Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Rupiah Ambruk ke 17 Ribu, Kita Bisa Apa?

9 April 2025   07:00 Diperbarui: 8 April 2025   20:14 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cek kurs dollar AS (USD) terhadap rupiah (IDR) hari ini Selasa, 8 April 2025.(KOMPAS.com/MAULANA MAHARDHIKA)

Di tengah aktivitas harian yang berjalan seperti biasa kerja, belanja, bayar tagihan kamu mungkin tidak langsung sadar bahwa sesuatu sedang terjadi: nilai tukar rupiah kembali ambruk. Angkanya menembus Rp17.000 per dolar Amerika Serikat. Bagi sebagian orang, itu sekadar angka. Tapi buat pelaku usaha, orang tua yang mengandalkan barang impor, mahasiswa yang kuliah di luar negeri, atau siapapun yang terhubung ke perekonomian global, ini bukan cuma angka. Ini sinyal. Pertanyaannya: dalam kondisi seperti ini, sebagai rakyat biasa, kita bisa apa?

Mengapa Rupiah Bisa Melemah?

Untuk bisa memahami situasi ini, kamu harus tahu dulu kenapa rupiah bisa tertekan. Banyak orang menyangka nilai tukar itu hanya soal dalam negeri: soal kebijakan pemerintah, utang negara, atau kondisi ekonomi kita sendiri. Padahal, sebagian besar tekanan justru datang dari luar.

Salah satu penyebab utama melemahnya rupiah adalah naiknya suku bunga acuan oleh Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve. Ketika The Fed menaikkan suku bunga, investor global cenderung menarik uangnya dari negara-negara berkembang seperti Indonesia, dan kembali ke aset-aset dolar yang dianggap lebih aman dan menguntungkan. Akibatnya, permintaan terhadap dolar meningkat, sementara rupiah ditinggalkan.

Selain itu, ketidakpastian geopolitik seperti perang dagang, konflik di Timur Tengah, atau krisis di Eropa Timur juga ikut memengaruhi pasar. Investor global cenderung mencari "safe haven", dan itu berarti dolar AS, bukan rupiah.

Namun, bukan berarti kita sepenuhnya tidak bersalah. Indonesia masih sangat bergantung pada impor, mulai dari bahan baku industri sampai produk konsumsi. Ketika dolar menguat, semua barang impor otomatis jadi lebih mahal. Dan karena kita banyak mengonsumsi barang impor secara langsung maupun tidak langsung, efeknya terasa hingga ke harga sembako di pasar.

Dampaknya ke Kehidupan Sehari-hari

Pelemahan nilai tukar bukan sesuatu yang langsung bikin kamu panik, memang. Tapi dampaknya menjalar pelan-pelan, kadang tanpa kamu sadari. Harga kebutuhan pokok naik, ongkos produksi bertambah, dan pelaku usaha mulai memangkas biaya agar tetap bertahan termasuk dengan mengurangi tenaga kerja.

Ambil contoh makanan. Banyak bahan pangan yang kita konsumsi sehari-hari, seperti gandum, kedelai, dan daging sapi, masih diimpor. Ketika harga impor naik, produsen akan menaikkan harga jual. Bahkan ketika produk lokal pun ikut naik, karena biaya distribusi dan bahan baku yang ikut terpengaruh kurs dolar.

Lalu bagaimana dengan pelaku usaha kecil? Mereka yang selama ini bertahan dengan margin tipis kini mulai kelimpungan. Ongkos bahan naik, daya beli konsumen turun. Pilihannya hanya dua: menaikkan harga (yang bisa bikin pelanggan kabur), atau mempertahankan harga tapi dengan margin yang makin menipis, bahkan merugi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun