Mohon tunggu...
Francisca S
Francisca S Mohon Tunggu... Amicus Plato, sed magis amica veritas

Pengajar bahasa, Penulis novel: Bisikan Angin Kota Kecil (One Peach Media, 2021)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Batik Bantengan: Paduan Warisan Leluhur dalam Karya Seni Wastra Anjani

5 Oktober 2025   22:09 Diperbarui: 6 Oktober 2025   09:26 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karya batik Anjani Batik Galeri/Sumber: Instagram @anjanibatikgaleri

Di tengah malam yang gelap, di sebuah lapangan berumput dengan penerangan yang minim, terlihat beberapa banteng bergerak meliuk-liukkan badannya. Sosok hewan berwarna hitam itu berjalan berkeliling berputar-putar. Kepalanya yang berukuran besar dengan beberapa ornamen melingkar di atasnya sering bergoyang-goyang dan mengangguk-angguk, tampak kokoh dengan sorot mata yang tajam, serta dua tanduk besar yang melengkung ke atas. Bunyi-bunyi gamelan jidor, kendang, dan sompret mengiringi aksi dan gerakan banteng-banteng  yang semakin lama semakin agresif itu. Sesekali bunyi lecutan cemeti terdengar menyentak. Penonton yang berkerumun di sekitarnya tampak antusias dan kagum menyaksikan pertunjukan seni yang memiliki nuansa magis itu. Kesenian Bantengan nama pertunjukan itu. Sebuah kesenian yang berasal dari Provinsi Jawa Timur, khususnya daerah Malang, Batu, dan Mojokerto.

Hewan banteng adalah sosok sentral dalam pertunjukan seni ini. Perannya dimainkan oleh dua orang laki-laki. Seorang berada di bagian depan, berfungsi sebagai kaki depan dan pemegang kepala banteng yang terbuat dari kayu, dan yang satunya lagi berfungsi sebagai kaki belakang dan ekor. Sementara bagian badannya menggunakan kain panjang yang biasanya berwarna hitam dan merah pada bagian tepinya. Adegan di atas adalah secuplik bagian dari sebuah pertunjukan kesenian itu.

Warisan budaya yang nyaris punah

Kesenian Bantengan diyakini sudah ada sejak zaman Kerajaan Kanjuruhan pada abad ke-8 Masehi. Yang banyak berkembang di desa-desa di lereng pegunungan di Jawa Timur. Kesenian ini merupakan gabungan dari seni tari, ilmu Kanuragan, pencak silat dan bela diri, serta musik dan mantra.

Menurut Agus Riyanto, Ketua Komunitas Bantengan Nuswantara, dalam sebuah  wawancara di kanal YouTube Broadcast Grafika, dalam perjalanan sejarahnya kesenian ini sudah melalui banyak tahap sejak awal keberadaannya.

Pada zaman penjajahan Belanda, kesenian Bantengan tidak lepas dari ilmu Kanuragan dan bela diri karena pada masa itu kesenian ini juga digunakan sebagai kegiatan telik sandi, di mana para pemuda yang bergabung diajarkan ilmu bela diri untuk melawan penjajah. Karena itu, menurutnya ada nilai-nilai perjuangan melawan penjajah dalam tradisi bantengan ini.

Namun, pada satu periode tertentu tradisi bantengan pernah hilang cukup lama dan nyaris punah. Itu karena tradisi ini hanya sesekali ditampilkan ke banyak orang sehingga mudah dilupakan oleh masyarakat. Adalah Agus Riyanto sendiri yang kemudian berusaha menghidupkan kembali tradisi asli daerahnya ini. Usaha kerasnya baru berhasil pada tahun 2008, yang kemudian terus berkembang sehingga tradisi Bantengan kembali hadir di tengah masyarakat, khususnya kota Batu hingga kini.

Replika kepala banteng pada pertunjukan Bantengan/Sumber: Instagram @anjanibatikgaleri
Replika kepala banteng pada pertunjukan Bantengan/Sumber: Instagram @anjanibatikgaleri

Anjani Sekar Arum, pelestari kesenian Bantengan dalam balut indah seni wastra batik

Saat menyaksikan pertunjukan kesenian Bantengan, kita dapat menangkap bahwa pertunjukan ini identik dengan sifat maskulin dengan atraksi yang banyak menunjukkan adu kekuatan fisik karena pemain harus memerankan sosok-sosok hewan besar yang hidup di alam liar. Namun, di tangan Anjani Sekar Arum, seorang wanita muda asli Kota Batu, hal-hal tersebut dapat ditransformasikan menjadi keindahan dan keanggunan dalam seni wastra.       

Kesenian Bantengan nampaknya memang telah begitu lama lekat pada diri Anjani, seorang seniman, pencipta motif batik, dan sekaligus pengusaha batik. Tidak heran, karena ayahnya yang juga seorang seniman adalah pendiri Komunitas Bantengan Nuswantara. Anjani memang berasal dari keluarga yang kental memiliki darah seni. Neneknya seorang penari, orang tua dari buyutnya adalah pembatik.

Kedekatan dan kelekatan itulah yang tampaknya membuat Anjani begitu mencintai dan peduli pada warisan budaya daerah asalnya ini, selain tentu saja karena darah seni yang dimilikinya. Hingga ia tak ingin warisan budaya leluhur ini suatu saat punah atau terlupakan karena tidak dijaga kelestariannya. "Bantengan itu merupakan warisan nenek moyang kita, dan kita memiliki kewajiban untuk melestarikannya. Kita tidak boleh membiarkan budaya ini terpinggirkan, terutama karena kita adalah penjaga budaya," tuturnya.

Sejak masih berkuliah di jurusan Seni dan Desain, Universitas Negeri Malang, Anjani bahkan sudah kerap memasukkan motif Bantengan pada tugas-tugas kuliahnya, hingga dosennya  menjulukinya "Anjani Bantengan"

 Sebagai seorang seniman dan sarjana seni, Anjani juga mencintai batik. Menurutnya, batik bukan hanya sekedar kain, tapi memiliki cerita yang dapat dilestarikan dari satu generasi ke generasi betikutnya. Karena itulah Anjani memilih untuk fokus mengembangkan batik dengan motif Bantengan. Hingga secara khusus belajar membatik di Yogya dan Solo.

Wanita yang sebelumya juga berprofesi sebagai guru di SMPN I Batu ini, mulai membatik tahun 2010, tapi baru pada tahun 2014 resmi memasarkan produknya dengan melakukan pameran solo di Galeri Raos, Batu, dan memperoleh kesuksesan.

Dengan bakat seni dan kreativitasnya, ia menciptakan sendiri motif batik Banteng Agung yang kemudian menjadi kekhasannya. Motif utama karyanya adalah kepala banteng yang merupakan elemen penting dalam kesenian Bantengan. Namun, ada pula motif-motif lain yang juga merupakan unsur-unsur yang ada dalam tradisi Bantengan, seperti macan, monyet, dan bunga tujuh rupa.

Pameran tersebut menarik perhatian Dewi Rumpoko, istri wali Kota Batu saat itu, yang kemudian mengangkat batik Bantengan menjadi batik resmi Kota Batu. Dari sinilah karyanya mulai dikenal oleh banyak orang. Tidak sebatas orang Indonesia tapi juga warga dunia dengan mulai banyaknya undangan yang didapatkannya untuk mengikuti pameran di luar negeri, seperti di Praha, Taiwan, India, Malaysia, Singapura, dan Australia.

Karya batik Anjani Batik Galeri/Sumber: Instagram @anjanibatikgaleri
Karya batik Anjani Batik Galeri/Sumber: Instagram @anjanibatikgaleri

Pada tahun yang sama, Anjani mendirikan Sanggar Batik Tulis Andhaka, yang awalnya berlokasi di dekat alun-alun Kota Batu. Sejalan dengan perkembangannya, sanggar ini kemudian pindah ke Desa Bumiaji, yang juga merupakan kampung asal kesenian Bantengan.

Bagi Anjani, melestarikan warisan budaya daerahnya teryata tidak cukup hanya dengan menciptakan motif batik dan memproduksi lembar-lembar batik saja. Keinginannya yang kuat untuk menjaga warisan budaya itu, mendorongnya untuk mentransfer ilmu dan keahliannya di bidang seni itu kepada banyak orang. Di sanggar yang didirikannya, Anjani tidak hanya memproduksi dan menjalankan bisnis batiknya saja, tapi juga mengadakan program pelatihan membatik gratis bagi generasi muda dan anak-anak di Batu, khususnya yang berasal dari keluarga prasejahtera. 

Kenapa generasi muda dan anak-anak? Menurutnya, menurunkan keahlian membatik kepada generasi muda adalah cara melestarikan budaya. Generasi muda adalah pelestari budaya di masa depan. Selain itu, anak-anak memiliki ide yang lebih kaya dan ekspresif.  

"Cita-citaku  dan kepuasanku adalah membangun komunitas pembatik cilik Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dengan demikian akan memunculkan bibit-bibit pembatik Indonesia dan aku berharap batik dapat dikenal masyarakat secara luas," ungkapnya dalam satu unggahan di akun Instagram @anjanibatikgaleri  

Anjani Sekar Arum sedang membimbing seorang pembatik muda di sanggarnya/Sumber: Maharani Sagita/kumparan
Anjani Sekar Arum sedang membimbing seorang pembatik muda di sanggarnya/Sumber: Maharani Sagita/kumparan

Dari program pelatihannya ini, anak-anak tersebut kemudian dapat memperoleh penghasilan dengan menjual hasil karyanya sendiri di galeri miliknya, di mana 90%  dari harga batik diberikan kepada para pembatik muda tersebut. Sisanya 10% digunakan untuk biaya kemasan, pajak, kas sanggar, gaji pegawai galeri, dan peralatan membatik. Model usaha sosial yang diterapkannya ini karena cita-citanya yang juga ingin meratakan kesejahteraan masyarakat Kota Batu.

Pada tahun 2017, Anjani mengajak Dinas Pendidikan Kota Batu untuk bekerjasama mengintegrasikan batik Bantengan ke kegiatan ekstrakurikuler di sekolah-sekolah agar siswa lebih mengenal batik Bantengan. Hasilnya, Dinas Pendidikan Kota menyediakan peralatan batik kepada sekolah-sekolah berakreditasi A di Kota Batu, sementara Anjani menyediakan pembatik muda yang sudah mendapatkan pelatihan di sanggarnya untuk menjadi tutor di sekolah-sekolah tersebut.

Mengutip SWA ONLINE, hingga tahun 2018 terdapat 36 pembatik cilik yang menjadi tutor di berbagai sekolah dan sekitar 200 siswa membatik di sanggar.  Setiap anak memiliki penghasilan minimal sekitar Rp 300.000 per bulan.

Semakin maju setelah menerima penghargaan Astra

Atas segala upaya yang telah dilakukannya dalam melestarikan budaya dengan menciptakan motif batik Bantengan, dan mengedukasi generasi muda melalui usaha batik tulisnya, hingga mampu melakukan pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar, Anjani mendapatkan penghargaan SATU Indonesia Awards Tingkat Nasional dari PT Astra International Tbk untuk kategori kewirausahaan pada tahun 2017.

Penghargaan ini adalah ajang tahunan yang diadakan oleh PT Astra International Tbk yang bertujuan menjaring masyarakat, khususnya generasi muda yang memiliki kegiatan bermanfaat bagi  masyarakat di sekitarnya di seluruh Nusantara.

Anjani Sekar Arum saat menerima penghargaan SATU Indonesia Awards Dari PT Astra tahun 2017/Sumber: Dok PT Astra International Tbk melalui Kompas.com
Anjani Sekar Arum saat menerima penghargaan SATU Indonesia Awards Dari PT Astra tahun 2017/Sumber: Dok PT Astra International Tbk melalui Kompas.com

     

Sebagai pemenang penghargaan ini, Anjani berhak mendapatkan bantuan dana dari Astra yang kemudian digunakannya untuk bisa melestarikan batik Bantengan lebih luas lagi, serta mengembangkan sanggar dan galerinya.

Dalam sebuah tayangan YouTube Tanam Ternak Channel, Anjani mengutarakan bahwa di antara berbagai penghargaan yang telah ia terima atas karya-karyanya selama ini, penghargaan dari Astralah yang paling membanggakan dirinya. Karena saat itu bukan dirinya sendiri yang mendaftar untuk mengikuti ajang tersebut, dan jumlah pesertanya sekitar 3500 orang dari seluruh Indonesia. Ditambah lagi, Anjani juga menjadi peserta favorit.

"Dari situlah usaha saya mulai banyak dikenal masyarakat," katanya. Ia pun mengakui bahwa kemenangannya dalam ajang tersebut adalah salah satu faktor yang membuat usaha yang dibangunnya cepat berkembang dan maju.

Usaha Anjani di Desa Bumiaji, Kota wisata Batu terus berkembang. Kini dengan nama Kampung Wisata Batik Banteng Agung, Anjani tidak hanya menjual produk-produknya di galerinya tapi juga menawarkan paket-paket wisata edukasi batik, di mana pengunjung atau wisatawan dapat mengikuti workshop membatik. Wisata edukasi ini kemudian turut membangkitkan perekonomian masyarakat sekitar yang dapat menjalankan bisnis homestay, makanan, pemandu wisata, sebagai pelengkap kegiatan wisata edukasi tersebut.

Anjani Batik Galeri di Desa Bumiaji, Kota Wisata Batu/Sumber: Instagram @anjanibatikgaleri
Anjani Batik Galeri di Desa Bumiaji, Kota Wisata Batu/Sumber: Instagram @anjanibatikgaleri

Anjani telah membuktikan dan memberi inspirasi bahwa dengan bakat, keahlian, serta ketekunan diri dan niat yang kuat, dirinya bisa membangun usaha sekaligus melestarikan warisan budaya leluhur bangsa, dan membantu kesejahteraan banyak orang.

Bagaimana dengan kita? Kiranya dengan kemampuan yang kita miliki kita pun tidak ragu untuk mulai berkarya seperti Anjani. Melestarikan warisan budaya leluhur bangsa kita dan membantu menyejahterakan masyarakat, saudara sebangsa.

Dalam kesejukan udara Desa Bumiaji, di lereng Gunung Arjuno-Welirang, tangan-tangan terampil Anjani terus bergerak, berkarya, memadukan warisan seni budaya leluhur dengan indah, batik dan Bantengan. Agar keberadaannya terus lestari, agar lebih banyak orang mendengar kisah-kisahnya. Banteng Agung terus hidup, mengalir bersama waktu. #APAxKBN2025

Referensi:

AS, Anastasia. (2018, Maret 26). Jual 200 Potong per Bulan, Anjani Lestarikan Batik Bantengan. SWA ONLINE. Diakses dari https://swa.co.id/read/188377/jual-200-potong-per-bulan-anjani-lestarikan-batik-bantengan

Broadcast Grafika. “Bantengan ”Yang TAK LEKANG OLEH ZAMAN” – FILM DOKUMENTER” YouTube video. April 24 2022. https://www.youtube.com/watch?v=5M9JHi3omUs&t=342s

Rifqi, Wiaam. (2024, Oktober 2). Warisan Sejarah Budaya Bantengan di Malang. infoMalang. Diakses dari https://infomalang.com/warisan-sejarah-budaya-bantengan-di-malang/

Sakti, Ari. (2025, September 18). Kreativitas Anjani, Sang Seniman Batik Bantengan. Good News from Indonesia. Diakses dari https://www.goodnewsfromindonesia.id/2025/09/18/kreativitas-anjani-sang-seniman-batik-bantengan

Shidiq, Taufik Nur. (2019, Mei 14). Mengenal Anjani Sekar Arum dan Usaha Pelestarian Batik  Bantengan. kumparanNEWS. Diakses dari https://kumparan.com/kumparannews/mengenal-anjani-sekar-arum-dan-usaha-pelestarian-batik-bantengan-1r4q4BgnIrm/full

Sinta, RD. (2025, September 2). Kreasi Anjani Sekar Arum Jaga Seni Batik dan Tradisi Bantengan Melalui Motif Ikoniknya. Good News from Indonesia. Diakses dari

https://www.goodnewsfromindonesia.id/2025/09/02/kreasi-anjani-sekar-arum-jaga-seni-batik-dan-tradisi-bantengan-melalui-motif-ikoniknya

Sugita, Nabila Meidy. (2023, Oktober 12) Sekilas tentang Kesenian Bantengan yang Terinspirasi dari Kebo-keboan. detikJatim. Diakses dari https://www.detik.com/jatim/budaya/d-6978901/sekilas-tentang-kesenian-bantengan-yang-terinspirasi-dari-kebo-keboan

Susanti, Reni. (2017, Desember 31). Anjani Sekar Arum, Melindungi Anak-anak dengan Batik Bantengan. Kompas.com. Diakses dari https://regional.kompas.com/read/2017/12/31/10330031/anjani-sekar-arum-melindungi-anak-anak-dengan-batik-bantengan

Tanam Ternak Channel. “Anjanie Batik Galeri, Menjaga Tradisi Kesenian Bantengan” YouTube video. Mei 2 2021. https://www.youtube.com/watch?v=twb5E_biudw&t=72s

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun