Di tengah dinamika sosial yang terus berkembang, kepolisian seharusnya menjadi pilar utama dalam menjaga stabilitas dan ketertiban. Namun, realitas yang terjadi belakangan ini justru menunjukkan adanya krisis kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian. Semboyan Melindungi, Mengayomi, dan Melayani yang seharusnya menjadi roh dalam setiap tindakan kepolisian, kini kerap dipertanyakan keabsahannya.
Berbagai kasus pelanggaran hukum yang melibatkan aparat, mulai dari tindakan represif yang berlebihan, dugaan korupsi di tubuh kepolisian, hingga lambannya penanganan hukum bagi masyarakat, menjadi faktor utama yang memudarkan citra positif kepolisian. Masyarakat semakin kritis terhadap perilaku aparat penegak hukum, terutama di era digital, di mana informasi bisa tersebar dengan sangat cepat.
Namun, apakah kondisi ini bersifat final? Apakah kepolisian tidak lagi mampu mengembalikan citranya sebagai institusi yang benar-benar hadir untuk rakyat? Jika ditelaah lebih dalam, peluang untuk mengembalikan kepercayaan publik masih terbuka lebar, tetapi membutuhkan langkah-langkah strategis yang sistematis dan berkelanjutan.
Mengapa Kepercayaan Publik terhadap Kepolisian Merosot?
Turunnya kepercayaan publik terhadap kepolisian bukanlah fenomena yang terjadi secara tiba-tiba. Ada serangkaian peristiwa dan faktor yang menjadi  penilaian masyarakat terhadap krisis legitimasi ini. Salah satu faktor utama adalah maraknya kasus penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh oknum kepolisian.
Kasus-kasus seperti penindakan berlebihan dalam demonstrasi, dugaan penghilangan nyawa di luar prosedur hukum (extrajudicial killing), hingga tindakan intimidatif terhadap masyarakat sipil membuat publik semakin skeptis terhadap profesionalisme dan netralitas kepolisian. Tidak sedikit masyarakat yang merasa bahwa kepolisian lebih sering digunakan sebagai alat kekuasaan daripada sebagai pelindung rakyat.
Selain itu, ketidakadilan dalam penegakan hukum juga memperparah kondisi ini. Masyarakat melihat adanya disparitas perlakuan dalam sistem peradilan, di mana orang-orang dari kalangan elite atau mereka yang memiliki kekuatan finansial cenderung mendapatkan perlakuan lebih ringan dibandingkan rakyat biasa. Hal ini semakin memperkuat anggapan bahwa hukum tidak berjalan secara adil dan bahwa kepolisian lebih berpihak pada kekuasaan dibandingkan pada kebenaran.
Tak hanya itu, ketidakefektifan peran polisi dalam menangani kasus kriminal juga menjadi sorotan. Banyak laporan masyarakat yang tidak ditindaklanjuti dengan cepat, bahkan ada kasus-kasus yang berlarut-larut tanpa penyelesaian yang jelas dan tidak mendapat jawaban yang memuaskan. Di sisi lain, penyelesaian kasus yang melibatkan kepentingan kelompok tertentu atau individu berpengaruh sering kali berlangsung dengan sangat cepat diselesaikan. Hal ini melahirkan kesenjangan persepsi di tengah masyarakat bahwa keadilan hanya bisa didapatkan oleh mereka yang memiliki akses dan kekuasaan.
Benarkah Semua Polisi Bermasalah?
Meskipun banyak kritik terhadap institusi kepolisian, perlu diakui bahwa tidak semua anggota kepolisian terlibat dalam praktik yang mencoreng nama baik institusi ini. Masih ada banyak aparat yang bekerja dengan integritas tinggi, mengorbankan waktu dan tenaga mereka untuk menjaga keamanan masyarakat.