Ramadhan sudah sampai hari ke 19, sangat cepat terasa waktu bergilir satu hari demi hari. Di akhir Ramadhan seperti ini, Pesantren Babussalam biasa mengadakan acara buka bersama dan juga Simaan Al Qur'an. Simaan adalah sebuah konsep acara membaca dan menyelesaikan bacaan Al Qur'an dari juz 1 hingga juz 30. Karena dibaca dari awal sampai akhir, maka waktu yang dibutuhkan juga lama. Acara yang diadakan hari kamis kemarin (23-24/05-2019) itu dimulai dari jam 9 pagi dan selesai jam 07 pagi. Â
Saya tak sempat ikut acara dari pagi, karena harus melakukan takziah ke seorang kawan yang meninggal tabrakan beberapa hari lalu. Tadinya saya mau pakai kaos lengan pendek saja, karena perjalanan mengantarkan sayuran juga cukup panjang dan lama. Dengan menggunakan kaos, cuaca panas di luar dan di dalam kendaraan bisa diringankan dengan kaos. Menggunakan kaos juga, bisa mempercepat penyerapan keringat. Namun istri saya mengingatkan untuk memakai baju yang lebih pantas. Pakai kemeja saja katanya. Saya akhirnya ganti kostum dengan baju koko berwarna agak gelap. Betul saja, teman-teman lain yang ikut menyalatkan dan menguburkan rata-rata memakai kemeja dengan warna-warna gelap.
Saya mengantarkan sayuran dari satu panti ke panti lain di Bandung. Karena yang diantar hanya sedikit, jam 3 sore hari, sudah bisa sampai di rumah. Saya istirahat sebentar. Puasa dan cuaca panas, membuat keletihan dan lemas tak bisa dilawan. Sampai di rumah, saya langsung membuang badan ke tempat tidur. Nikmat rasanya bisa merebahkan diri di rumah sendiri. Dingin dan teduh.
45 menit rasanya sebentar saja untuk sedikit terpejam tidur. Saya segera mandi dan kemudian melakukan shalat. Seperti biasa untuk shalat stelan umum di rumah, sarung dan baju koko. Agar terasa segar, saya pakai baju koko putih dan tak lupa, peci hitam kebangsaan.
Setelah selesai shalat, saya segera turun untuk ikut bergabung bersama dengan para santri lainnya yang sudah sejak pagi ikut acara simaan. Seperti layaknya para santri pesantren, pakaian umum yang dipakai adalah kemeja, baju koko dan tak lupa kopiah. Ada yang memakai kopiah hitam, ada juga yang putih. Satu kitab yang wajib dibawa saat mengikuti simaan adalah Al Qur'an.
Karena lokasi pesantren kami berada di Bandung Utara yang memiliki udara cukup dingin, maka sebagian ada yang menggunakan pakaian cukup tebal. Apalagi buat nanti malam saat udara dingin-dinginya.
Para santri putra terlihat biasa saja tak banyak berdandan. Hanya satu dua yang terlihat rapis dan modis. Â Sementara para santri putri lebih rapi berdandan dan menggunakan pakaian yang lebih selaras padu padannya.
Menjelang magrib, bacaan Al Qur'an dihentikan untuk memberi kesempatan para santri mencari makanan berbuka. Konsep kali ini berbeda dengan acara-acara sebelumnya. Jika di acara sebelumnya, makanan disediakan oleh panitia sendiri, lalu para santri akan antri di meja yang disediakan. Kali ini, panitia menyediakan  beragam booth makanan yang beragam. Betul-betul beragam. Saya hitung ada hampir 20 jenis makanan dan minuman. Cocok disebut berburu makanan buka.
Para santri diberikan 1 kupon yang bisa diganti dengan 1 jenis snack, minuman dan makanan. Setiap kali berminat pada satu makanan maka kupon disobek dan diberikan kepada para penjaga. Bebas mau pilih apa saja. Mau mpek-mpek, kolak, mie bakso, baso tahu, atau es buah. Bisa juga dibelikan snack khas seperti gehu (tahu goreng) bala-bala, martabak telor dan cilor. Untuk minuman pilihan ada jus buah, es sarang burung, sirup rosella dan lainnya. Nyatanya memang heboh dan memberi nuansa baru.
Malam makin malam dan cuaca dingin mulai memeluk setiap peserta simaan. Akhirnya keluar pakaian-pakaian tebal penahan hawa dingin. Selain jaket, para santri ada yang pakai sarung untuk mengusir dingin dan juga ada yang bawa selimut betulan.
Saya juga merasakan dinginnya cuaca malam itu. Saya pulang dulu ke rumah dan menambah kostum dengan jas dan serban. Jas cukup ampuh menahan hawa dingin dan serban menahan kepala dari buruan udara dingin malam 19 Ramadhan itu. Selain sarung, saya membuat tambahan celana panjang untuk malam itu. Pasalnya saat ikut simaan, rasa kantuk sering mengalahkan mata dari membaca dan mendengar para hafidz membaca ayat. Saat terkulai tidur itu kan saya tidak ingin sarung saya tersingkap dan memberikan pandangan yang tak etis.