Mohon tunggu...
Nufransa Wira Sakti
Nufransa Wira Sakti Mohon Tunggu... Administrasi - Profesional

" Live your life with love " --Frans--

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Jawaban atas Surat Terbuka untuk Menteri Keuangan

9 September 2019   15:41 Diperbarui: 9 September 2019   16:58 8717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak 2016 s.d 2018, besar tunggakan peserta mandiri ini mencapai sekitar Rp15 triliun.

Agar program JKN yang sangat bagus ini dapat berkelanjutan, maka kedisiplinan membayar iuran bagi peserta mandiri ini sangat penting. Jangan sampai setelah mendaftar dan mendapatkan layanan kesehatan yang mahal, kemudian peserta berhenti mengiur atau menunggak.

Kepesertaan dan kedisiplinan membayar iuran ini, telah diatur dalam PP Nomor 86 tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggaran Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial. 

Dalam Pasal 5 ayat (2) PP 86 tahun 2013 diatur bahwa pelanggaran kepesertaan BPJS dikenai sanksi administrasi berupa: (a) teguran tertulis, (b) denda, dan/atau (c) tidak mendapat pelayanan publik tertentu.

Dalam konteks ini, ketika Menteri Keuangan serta pejabat lainnya, termasuk DJSN dan BPJS Kesehatan, menyebutkan tentang sanksi tidak mendapat pelayanan publik tertentu itu bukanlah berbicara mengenai suatu usulan baru, tetapi berbicara mengenai sesuatu yang sudah ada di peraturan perundangan. 

Memang hingga saat ini, sanksi berupa tidak mendapat pelayanan publik tertentu itu belum dilaksanakan dengan baik. 

Bertahun-tahun yang lalu pun sebetulnya sudah disosialisasikan mengenai peraturan itu. Sebagai contoh misalnya, bisa kita lihat pernyataan Ketua DJSN, Tubagus Rachmat Sentika yang dikutip oleh CNN Indonesia tanggal 29 November 2015. 

Dia menyebutkan bahwa Pasal 9 ayat 2 dan 3 PP Nomor 86 Tahun 2013 mempertegas sanksi yaitu berupa penghentian pelayanan publik yang dilakukan oleh Unit Pelayanan Publik untuk mengurus beberapa hal, di antaranya: Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Mengemudi (SIM), sertifikat tanah, paspor, serta Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).

Jadi, sangat salah dan tidak tepat sasaran bila Edy Mulyadi mengatakan bahwa sanksi ini adalah usulan dari Sri Mulyani. Sungguh mempermalukan dirinya sendiri ketika ketidaktahuannya digunakan untuk membuat tuduhan yang tak berdasar fakta.

Terlepas mengenai sanksi berupa tidak mendapat pelayanan publik tertentu tersebut, sudah selayaknya kita semua mendukung program Pemerintah menuju Universal Health Coverage (UHC). 

Khusus bagi peserta mandiri, hendaknya tidak hanya mendaftar dan membayar iuran saat merasa perlu mendapatkan layanan kesehatan yang mahal, dan setelah sehat kemudian berhenti membayar iuran atau menunggak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun