Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Menyelamatkan Karang Rumah Bawah Laut yang Hampir Lenyap!

6 Juni 2025   19:00 Diperbarui: 6 Juni 2025   18:28 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi terumbu karang.(UNSPLASH/QUI NGUYEN)

Pernahkah kamu menyelam ke laut dan menyaksikan taman bawah laut yang penuh warna? Terumbu karang, si arsitek kehidupan laut, sebenarnya menyimpan lebih banyak dari sekadar keindahan. Di balik tampilannya yang memukau, ada peran penting yang selama ini luput dari perhatian banyak orang. Sayangnya, di tengah segala keterpesonaan itu, kerusakan terumbu karang justru terjadi dalam diam dan terus meluas dari tahun ke tahun. Sekarang, bukan lagi saatnya kita hanya mengaguminya kita perlu bergerak untuk melindunginya. Bukan demi ekosistem saja, tapi demi kehidupan kita sendiri.

Terumbu Karang Bukan Sekadar Hiasan Bawah Laut

Banyak yang masih mengira bahwa terumbu karang hanya semacam "hiasan" di laut. Padahal, karang adalah organisme hidup yang sangat kompleks. Di Indonesia, kita punya lebih dari 500 spesies karang dari sekitar 800 jenis yang ada di dunia. Ini menjadikan Indonesia sebagai pusat keanekaragaman hayati laut global yang oleh banyak ilmuwan disebut sebagai Coral Triangle atau Segitiga Terumbu Karang.

Tapi tahukah kamu bahwa karang sebenarnya makhluk rapuh? Mereka hidup bersimbiosis dengan alga mikroskopis bernama zooxanthellae. Alga inilah yang memberi warna-warni cerah pada karang dan menyediakan makanan melalui proses fotosintesis. Jika suhu air laut naik, bahkan hanya satu atau dua derajat, hubungan simbiosis ini bisa rusak. Karang akan kehilangan alga tersebut, memutih, dan akhirnya mati. Fenomena ini dikenal sebagai pemutihan karang atau coral bleaching.

Tanpa kita sadari, terumbu karang adalah pondasi dari kehidupan laut. Sekitar sepertiga spesies ikan laut bergantung pada karang, baik untuk berlindung, berkembang biak, maupun mencari makan. Jika karang punah, ekosistem laut akan runtuh seperti kartu domino yang jatuh satu per satu. Ini bukan hanya teori ilmiah, tapi realita yang sudah mulai kita saksikan hari ini.

Masa Depan Pesisir Tergantung pada Terumbu Karang

Tak banyak yang menyadari bahwa karang adalah pelindung alami pesisir. Ketika ombak besar atau bahkan tsunami datang, struktur keras dari karang bertindak sebagai tembok pertama yang menyerap energi gelombang. Tanpa mereka, abrasi pantai akan semakin parah, desa-desa pesisir akan lebih cepat terkikis, dan kehidupan ribuan keluarga bisa terancam.

Bencana besar seperti tsunami Aceh 2004 menjadi pelajaran berharga. Di kawasan pesisir yang masih memiliki terumbu karang utuh, dampaknya jauh lebih ringan dibanding wilayah yang karangnya sudah rusak. Dalam konteks ini, konservasi karang seharusnya tidak hanya dipandang dari sisi lingkungan, tetapi juga sebagai strategi mitigasi bencana yang sangat relevan di negara rawan bencana seperti Indonesia.

Belum lagi soal ekonomi. Banyak masyarakat pesisir menggantungkan hidup dari perikanan karang ikan kerapu, kakap, dan berbagai jenis ikan hias bernilai jual tinggi hanya bisa hidup di sekitar terumbu karang. Jika karang rusak, maka mata pencaharian mereka ikut musnah. Kita berbicara tentang jutaan keluarga, bukan segelintir orang.

Karang dan Ilmu Kedokteran Masa Depan

Hal yang jarang dibahas adalah potensi luar biasa terumbu karang dalam bidang kesehatan dan farmasi. Penelitian selama dua dekade terakhir menunjukkan bahwa banyak spesies laut yang hidup di sekitar karang memproduksi senyawa bioaktif. Senyawa ini memiliki sifat antibakteri, antivirus, hingga antikanker.

Salah satu contoh menarik adalah senyawa yang dihasilkan oleh spons laut yang hidup di antara karang, yang menjadi bahan dasar cytarabine, obat untuk leukemia dan limfoma. Selain itu, ilmuwan kini tengah mengembangkan antivirus dari organisme karang lunak yang berpotensi menghambat pertumbuhan virus HIV dan herpes.

