Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi sedang mengejutkan publik dengan ide mengirimkan anak-anak yang dianggap "nakal" ke barak militer guna menanamkan disiplin. Secara sepintas, ide ini terlihat sangat heroik bahkan terdengar sangat solutif. Banyak orang setuju hal tersebut akan menyelesaikan masalah, banyak orang berpikir anak-anak tersebut akan berubah menjadi layaknya prajurit yang tangguh. Namun mari kita hentikan sesaat euphoria tersebut.
Dalam pandangan keilmuan perkembangan anak, bahwa perilaku menyimpang pada anak khususnya remaja merupakan gambaran dari dinamika keluarganya, level ekonomi, dan bagaimana lingkungan si anak. Masalah pada anak itu berasal dari rapuhnya pengasuhan. Jika harus dibenahi, maka orang tuanya yang harusnya di kirim ke barak militer untuk mendapatkan pengajaran pengasuhan yang benar. Tentunya TNI harus bekerjasama dengan ahli parenting.
Program mengirim anak nakal ke barak militer pernah dijalankan di luar negeri seperti Amerika Serikat. Nama programnya boot camp. Program tersebut mendapat banyak kritik khususnya dari pemerhati anak dan pemerhati pendidikan. Hasil dari American Psychological Association (APA) mengatakan program boot camp tidak berpengaruh dalam jangka panjang, justru dapat memperburuk hubungan orang tua dan anak.Â
Sementara pada negara Australia dan Finlandia lebih memilih pendekatan dalam memperkuat fungsi keluarga. Program Australia adalah Triple P (Positive Parenting Program) dimana pemerintah memberikan pelatihan parenting bagi orang tua. Program Finlandia adalah Neuvola System dimana pemerintah memberikan pendampingan kesehatan dan tumbuh kembang pada orang tua dari masa kehamilan sampai anak masuk sekolah.
Anak nakal bukan karena kurang disiplin, melainkan karena kurang mendapat bimbingan hangat dan tegas dari orang tuanya. Banyak orang tua yang belum memahami pengasuhan yang benar. Selain itu, kemiskinan struktural dan tekanan lingkungan turut berperan. Anak-anak nakal mendapat tekanan yang belum bisa mereka atasi . Beberapa kali saya berinteraksi dengan anak-anak yang menyimpang lebih karena orang tua yang terlalu sibuk mencari uang tanpa memberikan kehadiran emosional serta lingkungan tumbuh kembang mereka yang tidak baik.
Solusi anak berperilaku menyimpang bukan barak melainkan kembali ke rumah, kembali ke pelukan hangat orang tua. Mengasuh adalah tugas orang tua. Berikan edukasi parenting pada orang tua, dukung ekonomi orang tua, dan ciptakan ruang tumbuh kembang anak yang nyaman. Anak-anak butuh pelukan bukan komando. Terlebih program pengiriman anak ke barak dalam waktu yang singkat. Tentunya terkesan hanya simbolik dan tidak menyentuh akar permasalahan.
Pemerintah Jawa Barat perlu mengkaji ulang, jangan terburu-buru. Jangan menyalahkan anak yang berteriak, jika di rumah dia tidak pernah di dengar. Program mengirim anak ke barak tidak memberikan ruang edukasi bagi orang tua, padahal mereka adalah aktor utama dalam pembentukan karakter anak. Program tersebut ibarat menyiram daun yang layu, padahal akar (keluarga) kekeringan. Ia mungkin tampak segar sesaat, tapi tak akan bertahan lama. Ide Pak Dedi mungkin berasal dari niat yang sangat baik, tetapi niat baik saja tidak cukup. Anak-anak bukanlah pion, melainkan generasi penerus yang perlu dibina bersama ibu, bapak, sistem sosial, dan pendidikan yang peduli.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI