Ketika seseorang menempuh pendidikan doktoral, ada harapan besar bahwa gelar tersebut diperoleh melalui proses yang penuh dedikasi, jujur dan penuh kerja keras, serta kontribusi nyata terhadap dunia keilmuan dan pendidikan. Namun, realitas di lapangan justru sering kali mengecewakan. Ada Kasus kecurangan dalam penulisan disertasi da mungkin semakin marak. Dari plagiarisme, fabrikasi data, hingga keterlibatan pihak ketiga dalam penyusunan karya ilmiah, semua ini mencerminkan masalah sistemik yang menggerogoti integritas akademik.
Pertanyaannya, apakah pendidikan kita masih bisa berdiri di atas prinsip objektivitas tanpa campur tangan kepentingan tertentu? Atau justru dunia akademik sudah menjadi lahan permainan bagi mereka yang berambisi mendapatkan gelar tanpa kerja keras?
Fakta menunjukkan bahwa kecurangan akademik bukan hanya fenomena individu, melainkan bagian dari masalah struktural yang lebih luas. Ada kepentingan institusi, tuntutan sosial, hingga tekanan ekonomi yang secara tidak langsung mendorong lahirnya praktik-praktik tidak etis dalam penyusunan disertasi. Jika sistem pendidikan terus dibiarkan seperti ini, maka kepercayaan terhadap dunia akademik bisa runtuh, dan gelar doktor hanya akan menjadi formalitas tanpa makna keilmuan yang sebenarnya.
Mengapa Kecurangan dalam Disertasi Bisa Terjadi?
Kecurangan akademik dalam penyusunan disertasi bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja. Ada berbagai faktor yang saling berkaitan dan menciptakan lingkungan di mana tindakan tidak jujur menjadi pilihan yang "masuk akal" bagi sebagian orang.
Salah satu penyebab utamanya adalah tekanan akademik yang luar biasa. Pendidikan doktoral tidak hanya menuntut kecerdasan dan kerja keras, tetapi juga kesabaran dalam menghadapi birokrasi akademik yang kompleks. Banyak mahasiswa doktoral terjebak dalam situasi di mana mereka harus menerbitkan jurnal ilmiah di publikasi bereputasi tinggi, menyelesaikan penelitian dalam waktu yang ketat, serta menghadapi tekanan dari pembimbing dan institusi. Tidak sedikit yang akhirnya memilih jalan pintas dengan melakukan plagiarisme atau menggunakan jasa ghostwriter untuk menyelesaikan disertasinya.
Di sisi lain, universitas dan lembaga pendidikan juga memiliki kepentingan dalam meningkatkan jumlah lulusan doktor mereka. Semakin banyak lulusan doktor, semakin tinggi peringkat institusi di kancah akademik global. Akibatnya, standar akademik sering kali dikompromikan demi angka statistik yang lebih menguntungkan. Ini membuka celah bagi mahasiswa yang ingin mendapatkan gelar dengan cara yang tidak seharusnya.
Selain itu, munculnya industri jasa penulisan akademik semakin memperparah masalah ini. Dengan kemajuan teknologi, siapa pun bisa dengan mudah menemukan layanan yang menawarkan pembuatan disertasi secara instan. Beberapa bahkan mengklaim dapat membuat disertasi yang "aman dari deteksi plagiarisme", yang tentunya semakin menyulitkan upaya pemberantasan kecurangan akademik.
Dampak Kecurangan Akademik terhadap Dunia Pendidikan dan Masyarakat
Kecurangan dalam disertasi bukan hanya merugikan individu, tetapi juga memiliki dampak yang luas terhadap dunia pendidikan dan masyarakat secara keseluruhan. Jika gelar akademik dapat diperoleh dengan cara yang tidak jujur, maka kredibilitas pendidikan tinggi akan tergerus.