Banyak orang berpikir bahwa menulis hanyalah kegiatan biasa yang tidak menghasilkan apa-apa selain kepuasan batin. Saya pun sempat meyakini hal itu. Menulis bagi saya dulunya adalah ruang pelarian dari rutinitas, bukan sumber penghidupan. Sampai suatu hari saya sadar bahwa hobi ini justru membawa kejutan yang tak pernah saya rencanakan sebelumnya.
Semua bermula dari permintaan sederhana. Seorang kenalan meminta saya menuliskan kisah tentang ayahnya yang pernah menjadi pejabat pemerintahan daerah. Tulisan itu tidak untuk buku pribadi, melainkan dimuat di surat kabar lokal sebagai bentuk penghormatan atas dedikasi sang ayah.
Saya menyanggupi permintaan itu tanpa berpikir panjang. Saat itu saya merasa ini adalah bentuk penghargaan kecil yang bisa saya berikan lewat tulisan. Saya bahkan tak sempat membayangkan adanya imbalan apa pun. Namun yang terjadi justru di luar dugaan.
Tulisan itu sampai ke tangan tokoh yang saya tulis. Ia merasa tersentuh dan menghubungi saya secara pribadi. Bukan untuk sekadar berterima kasih, tapi ia juga ingin kisah hidupnya sendiri ditulis lebih dalam. Bukan lagi sebagai anak dari seorang tokoh, tapi sebagai pribadi yang punya perjalanan hidup panjang.Â
Waktu itu beliau sedang menjabat sebagai Kepala Daerah dan kembali mencalonkan diri dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada) berikutnya. Ia ingin kisahnya dikenal lebih luas.
Pengalaman ini menjadi pintu awal yang membuka banyak hal. Saat itu saya masih berstatus sebagai Wartawan dan mulai melihat bahwa menulis bukan cuma perkara ide dan kata. Ia bisa membuka ruang-ruang tak terduga. Dari satu tulisan itu saya mulai sering diminta menulis kisah-kisah lain.Â
Bukan hanya untuk publikasi, kadang juga untuk kebutuhan pribadi, dokumentasi keluarga, atau narasi yang ingin dibagikan di media sosial.
Dari situ saya menyadari bahwa menulis bisa menjadi sumber penghasilan. Bahkan lebih dari itu, menulis bisa menjadi lorong-lorong tak terduga yang mempertemukan saya dengan wajah-wajah kehidupan. Saya tak pernah berpikir untuk menjadikannya mata pencaharian utama.Â
Tapi pada akhirnya tulisan-tulisan itu menjadi jalan yang mempertemukan saya dengan berbagai kalangan. Mulai dari Birokrat, Politisi, Pengusaha, Akademisi, hingga orang-orang biasa yang punya kisah luar biasa.
Dalam setiap proses menulis, saya selalu berusaha untuk tidak hanya mengandalkan narasi yang disampaikan oleh tokoh yang bersangkutan. Saya mencari sumber lain. Saya mewawancarai teman masa kecil, guru sekolah dasar, atau staf yang bekerja dengannya.Â
Saya membaca dokumen, menggali arsip, dan mencoba memahami karakter mereka lewat cerita orang-orang sekitarnya. Tujuannya agar tulisan saya punya kedalaman dan tidak terasa dibuat-buat.