Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Content Creator Tafenpah

Membaca, Berproses, Menulis, dan Berbagi || Portal Pribadi: www.tafenpah.com www.pahtimor.com www.hitztafenpah.com www.sporttafenpah.com ||| Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Modifikasi Motor: Antara Gengsi, Hedonisme dan Propaganda Iklan

5 Oktober 2021   13:51 Diperbarui: 5 Oktober 2021   14:14 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Modifikasi motor; antara gengsi, hedonisme dan propaganda iklan. Kompasiana.com

Modifikasi motor  semakin berkembang mengikuti perubahan zaman. Berbicara tentang modifikasi motor, tentunya kita akan dihadapkan pada tiga masalah utama yakni; Gengsi, Hedonisme dan Propaganda Iklan.

Gengsi

Ilustrasi gambar dari Merdeka.com
Ilustrasi gambar dari Merdeka.com

Sebagai diaspora (perantau) yang berasal dari berbagai pelosok mana pun, kita memilih Jakarta sebagai destinasi pencarian kehidupan kita.

Cara hidup yang serba primitif dari kampung halaman, perlahan kita tinggalkan. Gegara adanya budaya gengsi.

Penyebab gengsi berawal dari lingkungan di mana kita tinggal. Contoh kasus: Si A berasal dari kampung pedalaman Timor, Nusa Tenggara Timur.

Selama di kampung halaman, memiliki motor adalah hal yang paling dibanggakan oleh dirinya, keluarga maupun lingkungan sekitar. Bisa jadi, dengan memiliki motor, si A otomotasi akan menaikan pamor atau statusnya di tengah kehidupan masyarakat.

Keuntungan lain memiliki motor di kampung halaman adalah bisa memudahkan siA untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dalam bidang pekerjaan yang ia geluti.

Lalu, dua atau tiga tahun mendatang, Si A memilih untuk berlayar ke kota metropolitan Jakarta. Awalnya, ia menjalani kehidupan sebagaimana ia di kampung halaman.

Akan tetapi, setelah ia memasuki dunia kerja, ia mulai berhadapan dengan budaya baru. Bisa jadi, ia memasuki sindrom culture shock (gegar budaya).

Maka, yang perlu dilakukan oleh si A adalah beradaptasi. Hemat saya, si A mulai menjalani kehidupan normal bersama rekan kerjanya.

Suatu hari, ia bergabung  dengan klub motor tertentu. Katakan klub motor Vario 125. Nah, di dalam klub motor itu, setiap anggota diwajibkan untuk mengikuti aturan main yang ada di dalamnya. Karena ini berdasarkan semangat dari klub motor tersebut.

Di mana, si A harus memodifikasi motornya sedemikian menarik dan berniali jual (value) di mata publik.

Sadar ataupun tidak, si A perlahan menuju kehidupan hedonisme.

Hedonisme

Sebelum kita melanjutkan pembahasan ini, kita harus mengetahui akar kata dari hedonisme itu sendiri.

Secara etimologi atau akar kata, hedonisme berasal dari bahasa Yunani yakni; hedone yang berarti; kesenangan. Paham ini berorientasi pada kesenangan." (Wikipedia.com).

Si A mulai masuk dalam budaya hedonisme. Karena dengan memodifikasi motornya, ia akan merasa lebih senang dan bahagia. Selain, ikut meningkatkan popularitasnya di klub Varion 125 tersebut.

Dengan begitu, ia diterima oleh komunitas Vario 125. Akan tetapi, si A harus mengetahui penyebab dibalik klub motor tersebut.

Salah satu penyebab yang paling riskan adalah ia harus merogoh kocek isi dompetnya setiap ada perubahan kebijakan dari ketua klub motor Vario 125 yang mengharuskan setiap anggota harus mengganti modifikasi motornya setiap tiga bulan sekali.

Memodifikasi motor berarti memerlukan dana yang banyak juga. Nah, peristiwa ini mengarahkan si A menuju permainan dari propaganda iklan.

Propaganda Iklan

Sesuai dengan Ilmu Komunikasi yang saya pelajari saat ini di Universitas Dian Nusantara (Undira), saya mencoba untuk mengaplikasikan teori yang saya dapatkan, terutama dari sudut ajaran Publik Relation (penghubung, jembatan).

Berkaca dari pendapat dari Edward Louis Bernays atau yang kita kenal dengan 'Bapak Humas," adalah seorang Public relation  yang terkenal dengan propagandanya.

Salah satu propagandanya yang paling kontroversial adalah terkait dengan "Mempromosikan Perokok Wanita dengan mencap rokok sebagai "OBOR KEBEBASAN" tahun 1929. (Materi kuliah Public relation, Universitas Dian Nusantara).

Terkait dengan klub motor Vario 125, si A sudah dihipnotis oleh panggung dunia periklanan. Karena dunia iklan berusaha untuk mengeleminasir atau mengasingkan kebutuhan dan keinginan dengan prinsip "Dengan Memodifikasi Motor" maka seseorang akan tampak lebih keren, macho dan banyak disukai oleh kaum hawa.

Berangkat dari konsep atau diskursus ini, si A pun semakin kehilangan jati dirinya. Karena ia sudah masuk dalam perangkap propaganda dunia iklan.

Bagaimana solusi yang tepat bagi si A untuk keluar dari budaya gengsi, hedonisme dan propaganda iklan tersebut?

Hal yang harus diperhatikan oleh si A adalah melihat kembali motivasi awalnya, sebelum ia memilih untuk merantau ke Jakarta. Dan ia juga harus mengetahui kegunaan dari fungsi motor itu sendiri. jika, memiliki motor di kota besar sudah memudahkan aktivitas keseharian, untuk apa ia mencari lagi hal yang terus menguras isi dompetnya.

Selain itu, ia juga harus memiliki prinsip hidup yang jelas. Karena orang yang memiliki prinsip hidup, apa pun kondisi atau peristiwa yang ada di depannya, tentunya ia tidak akan terpengaruhi.

Karena pada dasarnya, ia sudah memiliki pedoman, arahan untuk menjalani kehidupan sesuai dengan versi terbaiknya.

Sekian dan terima kasih.

Jakarta, 05 Oktober 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun