Pagi itu udara terasa sejuk, sinar matahari menyelinap lewat jendela kamarku dan membangunkanku dari tidur. Dengan tergesa-gesa aku merapikan seragam, sarapan sebentar, lalu berangkat ke sekolah pukul 07.00 WIB.
Sesampainya di sekolah, aku bertemu dengan temanku, Baim. Kami pun berbincang dan berjanji akan bermain bersama setelah pulang sekolah. Namun, pagi itu aku justru memiliki niat nakal. Aku mengajak Baim untuk bolos dari kelas.
Kami berdiskusi mencari cara kabur. Aku bertanya, "Im, kita bagusnya cabut lewat belakang atau pagar sekolah?" Setelah berpikir sebentar, kami memutuskan untuk keluar lewat belakang sekolah.
Namun, rencana itu gagal. Saat kami hendak kabur, seorang guru tiba-tiba lewat dan memergoki kami. Jantungku berdegup kencang, sementara Baim terlihat panik.
Guru itu langsung memarahi kami, "Kalian ini belum jam pulang, tapi sudah mau kabur!" Aku dan Baim hanya bisa terdiam menahan malu meski dalam hati kesal.
Kami berdua kemudian dipanggil ke ruang kepala sekolah. Guru-guru menasihati kami agar tidak mengulangi perbuatan itu lagi. Rasanya aku benar-benar malu dan takut.
Beberapa menit kemudian, ayahku datang dengan wajah marah setelah mendapat telepon dari guru. Tanpa banyak bicara, beliau langsung membawaku pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, ayah menceritakan semuanya kepada ibu. Ibu tampak sangat sedih dan kecewa mendengar kelakuanku. Aku hanya bisa menunduk diam penuh penyesalan.
Ayah lalu memberiku hukuman. Aku dilarang bermain handphone dan harus dikurung di kamar. Saat itu aku menangis dan termenung, menyesali apa yang telah aku lakukan di sekolah.
Di kamar, aku mencoba menenangkan diri. Aku mengambil wudhu, lalu shalat sambil menangis memohon ampun kepada Allah atas kesalahanku.
Keesokan harinya, aku memberanikan diri untuk meminta maaf kepada guru di sekolah. Aku juga meminta maaf kepada ayah dan ibu di rumah. Mereka mau memaafkanku, tetapi tetap mengingatkan agar tidak mengulanginya.