Mohon tunggu...
Fradj Ledjab
Fradj Ledjab Mohon Tunggu... Guru - Peziarah

Coretan Dinding Sang Peziarah

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Option For The Poor, Tindakan Merawat dan Berbagi Kehidupan

21 Juni 2021   21:13 Diperbarui: 21 Juni 2021   21:44 1316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Santa Teresa dari Kalkuta (foto:infokatolik.id)

Siapa itu orang miskin? Santa Teresa dari Kalkuta mengatakan, "orang menjadi miskin bukan karena ketiadaan harta, tetapi orang menjadi miskin karena tidak dicintai". Artinya apa? Orang menjadi miskin karena tidak mendapat pembagian kehidupan yang tidak saja berhenti pada dimensi fisik (jasmani), tetapi kemiskinan terutama tentang dimensi kerohaniaan (jiwa) manusia. Dicintai berarti: solider, disapa, didengar dan dihargai sesuai dengan martabat luhur sebagai manusia. Ketika dimensi ini terabaikan, maka manusia entah siapapun itu telah menyumbang tindakan pemiskinan yang menjadikan orang lain dimiskinkan.

Setiap manusia sebagai makhluk terpanggil seharusnya digerakkan oleh rasa prihatin dan empati akan sesama di sekitar yang mengalami nasib kurang menguntungkan akibat bencana alam dan/atau kebijakan pemerintah yang kurang atau tidak berpihak pada mereka. Solidaritas dapat menjadi solusi untuk menolong sesama agar keluar dari lilitan keterpurukan tersebut. Tujuannya tentu tidak lain adalah untuk mengangkat moral manusia menjadi lebih manusiawi. Sampai pada persimpangan ini, satu kalimat yang menjadi kata kunci dan roh yang mampu menggerakkan adalah option for the Poor.

Manusia sebagai yang beriman bisa menuntut dirinya agar iman itu mewujud dalam perbuatan. Iman tanpa diamalkan dalam perbuatan sama dengan  omong kosong. Manusia perlu membuka hati untuk belajar dari Sang Guru Kemanusiaan yaitu Yesus sendiri yang telah menunjukkannya dalam hidup dan tindakanNya. Yesus Sang Guru Ilahi adalah junjungan dan batu pijakkan yang terus menginspirasi manusia zaman ini untuk berbuat amal kasih, berkeliling berbuat baik dan memfokuskan misiNya bagi yang miskin. 

Yesus tidak memusuhi dan membenci orang kaya, walaupun banyak kali Yesus mengecam orang kaya. Kekayaan harus dilihat sebagai anugerah dan milik Allah untuk kesejahteraan orang banyak. Lima potong roti dan dua ekor ikan saja bisa membuat orang kenyang (baca : sejahtera). Kalau Yesus berkata kepada orang miskin,”berbahagialah hai kamu yang miskin”(Luk 6:20), bukan berarti Yesus memuji kemiskinan. Mereka tidak disebut bahagia karena miskin, karena kemiskinan akan segera diambil dari mereka. Itu terjadi melalui pewartaan injil dan tindakan yang memberikan semangat hidup yang baru, dengan kekuatan yang berasal dari Allah (Rom 1:16).

Option for the Poor sebagai sebuah pandangan teologis yang menyatakan bahwa Gereja melihat kemiskinan dan kemelaratan yang dialami manusia serta jurang yang terus melebar antara kaya dan miskin serta kesenjangan sosial akan meruntuhkan harga diri bangsa, serta penodaan terhadap harkat dan martabat manusia citraNya sendiri. Banyak kali Yesus membuat mukjizat untuk menyatakan kemuliaan Allah, BapaNya. Salah satunya adalah mukjizat penggandaan roti yang tujuaannya bukan supaya orang miskin menjadi kaya. Tidak demikian. Mukjizat yang dilakukan Yesus mau memperlihatkan kepada mereka bahwa Allah hadir dan menyertai mereka, bahwa perjuangan mereka didukung dan diperkuat oleh Allah dan bahwa ada masa depan bagi mereka. Melalui mukjizat Yesus mengajak manusia untuk menyadari kekuatan Allah di antara mereka sebagai ciptaan Tuhan yang utuh.

Option terhadap keutuhan ciptaan dan kemanusiaan akan mendorong setiap orang, siapapun dia dan apapun agamanya untuk menghargai, merawat, dan membagi kehidupan yang dianugerahkan Allah sehingga masing-masing pihak akan semakin memahami diri dan tugas panggilan Allah untuk “merawat dan berbagi kehidupan”. Merawat dan berbagi kehidupan adalah sebuah panggilan di mana manusia diajak untuk mewujudkan kerajaan Allah di dunia yang ditandai dengan kebenaran, keadilan, perdamaian, persaudaraan dan keutuhan ciptaan; dan secara khusus digugah untuk mempedulikan orang kecil, lemah, miskin dan menderita. Kristus sendiri menunjukkan dalam sejarah manusia apa arti keadilan yang sesungguhnya melalui jalan penderitaanNya

Pesan Sang Guru begitu jelas, “Kamu Harus Memberi Mereka Makan” (Luk 9:13). Sekedar kita tahu saja bahwa bangsa Yahudi di masa Yesus adalah orang-orang miskin, mereka itu telalu banyak untuk wilayah yang subur namun terbatas. Tentara pendudukan Romawi mengklaim sebagian dari sumber daya alam, dan para penguasa seperti Herodes memberlakukan pajak yang berat yang sebagian besar dibenarkan oleh kebutuhan untuk membayar begitu banyaknya tenaga kerja di proyek-proyek besar. Banyak orang tidak mempunyai jamsostek dalam pekerjaannya, seperti yang kita lihat di banyak negara yang dewasa ini. Yesus dan para pengikutNya mengalami situsi itu. Di wilayah yang sepi itu, Yesus merasa bertanggung jawab atas saudara-saudariNya yang menjadi tamuNya (lihat juga Luk 11:5), dan Ia bertindak menurut iman. Setiap hari, di masa itu hingga sekarang, banyak orang harus membagi persediaannya yang terakhir dengan seseorang yang lebih miskin, dengan keyakinan bahwa Allah akan mengganjari mereka kembali. Yesus pada gilirannya juga berbuat yang sama. Mukjizat yang dikerjakanNya di saat itu meneguhkan iman banyak kaum beriman sederhana, yang barangkali kurang mengabdikan dirinya kepada Gereja, tetapi yang sering tahu bagaimana  mempertaruhkan semua yang mereka miliki.

Peduli dan lalu memberi mereka makan berarti menjadi peka akan kebutuhan-kebutuhan mereka. Injil Suci memperingatkan kita akan bahaya bahwa hati kita dapat menjadi keras karena “ketidaksadaran spiritual”, yang membuat kita tidak peka dan mati rasa terhadap penderitaan sesama. Penulis Injil Lukas mengaitkan dua perumpaan Yesus dengan membuat contoh. Di dalam perumpamaan tentang orang Samaria yang Baik Hati itu imam dan orang Lewi lewat begitu saja, tidak peduli akan keberadaan seseorang yang dirampok dan dipukuli oleh para perampok (bdk. Luk 10:30-32). Dalam kisah perumpamaan Orang Kaya dan Lazarus yang Miskin, si orang kaya tidak peduli pada kemiskinan Lazarus, yang sedang kelaparan hingga sekarat di depan pintu rumah, depan matanya (bdk. Luk 16:19). Kedua perumpamaan tersebut menunjukkan contoh-contoh kebalikan dari menjadi peduli yaitu sikap menaruh perhatian kepada sesama dengan penuh cinta dan belas kasihan.

Apa yang menghalangi pandangan kemanusiaan dan penuh cinta kepada saudara dan saudari kita ini? Seringkali, penyebabnya adalah kepemilikan kekayaan materi dan perasaan berkecukupan akan segala sesuatu, namun bisa juga penyebabnya adalah kecenderungan untuk meletakkan segala kepentingan/ keinginan dan masalah kita sendiri di atas semua yang lain. Kita tak pernah boleh gagal untuk  menunjukkan belas kasihan kepada mereka yang menderita. Hati kita tak pernah boleh terlalu terbungkus rapat oleh urusan-urusan dan masalah-masalah kita sehingga hati kita tak mampu mendengar jeritan kaum miskin. Kerendahan hati dan pengalaman pribadi akan penderitaan dapat membangkitkan dalam diri kita, suatu naluri belas kasihan dan empati. “Orang benar mengetahui hak orang lemah, tetapi orang fasik tidak memahaminya” (Ams 29:7). Kita kemudian dapat memahami sikap dari “mereka yang meratap” (Mat 5:5), mereka yang mampu melihat melampaui diri sendiri dan merasakan belas kasihan terhadap penderitaan orang lain. Menjangkau orang lain dan membuka hati kita kepada kebutuhan-kebutuhan mereka dapat menjadi sebuah kesempatan bagi  keselamatan dan keadaan terberkati. Yesus tidak memberi makan kepada mereka untuk menarik mereka kepada gerejaNya, tetapi menggenapi janji Allah kepada kaum miskin, kamu harus memberi mereka makan. 

Sebagaimana St. Paulus berkata: “supaya anggota-anggota yang berbeda itu saling memperhatikan (1 Kor 12:25), sebab kita semua adalah anggota dari satu tubuh. Perbuatan amal kasih kepada saudara dan saudari kita sebagaimana dinyatakan dalam pemberian derma, sebuah perbuatan yang diiringi dengan doa dan puasa, adalah perbuatan yang menjadi ciri khas yang berakar dari kepemilikan bersama. Umat Kristiani juga dapat menyatakan keanggotaannya di dalam satu tubuh yang adalah Gereja melalui kepedulian yang konkrit bagi mereka yang paling miskin dari yang miskin. Kepedulian kepada satu sama lain juga berarti mengakui kebaikan yang sedang dikerjakan Tuhan dalam diri sesama dan menaikkan ucapan syukur atas keajaiban rahmat di mana Allah Yang Maha Besar di dalam segala kebaikan-Nya terus menerus menggenapinya di dalam diri anak-anak-Nya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun