[caption id="attachment_192457" align="aligncenter" width="350" caption=""Antara peka dan pekak" (sumber gambar: Kompas, 4 Juli 2012, hlm. 6)"][/caption] Lelah telinga ini mendengarkan - melihat berita di tivi. Kubuka KOMPAS hari ini, 4 Juli 2012. Mataku tertuju pada gambar "nyentrik", karikatur di halama enam. Betapa tajam sang penggambar menuangkan ide karikaturnya di KOMPAS (makasih bung Jit).
"EMANG DENGAR?"
Dua potong kata itu telah mengusik nalar sehatku. Mengusik untuk mengerti lebih lanjut akan salah satu karakter manusia, mendengar (-kan). Dari dua potong kata itu pulalah saya mencoba membuat pembedaan antara "peka" dan "pekak." Dua kata tersebut yang membedakan cuma huruf, "k". Pembedaan itu akan sangat menukik tajam, manakala "jatuh" di praktik, tak hanya di teori seperti kebanyakan kaum obral teori, "ote". Benar, bahwa antara kata PEKA dan PEKAK, bedanya cuma pada huruf "K." Sementara beda orang PEKA dan orang PEKAK, juga cuma pada huruf "K", kemauan. Nah inilah perbedaan tersebut: Orang peka itu:
- Orang yang mau mengetahui dan menyadari bahwa di bawah kursinya ada "tikus-tikus." Dan tikus- tikus itu menimbulkan bau, penyakit, mengerat dan mengorup. Buanglah tikus - tikus itu, bunuh.
- Orang yang mau mendengar bahwa di tempat lain ada orang berteriak. Teriakan minta tolong, gapailah.
- Orang yang mau melihat bahwa ada kaum terbelakang yang terbungkam, mulut terjahit, terjepit.
- Orang yang mau menghadapi sesamanya; bukan malah membelakanginya (membelakangi sesama), duduk nongkrong.
- Orang yang mau menyadari bahwa "ada awan hitam" di belakangnya, yang sewaktu - waktu bisa berpotensi turun hujan keributan, badai ketidaknyamanan untuk diri maupun untuk sesamanya.
- dan seterusnya.
Sayangnya orang itu sudah PEKAK. Orang pekak itu:
- Orang yang mau menutup mata terhadap kenyataan yang ada, tak mau melihat penderitaan rakyatnya.