Mohon tunggu...
Frid gato Ma
Frid gato Ma Mohon Tunggu... Nelayan - KEA

ULTRAMEN _ VOLUNTARISME

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Teknologi vs Iman

13 Februari 2018   22:38 Diperbarui: 13 Februari 2018   22:48 1470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ditegaskan, bahwa kehidupan selalu berasal dari kehidupan. Kita melihat kehidupan dialihkan, tetapi tidak pernah diciptakan. Allah sang Sumber Kehidupan yang memberikan kehidupan kepada ciptaan-Nya. 

Mana yang lebih masuk akal? Benda mati jadi makhluk hidup lewat proses yang ajaib, atau Sumber Kehidupan membagikan kehidupan-Nya kepada benda mati sehingga hidup? Namun di satu sisi, cukup sulit memutuskan pilihan dari dua pernyataan umum tersebut. Kehadiran teknologi dengan kemajuannya,  menyajikan bukti nyata dan teramat mudah dicernah oleh akal sehat manusia, dan iman yang menuntut spritualitas kepercayaan yang total terhadap Kehendak Allah, dengan segalah kuasa, yang lumrah bilah dicernah oleh pikiran manusia yang sederhana (terkait imanen dan transendesi Ke-Allahan).  

Sekilas Dalam Pandang

Terlepas dari polemik antara  iman dan arus zaman teknologi  dari masa ke masa sejak awal abad pertengahan hingga saat ini. Sejenak kita menepi pada realita yang tengah terjadi pada kehidupan manusia-manusia di abad XXI. Suatu realita yang menarik untuk ditelusuri di zaman ini adalah pola prilaku manusia yang dengan tau dan mau mengabdikan dirinya menjadi "budak-budak" benda mati. Kenyataan ini dapat kita jumpai, bahkan pernah kita menjadi pelakonnya, bilamana kita mampu menghabiskan separuh waktu kita untuk berhubungan dengan teknologi daripada dengan alam nyata. 

Dalam hitungan persentase dapat saya katakan bahwa,sekitar 60% waktu kita pakai untuk berada di dunia maya sedangkan sisanya kita pakai untuk berada di dunia nyata, belum lagi dengan persentase keberadaan kita di dunia alam bawah sadar. Kenyataan seperti ini tidak bisa kita bantah, sebab demikianlah realita yang ada.

Menyedihkan bila perilaku demikian di hadapkan dengan iman orang-orang percaya (baca:Katolik). Tidak jarang bila diperhadapkan dengan minat; terlihat jelas bahwa orang-orang Katolik masa kini lebih menikmati berkomunikasi dengan sesama di dunia maya dari pada dengan orang-orang di sekitarnya, apabalagi perihal ketersediaan waktu untuk berjumpa dengan Tuhan. 

Sudah menjadi pemandangan yang biasa bahwa persentese orang-orang katolik lebih tertarik mengunjungi tempat rekreasi, pusat perbelanjaan, ataupun tempat-tempat hiburan lainnya daripada berada di chapel/gereja. 

Megah dan agung bangunan suci yang adalah rumah Tuhan sendiri, tidak menjadi tolak ukur penentu jumlah umat yang hadir mengikuti perayaan ekaristi. Banyak chapelatau gereja-gereja yang kini sangat memprihatinkan, terutama tingkat keterlibatan kaum Krisiani dalam merayakan perayaan ekaristi, maupun aktifitas serta kegiatan rohani lainnya.

Salah satu contoh bentuk keprihatinan yang ditunjukan dari kesenjangan antara iman dan perkembangan teknologi  ialah minat membaca kitab suci yang adalah sumber iman, dengan penggunaan gedget dan kehendak  untuk selalu daring (dalam jaringan). Terlihat jelas bahwa, minat mengunakan teknologi masih sangat kuat daripada menjalankan kegiatan rohani atau sekadar membaca Kitab Suci.

 Bisa dikatakan bahwa penggunaan teknologi di abad-XXI telah menjadi kebutuhan dan keberadaan iman hanya sebatas sebagai suatu pilihan. Keberadaan teknologi yang seharusnya menjadi penunjang iman, kini malah hadir sebagai suatu hal yang seakaan menggugah keberadaan iman. Terjadi begitu banyak penyalahgunaan atau salah pemanfaatan terhadap perkembangan teknologi, dimana cenderung membawa orang pada jalan penyesatan.

 Realita demikian seakan menggambarkan bahwa sejatinya perkembangan iman masa kini patut mendapat perhatian. Antara iman dan perkembangan teknologi sering tidak sejalan, karenanya di satu sisi teknologi berkembang sangat cepat dari masa ke masa, sedangkan iman sendiri macet dalam penghayatan dan perjalannya. Lalu apa yang menjadi solusinya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun