Di suatu sore yang tenang, seorang pria duduk di sebuah kafe kecil di sudut kota. Tangannya tak henti menggulir layar ponselnya, sesekali tersenyum kecil melihat sesuatu di media sosial. Di meja seberangnya, seorang wanita tampak sibuk membalas pesan di aplikasi perpesanan. Di sekitar mereka, hampir semua orang melakukan hal yang sama. Tidak ada percakapan, tidak ada tatapan mata, hanya dunia digital yang menyita perhatian.
Pemandangan seperti ini bukan lagi sesuatu yang asing. Kamu mungkin pernah menyadari, atau justru menjadi bagian dari kebiasaan ini. Tanpa sadar, berapa banyak waktu yang sebenarnya kita habiskan untuk menatap layar ponsel setiap hari? Mungkin pertanyaan ini terdengar sederhana, tetapi jawaban di baliknya bisa lebih kompleks dari yang kita bayangkan.
Era Digital dan Perubahan Perilaku Manusia
Dahulu, waktu luang diisi dengan berbincang bersama keluarga, membaca buku, atau sekadar menikmati suasana sekitar. Namun, revolusi digital telah mengubah cara manusia berinteraksi dengan dunia. Ponsel yang awalnya hanya berfungsi sebagai alat komunikasi kini menjelma menjadi pusat kehidupan: dari mencari informasi, bekerja, berbelanja, hingga hiburan.
Menurut laporan Datareportal tahun 2023, pengguna internet di Indonesia rata-rata menghabiskan 5 jam 31 menit per hari untuk berselancar di dunia maya melalui perangkat seluler. Ini berarti dalam sepekan, waktu yang dihabiskan mencapai hampir 39 jam, setara dengan satu minggu kerja penuh. Jika dihitung dalam setahun, angkanya bisa mencapai 2.028 jam, atau sekitar 84 hari non-stop menatap layar ponsel.
Fakta ini mungkin mengejutkan, tetapi bukan sesuatu yang mustahil. Coba pikirkan kembali: berapa kali dalam sehari kamu secara refleks membuka ponsel, tanpa tujuan yang jelas? Berapa kali notifikasi menarik perhatianmu dan mengalihkan fokus dari apa yang sedang kamu kerjakan?
Ketergantungan atau Kebutuhan?
Ada garis tipis antara kebutuhan dan ketergantungan dalam penggunaan teknologi. Di satu sisi, ponsel menawarkan kemudahan yang tak terbantahkan. Dari sekadar memesan makanan hingga menghadiri rapat kerja, semuanya bisa dilakukan dalam genggaman. Namun, di sisi lain, kemudahan ini justru menciptakan ketergantungan yang tak sehat.
Fenomena ini sering disebut dengan nomophobia (no mobile phone phobia), yaitu ketakutan berlebihan saat tidak membawa atau kehilangan akses ke ponsel. Studi yang diterbitkan dalam Journal of Behavioral Addictions (2022) menemukan bahwa penggunaan ponsel yang berlebihan berkorelasi dengan peningkatan kecemasan, stres, dan bahkan gejala depresi.
Lebih jauh, algoritma media sosial dirancang untuk mempertahankan perhatian pengguna selama mungkin. Setiap notifikasi, setiap konten yang muncul di layar ponsel, semuanya telah disusun sedemikian rupa untuk membuat kita terus menggulir dan terjebak dalam siklus tanpa akhir.