Mohon tunggu...
Suaviter
Suaviter Mohon Tunggu... Lainnya - Sedang dalam proses latihan menulis

Akun yang memuat refleksi, ide, dan opini sederhana. Terbiasa dengan ungkapan "sic fiat!"

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Cara Sederhana Menyelesaikan Kemarahan yang Sepele

9 April 2022   21:26 Diperbarui: 9 April 2022   21:28 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seseorang sedang menahan kemarahan. Gambar diambil dari halodoc.com

Walau sepele atau sederhana, kemarahan perlu dituntaskan dengan segera. Agar, kemarahan tidak menjadi mendalam dan memberi luka yang bisa tidak disembuhkan atau membuat kita berdosa.

Dalam tulisan-tulisan terdahulu (a, b, c, dan d), saya telah berbagi informasi tentang kemarahan, metode mengatasi kemarahan, beberapa kita mengelola kemarahan, dan tipe atau profil kemarahan yang harus diperhatikan.

Pada dasarnya, kemarahan itu adalah sesuatu yang wajar terjadi dalam hidup seorang manusia normal. Karena, dengan status normal dan sehat jiwa dan raga, seseorang dapat marah, ingin mengekspresikan kemarahan itu, ingin mengelolanya, dan ingin mencari solusi menyelesaikan kemarahan agar tidak berlarut dan memberi dampak negatif.

Kali ini, di dalam tulisan ini, saya ingin kembali membagikan informasi sederhana - yang kiranya penting dan bermanfaat pada para pembaca - beberapa cara menyelesaikan kemarahan yang ada dan ingin keluar dari dalam diri kita.

Sah dan wajar

Kemarahan sudah menjadi bagian yang penting dalam diri kita. Sama pentingnya dengan kebahagiaan, sukacita, damai, kebijaksanaan, dan kebijaksanaan.

Disiplin ilmu tentu akan menguraikan hakikat kemarahan (amarah/marah) menurut sudut pandangnya masing-masing. Kadang marah itu dilarang dan atau terkadang pula, kemarahan itu diperbolehkan untuk diekspresikan dengan bersyarat. Asal, kemarahan tidak mengganggu orang lain dan diri sendiri.

Di dalam Kitab Suci agama kita pun, mengungkapkan kemarahan itu sah dan wajar, sebab kemarahan merupakan pemberian dari Sang Pencipta dalam diri masing-masing orang. 

Seperti dalam Kitab Suci orang Kristen, Efesus 4:26-27, dikatakan bahwa:

"Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada iblis"

Dari kutipan Kitab Suci itu, dapat dimengerti bahwa manusia diizinkan untuk marah. Mengungkapkan kemarahan itu sah dan wajar. Karena, bisa saja oleh karena satu atau beberapa faktor, kemarahan kita muncul dan memuncak.

Kalau kemarahan ditahan-tahan, dipendam, dan ditekan dalam diri, kita justru akan akan menyakiti diri sendiri. Sah-sah saja dan silakan menunjukkan diri marah kepada orang lain.

Akan tetapi, perhatikan beberapa hal, khususnya apa yang termuat dalam Efesus tadi. Pertama, ungkapkan kemarahan itu dengan cara yang wajar dan sesuai. Apa maksudnya? Silakan kunjungi tulisan-tulisan saya di paragraf awal tulisan ini.

Kemudian, jangan karena kemarahan itu, kita berbuat dosa. Barangkali kutipan kalimat bijak sana dari William Paley dapat membantu:

Semua kemarahan bukanlah dosa, tetapi kemarahan yang berkepanjangan yang akhirnya menjadi dosa dan bertentangan dengan Injil

Kemarahan yang berujung pada dosa bukan hanya bertentangan dengan Injil, tetapi bertentangan dengan aturan-aturan, dogma-dogma, dan nasihat-nasihat suci dalam Kitab Suci dan ketentuan hidup bersama.

Kedua, kemarahan itu harus dituntaskan dengan sesegera mungkin. Kemarahan yang tidak dituntaskan akan memberi dampak pada diri dan tubuh kita seperti masalah pencernaan, nyeri otot, sakit kepala, gangguan jantung, infeksi, dan sebagainya. 

Akibatnya, kita lebih cepat lelah dan depresi. Toleransi daya fisik terhadap emosi akan semakin menurun.

Selain itu, kemarahan yang dipendam dapat merusak keadaan emosional kita. Kebencian akan berkembang dalam diri. Kita cenderung merasa sepi dan terasing atau mengasingkan diri dari yang lain. Kita juga akan mencari cara dan kesempatan membalas perlakuan orang lain yang tidak baik terhadap kita.

Kenali hambatan

Agar dapat menuntaskan atau menyelesaikan kemarahan dengan bijak sana, marilah pertama sekali kita mengenali faktor-faktor yang menghambat.

Beberapa faktor berikut cukup cenderung terjadi sebagai penghambat bagi kita untuk menuntaskan kemarahan.

Kita menyimpan kemarahan sebagai bentuk balas dendam. Ini terjadi apabila ejekan atau sentilan dari orang terasa sangat menyakitkan. Di sisi lain, kita tidak terima. Sehingga, kemarahan itu tidak tuntas disampaikan. Disimpan saja dahulu, lalu cara kesempatan yang pas untuk menyerang orang yang membuat kita marah.

Kita merasa cemas dan takut. Ini terjadi jika figur orang yang membuat marah kita memiliki kuasa atau kekuatan yang justru membuat kita takut mengungkapkan kemarahan di depannya. Maka, kita cenderung menarik diri, "Jangan membuat masalah!" atau "Damai-damai sajalah!". Ungkapan ini membuat kita menghindar serta membiarkan perasaan terbakar.

Kita bersikap apatis. Hal ini terjadi jika mindset kita terarah pada paham, "menghadapi masalah justru akan membuat masalah semakin buruk!". Kita pun tak mau tahu dan perasaan yang kita dapat adalah menjadi pecundang.

Kita berpura-pura tidak ada masalah. Tindakan yang paling baik dalam faktor ini adalah tidak bertindak sama sekali. Kita lari dari masalah, bukan menyelesaikannya. Kita cenderung mengubur masalah itu sehingga tidak tuntas, tetapi semakin runyam.

Menyelesaikan dengan segera

Kurang lebih empat faktor di atas harus segera diatasi agar kita dapat berdamai dan menuntaskan kemarahan sekaligus. Setelah mengetahui akar tersebut, sekarang saatnya kita memberi perawatan pada diri atas kemarahan dari akarnya.

Apa yang dapat kita lakukan?

Ketika ada masalah yang "mengundang" amarah, hadapi masalah itu. Lalu, tahanlah diri untuk tidak meledak-ledak. Perlu juga kita mengendalikan watak sendiri, memahami posisi orang lain/situasi/hal yang memicu amarah kita.

Mari kita membahas masalah yang diperselisihkan dan jangan menyinggung masalah lain (baca: melebar). Untuk itu, sediakan telinga, hati, dan pikiran untuk mendengarkan segala keterangan dan penjelasan dari pihak lain.

Setelah itu, mari kita membuka hati berdiskusi dan kompromi. Akui kelemahan dan kesalahan. Akhirnya, dengan lapang dada, minta maaf karena kekeliruan di sana-sini dan itu yang menyebabkan suasana menjadi keruh.

Perlunya menyelesaikan kemarahan

Setelah melihat beberapa hal yang membantu untuk menyelesaikan kemarahan, kita perlu bertanya dalam diri: "Mengapa kita harus menyelesaikan kemarahan sekalipun ringan atau sepele?"

Kita marah karena beberapa alasan dan faktor. Sering kita mencari celah untuk membalas dendam dan menghantam orang lain. Apa yang melatarbelakangi hasrat tersebut?

Jawabannya harga diri, penolakan, penenggelaman diri, dan kecemburuan. Masih sedikit dan masih banyak latar belakangnya.

Balas dendam adalah cara yang memberi kepuasan sementara untuk melampiaskan amarah. Inilah yang dikatakan oleh William Paley, sebagai kemarahan yang berujung pada dosa.

Maka, sedapat mungkin, kemarahan itu jangan dipendam, tetapi harus dituntaskan. Agar, tidak dibakar oleh alasan dan faktor lain. Agar, kemarahan tidak membusuk dan membesar dalam diri, sehingga akan menjadi sulit untuk dituntaskan.

Apa yang dapat kita lakukan? Selain cara di atas, kita perlu berdoa. Ya, walau terkesan mengandung unsur rohaniah, doa bisa menjadi cara menuntaskan kemarahan. Kita mohon pada Allah agar diberi kebijaksanaan dan keberanian menyelesaikan masalah.

Pada akhirnya, kita berani meminta maaf, walau terkadang bukan kita yang menyebabkan satu masalah muncul. Selain itu, kita perlu membaca buku-buku motivasi hidup, cara hidup dalam konteks sosial yang multikultural, pengolahan emosi, dan jenis chicken soup lainnya.

Perlu juga dicatat bahwa, kemarahan jika tidak diselesaikan dapat menjadi gerbang si iblis untuk menyelinap. Ia akan memporak-porandakan integritas diri dan memancing kita untuk tidak mau berdamai atas masalah yang terjadi.

Keputusan yang mantap

"Kemarahan yang tidak diselesaikan menghancurkan relasi baik dengan sesama dan Allah dan memberi kesempatan bagi iblis untuk berkuasa"

Pada akhirnya, walau kemarahan atau masalah itu sepele dan ringan, kita perlu membuat komitmen untuk menyelesaikan atau menuntaskan kemarahan agar tidak terbelenggu. Kemarahan adalah akar banyak masalah. Kita harus menyelesaikan kemarahan dengan tekad bulat.

Terkadang, kemantapan hati saja tidak cukup. Karena, sudah ada luka-luka yang tertinggal dalam hati dan diri yang bisa saja tidak lagi terobati. Akan tetapi, agar tidak banyak luka itu dan masih bisa dengan cepat diobati, mari kita menuntaskan kemarahan itu.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun