Mohon tunggu...
Frankincense
Frankincense Mohon Tunggu... Administrasi - flame of intuition

bukan pujangga yang pandai merangkai kata, hanya ingin menumpahkan inspirasi dengan literasi menguntai pena. Kata dapat memburu-buru kita untuk menyampaikan perasaan dan sensasi yang sebenarnya belum kita rasakan. Tetapi, kata juga bisa menggerakkan kita. Terkadang, kita tidak mengakui kebenaran sebelum mengucapkannya keras-keras. Salam hangat Kompasianers... Blog: franshare.blogspot.com Web: frame.simplesite.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dunia Bawah

1 November 2017   16:00 Diperbarui: 8 Januari 2018   05:14 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
INNAN (in anthology) by Frankincense (frame.simplesite.com)

Seperti mimpi tempat kau tahu

Apa yang terjadi di sekelilingmu

Tetapi tidak sungguh paham siapa

Atau apa kau sebenarnya

Aku melihat apa yang kau tahu

Aku di sana... faktanya adalah mayat

Tubuh fisikku ada di hadapan kau

Tetapi aku yang kau kenal sudah tiada

'

Aku tidak punya tubuh,

Setidaknya ada tubuh yang bisa kurasakan

Aku sekedar... ada,

Di tempat gelap...

Yang berdenyut dan berdentam itu

Ketika itu, mungkin aku menyebut-Nya...

Namun, saat itu berlangsung

Aku tidak mengenal kata tersebut

Malah, aku tidak mengenal kata apapun

Kata-kata yang digunakan di sini,

Terpikirkan lama sesudahnya

Setelah kembali ke dunia,

Aku menuliskan ingatan-ingatanku

Bahasa, emosi, logika... semua tidak ada

Seolah aku telah mundur,

Ke suatu kehidupan pada masa awal

Sekuno mungkin,

Bakteri primitif yang tidak aku kenal

Yang telah mengambil alih otakku

Dan membuat aku tak berfungsi

Berapa lama aku menghuni dunia ini

Entahlah, kalau aku pergi ke suatu tempat...

Ketika waktu yang kita alami,

Di dunia biasa itu tidak ada

Deskripsi secara akurat, terasa nyaris mustahil

Saat itu terjadi, saat aku di sana...

Aku merasa seolah aku,

Apapun aku itu...

Sudah berada di sana sejak dahulu

Dan akan selalu berada di sana

Bukan berarti, awalnya aku keberatan

Toh, untuk apa...

Kehidupan seperti inilah,

Satu-satunya kehidupan yang kukenal

Tidak mengingat sesuatu yang lebih baik

Aku tidak terlalu memusingkan,

Di mana aku berada

Aku ingat beranggapan...

Bahwa aku akan atau tidak akan selamat

Tetapi ketidakpedulianku, terhadap aku selamat

Atau tidak malahan,

Memberiku perasaan kebal yang lebih kuat

Aku tidak tahu-menahu...

Tentang peraturan berlaku di dunia aku berada

Tetapi aku tidak tergesa-gesa,

Untuk mempelajari bagaimanapun

Aku tidak tahu persis kapan,

Tetapi pada suatu titik aku menyadari

Keberadaan objek-objek di sekitarku

Terentang dari suatu tempat lain,

Yang jauh berada di atasku

Ke suatu tempat lain,

Di bawahku yang sama jauhnya

Akan tetapi, semakin dalam

Aku merenungkan penjelasan ini

Dan sekali lagi, itu terjadi lama

Lama sesudahnya...

Semakin tidak masuk akal pula rasanya

Karena, walaupun sakit membayangkan

Kalau kau belum pernah,

Mengunjungi tempat itu sendiri

Kesadaranku tidak kabur,

Ataupun terdistorsi saat berada di sana

Hanya saja... terbatas

Aku bukan manusia

Selagi berada di tempat ini

Aku bahkan bukan binatang

Aku sesuatu yang ada sebelum,

Dan di bawah semua itu...

Aku hanya titik kesadaran tunggal,

Di lautan coklat-merah yang kekal

Awalnya aku sangat terbenam

Sehingga tidak ada perbedaan

Antara diriku dan elemen setengah menyeramkan,

Setengah familiar yang mengelilingiku

Namun, secara bertahap

Perasaan terbenam yang dalam dan kekal

Dan tak berbatas ini digantikan,

Oleh sesuatu yang lain...

Suatu perasaan seolah sesungguhnya

Aku sama sekali bukan bagian

Dari dunia bawah tanah ini,

Melainkan aku terperangkap di dalamnya

Wajah-wajah jalang yang aneh muncul

Dari tengah pandangan, menggeram dan melengking

Adakalanya aku mendengar raungan sayup

Terkadang raungan-raungan itu berulah,

Menjadi kata-kata berirama yang pelan,

Kata-kata yang membakar...

Anehnya, sekaligus familiar

Seolah pada suatu titik aku tahu

Dan mengucapkannya sendiri

Karena aku tidak mengingat

Eksistensiku yang terdahulu,

Waktuku di dunia ini terentang, terus terentang...

Berbulan-bulan, bertahun-tahun, selamanya

Apapun jawabannya, akhirnya aku sampai

Ke suatu titik ketika perasaan

Yang menyeramkan mengalahkan

Perasaan familiar dan rasa betah

Semakin aku merasa seperti diriku

Seperti sesuatu yang terpisah...

Dari hawa dingin, kebasahan, dan kegelapan

Yang melingkupiku, semakin buruk rupa

Dan mengancam pula wajah-wajah

Yang bermunculan di tengah kegelapan

Dentum berirama yang sayup

Bertambah tajam dan intens

Menjadi irama isu dan SARA, sepasukan bawah tanah

Menggertakan suatu bahasan

Yang sangat monoton dan tak kunjung selesai

Gerakan di sekelilingku

Menjadi semakin tidak visual dan semakin taktil

Seolah ada mahkluk seperti menyekap kuat,

Sesekali menyentuhku, dengan ilusi mereka yang licin

Setelah indra-indraku semakin tajam,

Aku semakin mendekati kepanikan

Siapapun aku, tempatku bukan di sini

Aku harus keluar...

Akan tetapi, aku mau ke mana...

Tepat ketika aku ajukan tanya

Sesuatu baru muncul dari kegelapan di atas

Sesuatu yang tidak dingin, mati, atau gelap...

Tetapi bertolak belakang dengan semua itu

Kalaupun berusaha pada sepanjang sisa hidupku

Aku tidak akan pernah bisa...

Menggambarkan secara layak entitas

Yang sekarang menghampiriku...

Frankincense

(Purwokerto, 10 September 2017)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun