Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membangun Anatomi Habit Sebuah Perjalanan yang Sulit?

22 Februari 2025   11:21 Diperbarui: 22 Februari 2025   11:21 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kebiasaan.Pixabay.com/IqbalStock 

Setiap awal tahun, banyak orang membuat resolusi yang terdengar begitu menjanjikan menjalani pola hidup sehat, bangun lebih pagi, membaca lebih banyak buku, atau mengurangi penggunaan media sosial. Namun, hanya dalam hitungan minggu, semangat itu meredup. Tiba-tiba, rutinitas lama kembali mengambil alih, dan resolusi yang pernah dicanangkan dengan penuh keyakinan lenyap begitu saja.

Apa sebenarnya yang membuat membangun kebiasaan baru terasa begitu sulit? Apakah karena kurangnya motivasi, kelemahan disiplin, atau memang ada faktor biologis yang membuat manusia cenderung kembali ke kebiasaan lamanya?

Dalam perjalanan memahami anatomi kebiasaan (habit), kita tidak hanya akan membahas bagaimana kebiasaan terbentuk, tetapi juga faktor-faktor psikologis dan neurologis yang berperan dalam prosesnya. Dengan pemahaman yang lebih dalam, kamu akan menyadari bahwa membangun kebiasaan bukan sekadar soal kemauan, tetapi lebih kepada bagaimana kita merancang sistem yang memungkinkan kebiasaan itu bertahan dalam jangka panjang.

Ketika Otak Menjadi Penghalang Terbesar

Otak manusia adalah mesin yang luar biasa kompleks, tetapi juga sangat konservatif dalam menggunakan energi. Dari perspektif evolusi, otak dirancang untuk bekerja seefisien mungkin, sehingga lebih memilih jalur yang sudah dikenal daripada mencoba sesuatu yang baru. Inilah alasan mengapa kebiasaan lama begitu sulit diubah.

Ketika seseorang ingin membangun kebiasaan baru, misalnya mulai berolahraga setiap pagi, otak tidak serta-merta menerima perubahan itu dengan mudah. Ada bagian dalam otak bernama basal ganglia, yang berperan dalam membentuk kebiasaan dan pola perilaku. Basal ganglia menyimpan kebiasaan lama dan secara otomatis mengaktifkannya ketika pemicu tertentu muncul.

Sebagai contoh, jika kamu terbiasa mengecek ponsel begitu bangun tidur, maka setiap kali membuka mata di pagi hari, otak akan secara otomatis mengirim sinyal untuk meraih ponsel tanpa berpikir panjang. Inilah yang membuat kebiasaan lama terasa begitu mengakar dan sulit digantikan.

Di sisi lain, membangun kebiasaan baru berarti harus membentuk jalur saraf yang baru di dalam otak. Jalur ini pada awalnya masih lemah, seperti jalan setapak yang baru dibuat di tengah hutan. Semakin sering digunakan, jalur itu akan semakin kuat. Namun, proses ini tidak bisa terjadi dalam semalam.

Penelitian dari University College London menunjukkan bahwa rata-rata manusia membutuhkan sekitar 66 hari untuk membangun kebiasaan baru hingga menjadi otomatis. Ini berarti bahwa membangun kebiasaan bukanlah sekadar tantangan dalam hitungan hari atau minggu, tetapi membutuhkan kesabaran dan konsistensi dalam jangka panjang.

Mengapa Motivasi Saja Tidak Cukup?

Banyak orang mengira bahwa motivasi adalah faktor utama dalam membangun kebiasaan. Jika seseorang memiliki motivasi yang cukup besar, maka kebiasaan baru akan lebih mudah terbentuk. Namun, kenyataannya tidak demikian.

Motivasi bersifat fluktuatif kadang tinggi, kadang rendah. Di hari-hari tertentu, kamu mungkin merasa begitu bersemangat untuk menjalani kebiasaan baru. Namun, ketika rasa lelah datang atau ada gangguan dari lingkungan, semangat itu bisa hilang begitu saja. Jika seseorang hanya mengandalkan motivasi untuk mempertahankan kebiasaan, maka ia akan mudah menyerah saat menghadapi rintangan kecil.

BJ Fogg, seorang profesor dari Stanford University, mengungkapkan bahwa membentuk kebiasaan lebih banyak bergantung pada sistem dan lingkungan, bukan pada motivasi semata. Jika ingin sukses dalam membangun kebiasaan, kamu harus menciptakan sistem yang membuat kebiasaan itu lebih mudah dilakukan dan lebih sulit diabaikan.

Sebagai contoh, jika ingin membaca buku lebih sering, letakkan buku di tempat yang mudah terlihat dan kurangi distraksi seperti ponsel atau televisi. Jika ingin mulai berolahraga, siapkan pakaian olahraga di malam sebelumnya agar keesokan paginya kamu tidak memiliki alasan untuk menunda. Dengan sistem yang tepat, kamu tidak perlu bergantung pada motivasi yang naik turun, tetapi bisa tetap menjalankan kebiasaan dengan lebih konsisten.

Peran Lingkungan dalam Membangun Habit

Pernahkah kamu merasa sulit untuk mengubah kebiasaan buruk karena lingkungan sekitar tidak mendukung? Misalnya, kamu ingin mengurangi konsumsi makanan manis, tetapi di rumah selalu tersedia kue dan cokelat di meja makan. Atau, kamu ingin mulai membaca buku setiap malam, tetapi kebiasaan keluarga adalah menonton televisi hingga larut malam.

Lingkungan memiliki pengaruh besar dalam membentuk kebiasaan. James Clear dalam bukunya Atomic Habits menjelaskan bahwa manusia cenderung meniru perilaku orang-orang di sekitarnya. Jika kamu berada di lingkungan yang mendukung kebiasaan baru, maka kebiasaan itu akan lebih mudah terbentuk. Sebaliknya, jika lingkungan tidak selaras dengan tujuanmu, maka membangun kebiasaan akan terasa seperti berenang melawan arus.

Sebuah studi dari Duke University menemukan bahwa sekitar 40% dari tindakan yang kita lakukan setiap hari bukanlah hasil dari keputusan sadar, tetapi merupakan hasil dari kebiasaan yang dipengaruhi oleh lingkungan. Ini berarti bahwa jika ingin sukses membangun kebiasaan, kamu perlu menciptakan lingkungan yang mempermudah proses itu.

Bagaimana Cara Membuat Kebiasaan Bertahan Lama?

Membangun kebiasaan baru bukanlah soal mengandalkan kemauan semata, tetapi lebih kepada bagaimana kita merancang sistem yang membuat kebiasaan itu lebih mudah dilakukan secara konsisten.

Salah satu strategi yang efektif adalah dengan menerapkan prinsip "habit stacking" mengaitkan kebiasaan baru dengan kebiasaan lama yang sudah ada. Misalnya, jika kamu sudah terbiasa menyeduh kopi setiap pagi, kamu bisa menambahkan kebiasaan membaca satu halaman buku sambil menunggu kopi siap. Dengan cara ini, kebiasaan baru akan lebih mudah terbentuk karena sudah memiliki "jangkar" dalam rutinitas harian.

Selain itu, penting untuk menyadari bahwa kesempurnaan bukanlah kunci sukses dalam membangun kebiasaan, tetapi konsistensi lah yang paling berperan. Banyak orang menyerah karena mereka merasa gagal ketika melewatkan satu hari tanpa menjalankan kebiasaan yang ingin dibangun. Padahal, satu atau dua kali terlewat bukanlah masalah besar yang terpenting adalah segera kembali ke jalur keesokan harinya.

Charles Duhigg dalam bukunya The Power of Habit menjelaskan bahwa kebiasaan memiliki tiga elemen utama: pemicu (cue), rutinitas (routine), dan hadiah (reward). Jika ingin membangun kebiasaan baru, kamu perlu menetapkan pemicu yang jelas, merancang rutinitas yang mudah diikuti, dan memberikan diri sendiri penghargaan kecil setelah berhasil melakukannya.

Misalnya, jika ingin mulai berolahraga, kamu bisa menetapkan pemicu seperti menaruh sepatu olahraga di dekat tempat tidur. Setelah berolahraga, kamu bisa memberikan diri sendiri penghargaan berupa minuman sehat atau waktu bersantai. Dengan pola ini, otak akan lebih mudah menerima kebiasaan baru dan membuatnya menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Kesimpulan

Membangun kebiasaan bukanlah perjalanan yang mudah, tetapi bukan berarti tidak bisa dilakukan. Dengan memahami bagaimana otak bekerja, mengelola motivasi dengan lebih bijak, serta menciptakan lingkungan yang mendukung, kamu bisa membentuk kebiasaan baru yang bertahan dalam jangka panjang.

Alih-alih berfokus pada perubahan besar yang instan, mulailah dengan langkah kecil dan lakukan secara konsisten. Perubahan besar selalu dimulai dari hal-hal kecil yang dilakukan berulang kali.

Jadi, pertanyaannya bukan lagi "Apakah aku bisa membangun kebiasaan baru?" tetapi "Apa langkah pertama yang bisa aku lakukan hari ini?"

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun