Paus Fransiskus, pemimpin tertinggi Gereja Katolik baru saja berpulang tanggal 21 April 2025 yang lalu, dan telah dimakamkan pada hari Sabtu, 26 April 2025 di Basilika Santa Maria Maggiore, di kota Roma, Italia. Saat ini, Gereja Katolik masih berada dalam masa berkabung selama 9 hari yang dihitung sejak Paus Fransiskus dimakamkan hingga 4 Mei 2025.
Berpulangnya Paus Fransiskus berarti adanya kekosongan Takhta Suci saat ini, yang disebut dengan istilah Sede Vacante. Untuk ini Gereja Katolik akan melakukan konklaf, yakni pemilihan seorang Paus baru yang akan meneruskan pendahulunya, yang akan dipilih oleh para kardinal dari seluruh dunia yang datang dan berkumpul di Vatikan. Dewan Kardinal pun telah menetapkan tanggal dimulainya konklaf untuk memilih Paus ke-267 ini, yaitu pada tanggal 7 Mei 2025 yang akan datang di Cappella Sistina di Vatikan.
Arti Kata Konklaf
Kata konklaf sendiri berasal dari bahasa latin cum clave. Dalam bahasa Italia, con la chiave. Con adalah preposisi yang artinya "dengan" sementara chiave artinya  "kunci". Jadi arti harfiahnya adalah "dengan kunci".Â
Makna dari kata ini melambangkan di mana para kardinal dalam proses pemilihan seorang Paus yang baru akan berada di sebuah tempat atau ruangan yang dikunci, tidak melakukan kontak dengan orang-orang di luar, dan tanpa alat-alat komunikasi untuk menjaga kerahasiaan semua yang terjadi di dalam ruang pemilihan. Untuk hal ini pun para kardinal diambil sumpahnya.
Â
Ingar Bingar di Media Sosial
Berita-berita tentang konklaf sudah mulai bermunculan bahkan sejak Paus Fransiskus masih dirawat di rumah sakit pada bulan Februari hingga Maret yang lalu. Demikian cepat para jurnalis mengangkat berita yang berhubungan dengan konklaf saat itu, dengan judul-judul seperti, "Siapa pengganti Paus Fransiskus?", "Bagaimana jika Paus tidak dapat meneruskan tugasnya karena sakit?"
Kini setelah Paus Fransiskus wafat. Berita-berita serta unggahan-unggahan seputar konklaf atau siapa yang akan menjadi Paus yang baru, terlihat semakin heboh memenuhi berbagai media, khususnya media sosial, seperti YouTube, Instagram, hingga aplikasi percakapan. Baik itu kanal berita resmi, maupun unggahan-unggahan dari akun-akun perorangan.
Apa yang banyak saya lihat dan baca di situ saat ini, saya nilai tidak sesuai lagi dengan makna dan bagaimana proses konklaf itu sendiri. Misalnya berita dengan judul-judul seperti berikut, "Inilah para kandidat kuat yang akan menjadi Paus yang baru" dengan menayangkan deretan foto dan informasi beberapa kardinal yang akan mengikuti konklaf. Atau "He Will Be The Next Pope" dalam unggahan video short.
Lalu para follower atau viewer pada unggahan itu beramai-ramai menuliskan komentar-komentar mereka. Seperti, "Saya pilih dia", "Yang ini orangnya simpatik.", "Oh please para kardinal, jangan pilih dia!",  "Oh no, not him" disertai berbagai bentuk emoji. Yang satu pilih kardinal ini, yang lainnya mendukung kardinal itu, lalu beradu pendapat karena tidak sama pilihannya. Ini mirip sekali dengan persaingan antar pendukung dalam pemilihan bintang idola atau pemiihan presiden di media sosial.