Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dengan Gaji UMR, Mungkinkah Hidup Layak?

25 Agustus 2025   10:20 Diperbarui: 24 Agustus 2025   21:59 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pandangan ini memperlihatkan bahwa masalah gaji UMR bukan hanya masalah nominal, melainkan masalah paradigma. Selama definisi hidup layak hanya dikerdilkan menjadi sekadar bertahan hidup, maka UMR akan selalu terasa cukup. Tetapi begitu definisinya diperluas menjadi hidup yang manusiawi, sehat, dan berkembang, maka UMR jelas tidak lagi relevan.

Tantangan di Era Digital dan Konsumerisme

Hidup dengan gaji UMR di era digital membawa tantangan baru. Bukan hanya soal mengatur uang, tetapi juga bagaimana menghadapi derasnya arus konsumerisme. Media sosial telah mengubah cara orang melihat dunia. Foto-foto liburan mewah, nongkrong di kafe trendi, dan gaya hidup glamor seolah menjadi standar baru yang harus diikuti.

Bagi pekerja dengan gaji UMR, tekanan ini terasa lebih berat. Tidak jarang muncul perasaan minder atau iri karena merasa tertinggal. Dorongan untuk membeli barang yang sebenarnya tidak mampu dibeli sering kali berakhir dengan cicilan yang menjerat. Akibatnya, gaji UMR yang seharusnya cukup untuk kebutuhan pokok malah habis untuk memenuhi standar gaya hidup yang dipengaruhi media sosial.

Namun era digital juga membuka peluang baru. Pekerja UMR kini bisa menambah penghasilan dengan pekerjaan sampingan daring. Ada yang berjualan online, ada yang menjadi freelancer, ada pula yang membuat konten dan berhasil mendapatkan penghasilan tambahan. Meskipun tidak semua orang bisa langsung sukses, fakta ini membuktikan bahwa gaji UMR bukanlah akhir dari segalanya.

Peluang digital ini memang tidak bisa menjadi solusi tunggal, tetapi ia memberi harapan bahwa di tengah keterbatasan, selalu ada ruang untuk beradaptasi. Tantangannya adalah bagaimana pekerja bisa membagi waktu dan tenaga di tengah kesibukan pekerjaan utama.

UMR Sebagai Simbol Sistem yang Belum Sempurna

Lebih jauh lagi, perdebatan tentang cukup atau tidaknya gaji UMR menyentuh persoalan yang lebih besar, yaitu sistem pengupahan itu sendiri. UMR bukan sekadar angka, melainkan simbol bagaimana negara dan pengusaha memandang pekerja.

Jika UMR ditetapkan hanya untuk memastikan pekerja tidak jatuh miskin, maka tidak heran jika banyak yang merasa jumlahnya tidak pernah cukup. Tetapi jika UMR dipahami sebagai upaya menciptakan kehidupan yang layak, maka seharusnya ada pertimbangan lebih luas: biaya pendidikan, kesehatan, perumahan, hingga kebutuhan sosial.

Kenyataannya, penetapan UMR sering kali lebih dipengaruhi kompromi politik dan tekanan ekonomi dibandingkan benar-benar mempertimbangkan kebutuhan hidup pekerja. Hasilnya, UMR lebih terlihat sebagai alat bertahan, bukan sebagai fondasi untuk membangun kehidupan yang lebih baik.

Masalah ini tidak bisa hanya dibebankan pada pekerja. Sebaik apa pun seseorang mengatur penghasilan UMR, tetap ada batas yang sulit ditembus jika biaya pendidikan terus melambung, harga rumah makin tidak masuk akal, dan biaya kesehatan tetap tinggi. UMR yang stagnan hanya memperlihatkan betapa sistem pengupahan masih jauh dari sempurna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun