Selain itu, hambatan sintesis protein yang selektif dan penumpukan ribosom yang gagal melakukan elongasi dapat memicu respons stres seluler pada bakteri, yang pada akhirnya mempercepat kematian atau menghambat proliferasi bakteri
Spesifisitas Hambatan dan Konteks Nascent Peptide
Meskipun kloramfenikol dikenal sebagai inhibitor universal sintesis protein, penelitian terbaru menunjukkan bahwa hambatan translasi oleh kloramfenikol bersifat kontekstual. Efek penghambatan paling kuat terjadi ketika residu alanin, serin, atau treonin berada di posisi penultimate (1) rantai peptida yang sedang disintesis. Sebaliknya, kehadiran glisin pada posisi tertentu dapat mengurangi atau bahkan meniadakan efek penghambatan kloramfenikol
Intervensi Antibiotik: Kloramfenikol dan Hambatan Sintesis Protein Bakteri
Antibiotik kloramfenikol adalah salah satu agen antimikroba yang bekerja dengan cara menghambat sintesis protein pada bakteri. Mekanisme utamanya adalah mengikat subunit ribosom 50S bakteri dan menghalangi aktivitas pusat peptidil transferase, sehingga pembentukan ikatan peptida antara asam amino selama translasi terhenti.
Kloramfenikol bekerja dengan mengikat secara reversibel pada pusat peptidil transferase dari subunit besar (50S) ribosom bakteri tipe 70S. Pusat peptidil transferase ini adalah lokasi penting di mana terjadi pembentukan ikatan peptida antara asam amino selama proses translasi. Dengan menempati situs ini, kloramfenikol mencegah aminoasil-tRNA untuk berikatan dengan ribosom, sehingga sintesis rantai polipeptida terhenti dan protein baru tidak dapat terbentuk.
Akibatnya, bakteri tidak dapat memproduksi protein esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, pembelahan, dan mempertahankan struktur serta fungsi sel. Tanpa sintesis protein, bakteri kehilangan kemampuan untuk menjalankan metabolisme, memperbaiki kerusakan, dan bereplikasi. Hal ini menyebabkan pertumbuhan bakteri terhenti dan akhirnya mati.
Intervensi semacam ini sangat penting dalam pengobatan infeksi bakteri, namun juga menyoroti betapa sentralnya proses sintesis protein dalam kelangsungan hidup semua makhluk hidup.
Mutasi Genetik: Pengaruh terhadap Struktur dan Fungsi Protein
Mutasi genetik adalah perubahan pada urutan basa DNA yang dapat berdampak besar terhadap struktur dan fungsi protein yang dihasilkan. Mutasi dapat berupa substitusi satu basa (mutasi titik), penghapusan, atau penambahan basa. Perubahan ini menyebabkan perubahan urutan asam amino pada protein, yang dapat mengubah sifat kimiawi dan pelipatan protein tersebut.
Jika mutasi terjadi pada gen yang menyandi protein penting seperti insulin, hasilnya bisa sangat merugikan. Protein yang dihasilkan mungkin mengalami pelipatan abnormal (misfolding), kehilangan kemampuan membentuk ikatan disulfida, atau terjadi penggantian asam amino hidrofilik dengan yang hidrofobik. Akibatnya, protein menjadi tidak stabil, tidak aktif, atau bahkan toksik bagi sel.
Contoh nyata adalah pada penyakit diabetes mellitus tipe 1 yang disebabkan oleh mutasi gen insulin. Protein insulin yang abnormal tidak mampu mengatur kadar gula darah secara efektif, sehingga terjadi gangguan metabolisme glukosa.
Kebutuhan Protein pada Sel Kanker
Sel kanker dikenal dengan laju pertumbuhan dan pembelahan yang sangat cepat. Untuk mendukung aktivitas ini, sel kanker membutuhkan sintesis protein dalam jumlah besar. Protein dibutuhkan untuk membangun komponen sel baru, memperbaiki kerusakan DNA, mendukung metabolisme tinggi, dan mengatasi stres lingkungan.
Peningkatan sintesis protein pada sel kanker juga berkaitan dengan kebutuhan akan enzim, faktor pertumbuhan, dan protein regulator yang mendukung proliferasi dan kelangsungan hidup sel kanker. Oleh karena itu, jalur biosintesis protein menjadi target penting dalam pengembangan terapi antikanker, misalnya dengan menggunakan inhibitor translasi atau agen yang mengganggu fungsi ribosom.