Mohon tunggu...
Fransisca Mira
Fransisca Mira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Student of Cognitive Science & Psychology

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bagaimana Rasanya Jadi Sukarelawan Banjir di Jerman?

4 Februari 2022   22:34 Diperbarui: 5 Februari 2022   17:10 2086
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana tenda besar tempat sukarelawan dapat duduk dan makan, di Helfer Shuttle | Dokumentasi pribadi

Saat pertama datang, seorang sukarelawan memberikan briefing pada kami tentang hak dan kewajiban kami.

Haknya tentunya menggunakan apa yang ada di sana sesuai keperluan, dan mendapatkan fasilitas medis serta asuransi kerja jika kecelakaan kerja terjadi.

Jika ada hal kurang mengenakkan yang terjadi, kami dapat berbincang denga konselor dan psikolog di sana, hal yang sangat menarik bagi saya karena mereka tidak hanya memperhatikan hak fisik tetapi juga psikologis sukarelawan.

Kewajiban kami di antaranya mau mendengarkan warga desa yang mungkin ingin bercerita banyak soal pengalamannya, menjaga sikap, dan tidak terlalu mengambil banyak foto sehingga warga desa tidak merasa seperti penghuni kebun binatang yang menjadi tontonan para pengunjung.

Pasalnya, segelintir orang memanfaatkan area bencana sebagai panggung pencitraan diri di internet sebagai influencer. Suatu hal yang tidak saya duga, sebab saya mengira semua warga Jerman sudah akrab dengan konsep perlindungan data dan privasi.

Rel kereta Jerman yang kokoh pun hancur karena banjir. Sungai Ahr yang kecil terlihat di kanan belakang | Dokumentasi pribadi
Rel kereta Jerman yang kokoh pun hancur karena banjir. Sungai Ahr yang kecil terlihat di kanan belakang | Dokumentasi pribadi

Ketika sampai di Dernau, tempat saya dan rombongan sukarelawan akan membantu, pemandangannya sungguh menyedihkan. Desa itu seperti kota mati, rumah-rumah masih rusak kosong karena pemiliknya sedang mengungsi.

Mungkin memakan waktu hingga beberapa tahun sampai desa tujuan wisata itu menjadi normal kembali. Bekas air dan lumpur jelas terlihat hingga lantai 2 rumah-rumah. 

Rel kereta masih hancur, tentu saja perbaikannya memakan waktu lebih lama lagi. Penghasilan utama penduduk sekitar adlaah dari kebun anggur dan turisme.

Turisme tentu belum bisa diandalkan karena seluruh desa ditutup selain untuk penduduk, sukarelawan dan orang yang memiliki kepentingan terkait pemulihan desa. 

Harapan terakhir saat ini adalah kebun anggur yang berada di daerah perbukitan, yang hanya sekitar 10% rusak dilanda banjir. 90% sisanya masih baik dan siap panen di musim panas ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun