Pernah nggak kamu merasa, sudah sejauh ini berjuang, tapi tetap saja seperti jalan di tempat. Semua usaha rasanya tak pernah cukup. Doa yang kamu panjatkan pun seolah menggantung di langit, tanpa sempat menyentuh bumi.
Lalu kamu diam. Bukan karena menyerah. Tapi karena sudah terlalu lelah berharap pada hal-hal yang tak pasti. Bukan putus asa. Tapi kamu sendiri tak tahu lagi harus mulai dari mana. Dan saat itu, kamu memilih diam sebagai satu-satunya cara untuk bertahan.
Di tengah diam itu, lagu ini datang. "Mangu". Sebuah lagu dari Fourtwnty, band indie yang sejak dulu dikenal dekat dengan keresahan anak-anak muda perkotaan. Lagu ini seolah mengerti perasaan kita. Tentang hampa. Tentang Kehidupan. Tentang kehilangan arah. Tentang diam yang tak selalu berarti kalah.
Dirilis sejak 20 April 2022, lagu ini tak langsung meledak. Bahkan nyaris luput dari perhatian banyak orang. Ia seperti berjalan pelan, menembus waktu dan ruang, mencari telinga yang benar-benar mau mendengarkan. Tak banyak sorotan. Tak ada promosi besar-besaran. Tapi lagu ini tetap hidup, tumbuh diam-diam, seperti luka yang kita sembunyikan.
Dan saat semesta merasa waktunya tiba, lagu ini akhirnya bersuara lebih keras. Tiga tahun kemudian, Mangu mendadak jadi fenomena. Masuk daftar Top 50 Spotify Indonesia dan menduduki posisi pertama. Bukan hanya itu, ia bahkan masuk Spotify Global Top 50, bertengger di posisi ke-40. Diputar lebih dari 61 juta kali.
Semua terjadi begitu saja. Tanpa sensasi. Tanpa gimik. Hanya karena lagu ini jujur. Karena banyak orang yang sedang merasa hal yang sama. Sedang diam. Sedang bingung. Sedang ingin dimengerti.
Lagu ini adalah peluk yang datang dari jarak jauh. Ia tak berisik. Tapi hangat. Tak meledak-ledak, tapi dalam. Mangu bukan cuma lagu. Ia adalah pengingat bahwa diam juga bisa bicara. Bahwa sunyi juga punya suara.
Dan kita, adalah mereka yang sedang berjuang. Menulis dengan sepenuh hati, tapi belum juga masuk headline. Bekerja sekuat tenaga, tapi hasilnya belum terlihat. Berdoa setiap malam, tapi jawaban belum datang. Kita mungkin diam. Tapi itu bukan berarti kalah. Kita hanya sedang menunggu giliran.
Karena kalau Tuhan sudah berkata ya, tidak ada satu pun yang bisa menolak. Lagu yang diam selama tiga tahun pun bisa menjadi lagu kebangsaan untuk jiwa-jiwa yang sedang terluka.
Jadi kalau hari ini kamu masih berjalan sendirian. Masih menulis tanpa banyak yang baca. Masih bermimpi meski sering ditertawakan. Jangan berhenti.