Pajak Bukan Masalah, Tapi Ketimpangan Peran Negara yang Jadi Soal
Mari kita luruskan pajak adalah hal wajar. Pajak adalah bentuk gotong royong modern. Masalahnya bukan pada pajak itu sendiri, tapi pada rasa ketidakadilan dalam penggunaannya dan peran negara yang timpang.
Saat kamu bekerja keras, membangun dari nol, dan negara datang hanya untuk mengambil tanpa pernah membantu di awal, di situlah muncul frustrasi. Negara mengklaim bagian dari hasil, tapi tidak pernah ada di proses perjuangannya.Â
Lihat bagaimana negara-negara yang sukses mengelola pajaknya. Di negara-negara Skandinavia misalnya, pajak tinggi diimbangi dengan pelayanan publik berkualitas, pendidikan gratis, akses kesehatan universal, dan program pelatihan kerja yang disesuaikan kebutuhan pasar. Rakyat merasa dihargai, karena negara hadir sejak mereka mulai, bukan hanya ketika mereka sudah sukses.
Kondisi di Indonesia sangat berbeda. Banyak warga tidak tahu ke mana uang pajak mereka digunakan. Transparansi masih minim, pengawasan lemah, dan program-program pemerintah sering tidak tepat sasaran. Bahkan bantuan untuk UMKM pun sering jatuh ke tangan yang salah. Dalam sistem seperti ini, wajar bila muncul pertanyaan: mengapa harus membayar pada negara yang tak pernah hadir saat rakyat jatuh?
Rakyat Tidak Anti Pajak, Tapi Butuh Negara yang Hadir dari Awal
Kita sering keliru menganggap bahwa kritik terhadap pajak berarti penolakan terhadap kewajiban. Padahal, mayoritas rakyat tidak menolak membayar pajak. Mereka hanya ingin keadilan dan keterlibatan yang lebih seimbang.
Ketika negara hadir hanya sebagai penagih, bukan sebagai pemberdaya, yang terjadi bukan hanya ketidakpuasan, tapi juga alienasi sosial. Rakyat merasa sendirian. Mereka merasa negara hanya peduli pada statistik, bukan pada manusia di balik angka-angka itu.
Untuk mengubah situasi ini, negara harus mulai dari yang paling mendasar: hadir sejak awal. Ketika seseorang lulus sekolah dan mencari kerja, negara harus menyediakan ekosistem yang mendukung. Ketika ada pengusaha kecil yang ingin mulai, negara harus memberi pelatihan, perlindungan, dan akses permodalan. Ketika seseorang kehilangan pekerjaan, negara harus menyediakan jaring pengaman sosial yang nyata, bukan sekadar retorika.
Kehadiran negara sejak awal membuat pajak menjadi wajar. Karena kontribusi itu lahir dari rasa saling memiliki. Pajak bukan lagi kewajiban kosong, tapi bentuk nyata dari kerja sama antara rakyat dan negaranya. Pajak bukan soal uang, tapi soal relasi sosial dan rasa adil.
Negara Sebagai Mitra, Bukan Sekadar Penarik Pajak