Sayangnya, eksplorasi ini terhambat karena degradasi habitat. Semakin sedikit terumbu karang yang tersisa, semakin kecil kemungkinan kita menemukan obat-obatan revolusioner dari laut. Ini bukan sekadar kehilangan ekosistem, tapi kehilangan masa depan sains dan kesehatan manusia.

Kerusakan Terumbu Karang Ulah Kita Sendiri

Kerusakan karang memang bisa terjadi secara alami, tapi mayoritas saat ini disebabkan oleh manusia. Salah satu yang paling merusak adalah praktik penangkapan ikan dengan bom atau racun sianida. Selain itu, limbah plastik, pencemaran air, serta pembangunan wisata tanpa memperhatikan ekosistem ikut mempercepat kehancuran karang.

Laporan LIPI menyebutkan bahwa hanya sekitar 6 persen terumbu karang di Indonesia yang masih berada dalam kondisi sangat baik. Ini angka yang mengkhawatirkan mengingat kita adalah negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia.

Fenomena pemutihan karang global juga memperburuk situasi. Di tahun-tahun ekstrem seperti 2016 dan 2020, lautan mengalami gelombang panas (marine heatwave) yang menyebabkan karang memutih di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Ini bukan lagi peringatan, tapi bukti nyata bahwa krisis iklim bukan sekadar wacana.

Yang lebih menyedihkan, banyak wisatawan yang tanpa sadar ikut merusak karang saat snorkeling atau diving. Menginjak karang, memegangnya untuk selfie, atau menggunakan sunblock berbahan kimia berbahaya semua itu menyumbang pada kerusakan yang sering tidak terlihat secara langsung, tapi berdampak jangka panjang.

Konservasi Karang Bukan Pilihan, Tapi Kewajiban

Berbicara tentang konservasi, banyak orang mengira ini tugas pemerintah atau LSM. Padahal, semua pihak punya peran. Kamu, saya, pelaku industri pariwisata, nelayan, bahkan anak sekolah, bisa jadi agen konservasi karang.

Langkah sederhananya bisa dimulai dari memilih sunblock ramah karang, tidak membuang sampah ke laut, hingga mendukung produk perikanan berkelanjutan. Pemerintah juga harus lebih tegas menindak pengebom ikan dan memperkuat perlindungan kawasan konservasi laut. Saat ini, Indonesia memiliki beberapa taman nasional laut seperti Wakatobi, Bunaken, dan Komodo yang bisa dijadikan model konservasi.

Yang juga penting adalah edukasi. Banyak masyarakat pesisir yang melakukan praktik merusak karena tidak tahu dampaknya. Program edukasi berbasis komunitas dan kolaborasi dengan nelayan lokal terbukti berhasil di beberapa wilayah. Salah satu contohnya adalah program "Adopt a Coral" di Bali, di mana wisatawan bisa mendanai penanaman karang dan ikut memeliharanya. Konservasi bisa jadi aktivitas produktif dan membangun koneksi emosional antara manusia dan laut.

Konservasi juga bukan hanya soal ekologi. Ini juga soal identitas. Indonesia dikenal dunia karena lautnya, bukan gedung pencakar langitnya. Menjaga karang sama artinya dengan menjaga citra dan jati diri bangsa sebagai negara bahari. Kalau bukan kita yang menjaga, siapa lagi?

Penutup

Selama ini kita melihat laut sebagai sumber daya yang bisa diambil, dikuras, dan dieksploitasi. Kini saatnya mengubah paradigma itu. Laut bukan sekadar sumber ekonomi, tapi juga penyedia kehidupan, penjaga keseimbangan iklim, dan laboratorium masa depan yang menyimpan misteri tak terhitung jumlahnya.

Terumbu karang adalah fondasi dari semua itu. Tanpa karang, laut tak akan bisa menopang kehidupan seperti sekarang. Dan tanpa laut, kehidupan manusia akan kehilangan banyak hal, bahkan mungkin tidak bisa bertahan.

Jangan tunggu sampai semuanya hilang baru kita bergerak. Konservasi karang bukan soal melestarikan batu berwarna di dasar laut ini tentang menyelamatkan rumah bersama yang selama ini diam-diam menjaga kita dari balik gelombang

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun