Mohon tunggu...
Florensius Marsudi
Florensius Marsudi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Manusia biasa, sedang belajar untuk hidup.

Penyuka humaniora - perenda kata.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kalah Lagi...

24 Maret 2013   23:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:17 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Di kursi tua itu aku duduk dan terpana. Entah mengapa, mungkinkah karena aku sudah merasa ada kekalahan yang mulai menggelayut di lengan ini?

Kekalahan pertama, mestinya diriku konsentrasi penuh untuk mengurus negeri ini. Namun rupanya konsentrasiku agak buyar gara-gara si anak kemarin sore membuat ulah. Ia telah berusaha memerahkan barang biru, menghitamkan barang putih, dan merantaikan barang yang mestinya bisa melenggang bebas. Lebih dari itu, peristiwa beruntun pedasnya cabai, gurihnya mengotakbawangkan si merah hingga berkontainer-kontainer....

Kekalahanku yang kedua, mengurus - memadamkan api sebenarnya sederhana, api cukup dilawan dengan benda cair, air misalnya. Namun emosiku sempat terkuras, ketika kusadar barang-barang kesekretariatanku terendus api, mungkin tak membakar, itu pertanda kontrol yang tak maksimal. Parahnya, kebakaran itu tak jauh dari rumahku. Mungkin para teknisi kelistrikan kurang cermat, kontrol kualitas barang yang tak 'disiplin-baik', sehingga dengan mudah terkatakan, kebakaran terjadi karena hubungan arus pendek. Bagiku, arus 'panjang' atau arus 'pendek' sebenarnya tak akan berpengaruh jikalau barang yang digunakan berkualitas baik, dan pemasangan 'jalur arus' itu baik dan benar! Dalam hal ini aku kalah telak!

Kekalahanku yang ketiga, baju seragam bisa menjadi sarana untuk mendisiplinkan diri. Sayangnya keseragaman sekarang telah disalahwewengkan menjadi keseragaman untuk menyerang, merusak bahkan membumihanguskan. Ingatkah 'obok-obok' LP di Bali beberapa waktu lalu, masih segar tumpahan nyawa di LP Cebongan, Sleman. Apa yang janggal, sebagai 'anak', satu pihak tak terperhatikan dengan baik, di lain pihak sangat diperhatikan dengan mulia. Ibarat dongeng cah cilik ada anak emas, anak perak dan bahkan ada anak tembaga. Andai 'semua anak' diperhatikan dengan baik, pastilah semua merasa adil, keadilan bagi semua 'anak'.  Masalahnya, "aturan main" tidak ditegakkan, dan yang memegang aturan sekendak-kendak ae! Dalam istilah keprajuritan, menurut Adjie Suradji, "Tidak ada prajurit salah. Yang salah adalah atasannya!"

Kekalahan keempat, rapuhnya pendidikan juga mengusik hatiku. Sekian ratus program studi belum terakreditasi, andai anak-anak muda itu sekolah dan lulus, sementara program studinya masih 'abal-abal', apalah yang anak muda itu dapatkan? Selembar kertas luluskah, atau selembar kertas tanda  lolos sekolah? Kontrol mutu pendidikan, mutu sekolah tak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, namun juga menjadi tanggung jawab mereka yang merasa 'dituakan' dalam mendampingi pendidikan. Belum lagi anak-anak muda yang gontok-gontokan, perang batu dengan sekolah lain...corengan demi corengan baju edukasi rasanya semakin meresahkan diriku.

Sekian tahun lalu genderang tanam sejuta pohon nyaring bunyinya. Entah mengapa, yang sejuta pohon  itu tersulap secara bombastis menjadi semilyar tanam pohon, sementara sekian hektar hutan "ditelanjangi" karena ada "si batu hitam" yang memikat hati. Bumi  menjadi  panas...debu menjamah bebas! Kenyataannya, sampai dimanakah tanaman semilyard pohon itu telah dipraktikkan dengan baik dan benar, ataukah semilyard  pohon itu hanya sekedar slogan demi daya pikat "orang luar" saja? Andai pencanangan itu telah berjalan dengan baik, kenapa gelondogan kayu masih saja menghiasi anak sungai, bahkan tak jarang banjir ikut merangsang kota?

Kekalahanku yang terakhir, gundah hati ini menyaksikan dunia olahraga tanah air. Ketika para petinggi olahraga tak bisa menyatukan visi keolahragaannya, jangan harap prestasi olahragawan akan didapat. Ibarat orang tua mereka berseteru, bagaimana mungkin anak-anak akan mendapatkan kenyamanan? Hal tersebut diperparah dengan indisipliner, plus 'acara' tunggak menunggak gaji (maupun bonus) bagi para pemain. Hm...andai semua sportif - jujur dalam berbenah diri, mungkin kekalahanku yang sesungguhnya bisa dihindari, kalah mental!

------------------------------------------------------
Sumber inspirasi:

Adjie Suradji, "Prajurit Profesional", dalam KOMPAS, Jumat, 15 Maret 2013, hlm. 6.
"Pemerintah Tak Pernah Tindak Importir Nakal", dalam KOMPAS, Kamis, 14 Maret 2013, hlm. 1 & 15.
"Krisis Bawang: Tidak Serius, Menteri Ditegur Presiden", dalam KOMPAS, Jumat, 15 Maret 2013, hlm. 1& 15.
"Pemerintah Akui Distribusi Jelek", dalam KOMPAS, Jumat, 22 Maret 2013, hlm. 1.
"Sirine Alarm Tak Terdengar", dalam KOMPAS, Jumat, 22 Maret 2013, hlm. 1 & 15.
""Garuda" Makin Terseok",
dalam KOMPAS, Minggu, 24 Maret 2013, hlm. 1 & 11.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun