Sore itu, aku berpamitan dengan tante dan adikku. Raut mereka tampak sangat sedih.
Kulihat sesekali tante mengelap air matanya yang keluar. Adik pun memelukku dengan erat seakan tidak ingin aku pergi.
Kunaiki kereta api yang hendak meninggalkan stasiun itu. Kulambaikan tanganku lewat jendela kepada tante dan adik sebagai tanda perpisahan terakhir kepada mereka.
Entah kapan aku akan kembali ke kota asalku. Ayah  dan ibu sudah lama tiada. Kami diasuh oleh paman dan tante.
Keluarga paman sederhana dan hanya tinggal di rumah yang sangat kecil. Karena keadaan ekonomi yang sulit, keluarga paman harus mengurangi beban keluarga.
Paman akhirnya mengirimku ke sebuah desa yang sangat jauh dan menitipku ke salah satu teman baiknya. Awalnya, aku menolak dan berat hati untuk dititip.
Tetapi melihat keadaan keluarga paman yang sekarang ditambah tante yang sedang mengandung membuat hatiku luluh.
Di dalam kereta, aku masih tidak bisa menahan tangis meninggalkan adik kandungku. Aku hanya melihat langit yang akan berubah menjadi gelap lewat jendela.
Aku teringat dengan Laika, seekor anjing yang dikirim ke luar angkasa untuk penelitian.Â
Anjing itu diterbangkan dengan roket. Ia terbang melayang-layang sendiri. Tidak ada siapapun di angkasa yang gelap gulita itu.
Aku pun berpikir nasibku sama dengan Laika. Hanya sendirian.