"Wow! Makin malam makin padat pengunjungnya. Sore tadi kita 'kan masih leluasa berjalan. Enggak empet-empetan begini."
Teman saya pun merespons, "Iya. Ini bahkan lebih ramai daripada hari pertama dulu. Yang pas pembukaannya."
Kami sedang berada di Pasar Kangen. Dua jam sebelumnya, kurang lebih pukul 16.00 WIB, kami janjian bertemu di depan pintu masuk. Tidak jauh dari panggung kesenian utama.
Sebetulnya sudah ramai juga. Akan tetapi, kami masih leluasa berjalan tanpa takut tersenggol orang lain. Jumlah orang yang duduk di depan panggung kesenian pun belum begitu menyemut. Mungkin karena pertunjukan keseniannya belum dimulai.
Terbukti saat kami kembali ke situ setelah mengeksplorasi area klitikan (barang-barang lawasan), jumlah orang di depan panggung kesenian utama itu kian banyak. Mereka asyik menonton suguhan wayang kulit yang dibawakan oleh seorang dalang perempuan.
Saya perhatikan berdasarkan wajah dan kondisi fisik, komposisi penonton yang duduk di depan panggung tersebut komplet. Ada perwakilan dari tiap generasi. Mulai dari Baby Boomers, Generasi X, Milenial, Zillenial, Generasi Z, hingga Generasi Alpha.Â
Dapat dipastikan bahwa bagi Baby Boomer serta Generasi X dan Milenial, Pasar Kangen merupakan ajang bernostalgia. Mereka bisa melihat kembali barang-barang lawasan. Yang notabene mereka akrabi semasa muda atau semasa anak-anak dahulu.Â
Sementara bagi generasi-generasi yang lebih muda, mayoritas tentu datang ke Pasar Kangen bukan dalam rangka bernostalgia, melainkan dalam rangka menuntaskan rasa ingin tahu. Kiranya ada apa saja di Pasar Kangen?