung.

          Selama makan Abel tetap tidak dapat fokus pada makanan yang ia santap, ia benar-benar tersentuh menyadari bahwa betapa besar rasa sayang ibunya pada dirinya. Bahwa dengan rasa sayang itu ibunya begitu mudah memaafkan segala perilakunya dan kini tetap mendukung serta membantunya dalam tiap masalahnya. "Buk, Abel mau duduk di teras dulu ya, mau ngadem." Kata Abel pada ibunya.


          "Iya hati-hati, perlu dituntun Ibuk atau engga?" Sambung ibunya.


          "Iya Buk, gapapa ngga usah dituntun cuma deket Abel jalan pelan-pelan kok sambil pegangan tembok, Ibuk lanjut makan dulu aja nggak papa nanti Abel balik lagi."


          Dengan begitu perlahan dan berhati-hati melangkahkan kakinya, Abel sedikit demi sedikit mulai menggapai teras rumahnya. Sesampainya disana ia mencoba menggenggam sandaran kursi lalu duduk di sana. Dalam duduknya Abel mencoba mengolah segala masalahnya selama satu tahun ini. Masalah ini bermula ketika Abel bergembira mendengar kabar bahwa pengerjaan novelnya akan dibiayai dan dibantu oleh suatu perusahaan percetakan ternama. Karena dia terlalu larut dalam suasana bahagianya ia berlarian kesana kemari melalui tiap sudut dalam rumahnya. Namun nahas, ketika sedang berlari ia tidak sadar bahwa tepat di depannya terdapat sebuah mainan bola plastik sehingga selang beberapa detik kemudian ia menginjak bola itu dan terjatuh. Sialnya lagi ia terjatuh dalam posisi duduk dan jatuh pada alas yang begitu keras dan sesaat kemudian ia segera pingsan. Saat terbangun ia sudah tidak dapat melihat apapun dan kebutaan itulah yang didapatinya hingga saat ini.


          Setiap Abel mengingat rangkaian yang menimpanya ini ia amat kesal pada dirinya sendiri di masa lalu yang begitu bodoh dan ceroboh, tetapi kini ia mencoba mengubah paradigmanya. Kini ia melihat segala insiden yang menimpanya sebagai sebuah anugrah dari Tuhan dan sebagai bentuk peringatan Tuhan akan dirinya. Sehingga kini ia kembali mencoba masuk dalam keheningan batinnya. Sembari merasakan dan mendengarkan seluruh kejadian yang terjadi di sekitarnya ia juga mencoba merasakan apa suara hatinya. Ternyata setelah melalui pertobatannya pagi ini suara hatinya telah berubah, dari dalam lubuk hatinya ia telah berdamai dengan kejadian yang menimpa dirinya. Melalui insiden ini ia juga belajar untuk mengendalikan emosi dan perasaannya. Dari dalam hatinya ia telah menerima kebutaan yang ia dapatkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun