Mohon tunggu...
Fristianty Ltrn
Fristianty Ltrn Mohon Tunggu... Administrasi - NGO

Penulis Pemula

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangan Lecehkan Hak Manusia

15 Mei 2018   00:11 Diperbarui: 15 Mei 2018   01:51 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Satu hal yang membuat miris adalah pelaku bom bunuh diri itu juga sudah mengalami pelecehan hak azazinya sebagai manusia. Mereka tidak berhak memilih dengan merdeka bahwa mereka berhak hidup. Suara mereka tidak didengarkan. Sayangnya mereka tidak meyadari itu, seharusnya kita diberi kesempatan berbicara dengan para kandidat pengantin, untuk bertanya adakah mereka memiliki impian yang lain selain bayangan surga yang kemilauan itu? 

Mungkin mereka akan menjawab sama seperti saya dan pembaca menjawab "Saya bermimpi menyekolahkan anak saya setinggi tingginya" atau "Saya berharap menemukan jodoh dan menikah" atau "Saya bermimpi memiliki rumah kecil tempat bernaung" dll...sebuah cita cita yang manusiawi, tidak muluk muluk tapi menyatakan bahwa mereka adalah manusia biasa yang memiliki nurani. 

Ada sebuah kisah yang gampang sekali kita telusuri di internet. Terjadi tahun 2016, alkisah sepasang suami istri yang merelakan dua anak gadis ciliknya menjadi pelaku bom bunuh diri di Suriah. Sang ibu berkali kali memeluk kedua putrinya, saat  merelakan gadis cilik usia 7 dan 9 tahun itu menjadi pelaku bom bunuh diri, yang sorga adalah kata yang selalu dibisikkan oleh Sang Ayah di telinga kedua gadis cilik tersebut.. 

Entah apa yang ada dalam pikiran sepasang orang tua di Suriah ini, rela menjadikan dua anak gadisnya sebagai martir bom bunuh diri di sebuah kantor polisi. Sebuah video pun merekam adegan terakhir saat mereka melakukan perpisahan sebelum menjalankan aksi. Di video itu tampak sang ibu beberapa kali mencium dan memeluk dua anak gadisnya tersebut. Sebagai seorang ibu, saya rasa tidak salah kalau kita menduga hatinya pasti remuk dan berdarah darah menahan pedih atas nama jihad.

Dibalik kisah korban bom bunuh diri yang terjadi, kita harus membuka mata bahwa sang pengantin juga sedang mengalami pelecehan akan hak hak nya untuk hidup dan melanjutkan hidup. Seandainya saja kita diberi kesempatan berbicara dengan sang Ibu, mungkin dia sudah punya cita cita lain untuk kedua putri ciliknya itu, selain Sorga. Tapi hak untuk melihat keturunannya hidup bahagia tidak bisa diperolehnya, karena sebuah dogma. Dogma tentang Allah. 

Saya kembali berandai andai, bila diberi kesempatan berbicara dengan sang ibu Puji di Surabaya, saya akan bertanya; Apa yang dirasakannya terhadap ke empat darah dagingnya sendiri? Apa cita citanya yang lain selain surga untuk ke empat buah hatinya tersebut?


Dalam kemirisan saya merenungkan: Apakah karakter Allah, Sang pemilik surga itu, tercermin dari sikap mereka? Yang jelas melalui tindakan bom bunuh diri bukan lah menunjukkan karakter Allah yang selalu memberikan kesempatan kedua kepada umat. Allah yang sangat menghargai sebuah nyawa. Bukan sama sekali.!! Please hentikan!.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun